Panen Buah Taman Cakra, Satu Lahan Banyak Tangan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Dari  definisinya, taman merupakan sebidang lahan berpagar yang digunakan untuk mendapatkan kesenangan, kegembiraan, dan kenyamanan. (Laurie,1986:9) . Biasanya taman ditumbuhi berbagai tumbuhan yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Selain tumbuhan baik bunga-bungaan dan buah-buahan, diberi juga komponen tambahan lainnya seperti berbagai jenis hewan, unggas serta ternak.  Pada sebagian taman diberikan juga beberapa bagian guna  menambahkan nilai estetika, seperti kolam, air mancur, jalan setapak,  ayunan gazebo, serta  joglo atau rumah panggung.

Dari sisi kepemilikannya, taman selain milik pribadi. Juga dapat dimiliki oleh lembaga, baik swasta ataupun pemerintahan. Sebab sejatinya, fungsi taman adalah menjadi tempat interaksi sosial antara manusia dengan manusia lainnya.

Dikawasan Delitua  terdapat sebuah taman alam yang menjadi warisan peradaban zaman lampau. Dari kawasan itu, telah ditemukan kapak batu alat pertanian yang berusia sekitar 3000 tahun Sebelum Masehi. Juga ditemukan kepingan uang logam emas, tembikar, dan senjata-senjata masa lalu, yang diperkirakan berasal dari kurun 1200 Masehi – 1800 Masehi.

Dahulu pada tahun 2010 – tahun 2014, masih kita temukan kelompok-kelompok studi, baik dari kalangan mahasiswa ataupun pelajar, yang setiap akhir pekan menyusuri kawasan taman alam itu. Melacak ekosistem jejak-jejak manusia era masa lalu, yang kita sebut Benteng Putri Hijau.

Saat ini terjadi perubahan drastis pada kawasan taman alam tadi, seiring perkembangan bertambahnya jumlah penduduk. Benteng Putri Hijau yang pernah ditetapkan oleh Pemerintahan Kabupaten Deliserdang sebagai Situs Cagar Budaya tadi, perlahan-lahan kehilangan pesonanya. Seolah hanya menjadi tempat bagi manusia, berkumpul, makan-tidur dan kumpul hingga buang hajat belaka.

Situs Cagar Budaya Benteng Putri Hijau yang memiliki 5 blok areal pemetaan berdasarkan studi riset-penelitian John Kimick, kemudian dilanjutkan oleh E. Mc Kinnon, dan Allah Yarham Luckman Sinar serta kawan-kawan. Perlahan berubah menjadi blok-blok bangunan tempat tinggal biasa saja.

Kini generasi millenialpun sudah tidak tahu lagi dimana letak pancuran dan pemandian Lau Bakal, serta lokasi pembakaran mayat era peradaban Hindhu. Karena lokasi tadi  telah menjadi kandang-kandang mewah bagi ternak dan unggas seperti Sapi, Kuda , Entok, juga Kolam Ikan. Peninggalan peradaban Orang Sumatera zaman lampau itupun, berganti kandang, sangkar juga kolam,  yang menunjukkan keangkuhan-keakuan, pertanda ketinggian  perlambang status sosial pemiliknya.

Taman Edukasi Buah Cakra Usai diHajar Banjir

Namun tingginya status sosial sepertinya harus takluk pada rahasia alam. Namanya saja rahasia alam. Tak ada siapapun yang tahu, kecuali Yang Maha Esa sebagai pemiliknya. Air yang datang sebagai wujud ujud kemarahan alam, mengamuk sejadinya-jadinya. Seolah ingin bentengnya dikembalikan seperti semula, dan meratakan apa saja yang dilaluinya, termasuk Taman Buah Cakra.

Akhirnya hasil yang di dapat dari kehadiran  Taman Buah Cakra, hanyalah banyaknya nama-nama pada satu areal, yakni: Nawal Lubis, Heriza, Bukhori, Pak Nasution dan juga nama lainnya Pak Hadji. Padahal areal itu diklaim sebagai milik oleh  Bapak Edy Rahmayadi, yang saat ini menjadi Gubernur Sumatera Utara dan menyebutnya  sebagai kediaman pribadi. Sekali lagi hasil akhir dari keberadaan Taman Buah Cakra hanyalah rentetan berondongan pertanyaan. Apa rahasia dibalik  lahan, yang memiliki banyak nama kepemilikan. Panen Buah Taman Cakra, Satu Lahan  Banyak Tangan.

Oleh : Ismail Marzuki

- Advertisement -

Berita Terkini