Filosofi Air

Breaking News

Filsafat Senyuman

Maulid dan Natal, Samakah?

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh : Prof Hasan Bakti Nasution

Diskursus tentang air mendapat perhatian dari agama-agama selain tentunya para filsuf sejak masa awal. Al-Qur’an yang diyakini memberikan semua informasi kehidupan seperti digambarkan pada surat an-Nahlu/16: 89, tidak luput dari kajian air ini. Tidak kurang dari 63 ayat (Fathurrahman, 420-421) yang berbicara tentang air ini, tentu sesuai konteksnya. Ketika membicarakan fungsi air yang sangat penting bagi kehidupan manusia, al-Qur’an mengatakan: “segala sesuatu hidup dengan adanya air” (Q.S. al-Anbiya/21: 30 ). Saat berbicara penciptaan manusia, al-Qur’an mengatakan: “manusia diciptakan dari air yang memancar” (Q.S. ath-Thalaq/65: 6).

Kajian air juga menarik perhatian para filsuf Yunani sejak awal. Begitu pentingnya air itu membuat Thales (624-547 SM), fisuf Yunani mengatakan bahwa alam semesta diciptakan dari air, dan bumi ini terapung di atas air (Poedjawijatna, Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat, hlm. 19).

Penetapan air sebagai arche alam ini, kata Aristoteles, disebabkan oleh air dapat terapung di udaya, sedang benda lain tidka bisa.

Terlepas dari semua ulasan di atas, catatan penting dari air ialah. Pertama, ia sangat setia dengan Sunnatullah, yaitu mencari tempat yang paling rendah. Namun jika dipaksa, ia juga bisa melawan Sunnatullah, yaitu bergerak ke atas, seperti air mancur.

Kedua, air adalah wujud yang bisa digunakan untuk kepentingan apa saja, baik untuk kemashlahatan manusia maupun untuk merusak manusia. Ke arah mana air digunakan tergantung pasa sifat apa yang melekat padanya. Air racun berarti keburukan atau bencana. Air obat kesembuhan berarti kebaikan. Air bau dan jorok berarti kejelekan, air jenir, segar berarti kebaikan. Di sini air bersifat bebas nilai, hanya manusialah yang memberinya nilai.

Al-Qur’an sendiri menggambarkan keindahan syurga dengan air. Misalnya air jernis yang mengaliri syurga (Q.S. al-Baqarah/2: 25) dan lain-lain. Sebaliknya, juga menggambarkan kehinaan neraka dengan air, seperti air nanah (Q.S. Ibrahim/13: 16) dan lain-lain.

Ketiga, airlah satu-satunya yang bisa menghentikan keganasan panas api. Mematikan kebekaran hutan sehebat apapun bisa disembur dengan air, dan jika hujan turun kebakaran hutan akan berhenti. Sebab itu, Islam mengajarkan, jika sedang marah ambillah wudhu’, insya’a Allah marahnya akan reda.

Keempat, air adalah juga wujud yang penuh misteri, sehingga muncul suatu keyakinan bahwa air adalah dewa ayang mesti disembah.
Syukurlah di era modern sejalan dengan perkembangan pemikiran manusia dari mistis, ontologis dan fungsional, air tidak lagi dipandang secara mistis sehingga tidak perlu lagi disembah.

Hari ini sudah berkembang pada tahap ontologis, memahami apa sesungguhnya air. Bahkan dalam berbagai kasu sudah sampai pada tahap fungsional, yaitu memnggunakan manusia sebagai media melengkapi kesepurnaan hidup manusia kontemporer.

- Advertisement -

Berita Terkini