Disintrestednes Dalam Filsafat

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh : Prof Hasan Bakti Nasution 

Berfilsafat beda dengan berpolitik, karena berfilsafat bebas dari kepentingan tertentu selain untuk kepentingan kebenaran. Kebenaran adalah di atas segalanya, menang atau kalah bukan persoalan. Karena sikapnya yang selalu ini dalam rotasi kebenaran, maka segala upaya yang ingin menegakkan kebenaran tanpa kebenaran tidaklah menjadi bagian aktifitasnya.

Inilah yang dimaksud dengan disintrestednes, sebagai gabungan dari dua kata, yaitu dis yang berarti tidak dan intres yang berarti kepentingan. Disintrestednes berarti bahwa aktifitas filsafat tidaklah dimaksudkan untuk tujuan tertentu, selain untuk menjelaskan dunia, karena dengan gambaran ini kebenaran dan kearifan akan lahir. Untuk itu, filsafat selalu setia dengan 3 (tiga) pendekatan dalam melihat sesuatu, yaitu ontologi, apa dia; epistemologi, dari mana dia dan bagaimana cara memperolehnya; dan aksiologi, untuk apa dia.

Tiga cara pandang mengenai obyek ini sudah menjadi bukti betapa filsafat ingin selalu berupaya memperoleh gambaran yang universal tentang sesuatu, karena pandangan yang parsial akan melahirkan sikap yang subyektif. Ibarat berada di puncak bukit, ia sudah berada di puncak sehingga mampu melihat ke seluruh sisi, yang tentu antara satu sisi berbeda dengan sisi lain. Inilah yang dimaksud Hegel, filsuf idealisme mutlak Jerman: “Das zuahre ist dast ganze”, yang benar itu yang menyeluruh.

Lalu, setelah diketahui untuk apa ?

Filsafat, tidak hanya berupaya untuk tahu atau mengetahui, tetapi lebih dari situ, harus bisa diaktualkan dalam upaya merubah dunia dan kehidupan ke arah yang lebih baik. Inilah pengertian lain filsafat, yaitu dinamis, seperti kata Radhakrishnan, filsuf India. Katanya: “It’s task of philosophy not merely reflect the spirit of the in which but to lead it”, tugas filsafat bukan sekedar mencerminkan semangat masa di mana kita hidup, melainkan membimbingnya untuk maju.

Jadi sesuai sikapnya yang dinamis, merubah ke arah yang lebih baik haruslah selalu inheren dalam setiap tarikan nafas filsuf, karena kehidupan tidak akan berubah sendiri tanpa ada upaya merubahnya. “Sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum sebelum mereka merubahnya sendiri”, kata al-Qur’an pada surat ar-Ra’du/13: 11.

23-12-2020

- Advertisement -

Berita Terkini