Kiai Misbah : Istighotsah dan Tawasul adalah Kekuatan NU

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM ,Jakarta – Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD-PBNU) menggelar istighotsah rutin pada Rabu malam, 25 November 2020 secara virtual melalui zoom teleconference. Istighotsah adalah kekuatan Nahdlatul Ulama yang bertujuan untuk menjaga (nguri-uri) tradisi NU. Pada hakikatnya istighotsah adalah memohon kepada Allah ketika berada dalam situasi genting maupun tidak terkendali.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua LD PBNU Kiai Misbahul Munir Kholil. Dalam salah satu solawat yang dilantunkan Kiai Misbah yang artinya ‘Telah sempit upayaku, telah habis tenagaku, tolong kami ya Rasulullah’. Menurutnya Inilah yang disebut dengan memohon pada Allah melalui perantara Nabi Muhammad Saw.

“Tradisi ini adalah tradisi luar biasa, menjadi kekuatan khusus di kalangan Nahdlatul Ulama” tutur Kiai yang juga Ketua Aswaja Center PBNU ini, Rabu (25/11).

Menilik zaman dahulu pada masa penjajahan, Indonesia mengalami masa-masa genting, seperti ancaman PKI dan pemberontakan sana-sini. Upaya ulama secara spiritual pada masa itu adalah dengan istighotsah dan bertawassul.

Ilaahisallimil ummah (Ya Allah selamatkanlah umat) minal aafaati wanniqmah (dari segala mara bahaya), wamin hammi wamin ghummah (dari segala kesusahan), bi ahlil badri ya Allah (dengan barokah ahli badar). Solawat ini adalah bentuk tawassul kepada para sahabat badar, sahabat Nabi yang berjuang dalam perang badar. Sedangkan bentuk tawassul dengan para wali adalah Ibadallah rijalallah (wahai hamba-hamba Allah, wahai wali Allah), aghitsuna li ajlillah (tolong kami karena Allah).

“Jadi, tawassul dengan Rasulullah, para sahabat, para wali diamalkan di kalangan Nahdlatul Ulama’ (NU), bahkan menjadi kekuatan khusus” paparnya.

Namun, seringkali kelompok-kelompok tertentu menjustifikasi tawassul adalah perbuatan syirik. Hal ini ditentang oleh Kiai Misbah dengan beberapa penjelasan yang diutarakannya, “Kita punya keyakinan bahwa yang memberi keyakinan dan memberi manfaat hanyalah Allah Swt.”

Kiai Misbah menjelaskan bahwa tawassul adalah perintah dari Allah, sebagaimana dalam firman Allah Q.S. Al-Maidah ayat 35 “…carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya”. Dengan jalan orang-orang sholih, maka doa kita bisa sampai kepada Allah.

“Karena itu, kuatnya doa kita ini karena ini,” jelasnya merujuk pada tawassul. “Kalau sampean gak mau ya gapapa, tidak ada masalah. Yang jadi masalah ketika kita bertawassul kita minta kepada selain Allah.”

Dijelaskan pula oleh beliau bahwa istighotsah (kubro) pertama kali dilaksanakan warga Nahdliyyin adalah pada era Reformasi yang dilangsungkan di Senayan, Jakarta. Sebab pada masa itu sedang genting-gentingnya gejolak pemerintahan bangsa Indonesia.

Lebih lanjut Kiai Misbah menyampaikan keutamaan ziarah ke kuburnya orang-orang sholih, “Kuburnya orang sholih itu tidak sepi dari barokah, dan sesungguhnya orang yang berziarah ke sana dan mengucapkan assalamualaika ya ahladdiyaar dia tidak akan pulang kecuali akan mendapatkan kebaikan,” terangnya.

“Seringkali kita direcoki. Padahal sudah sering saya sampaikan di beberapa kesempatan” ujarnya menyampaikan fakta mengenai pertentangan kaum yang kontra ziarah dan tawassul.

Secara tidak langsung, Rasulullah Saw telah mengajarkan tawassul. Diceritakan bahwa seorang sahabat datang kepada Rasulullah dalam keadaan buta, dalam riwayat lain mengatakan tuli.

Berkata pada Rasulullah, “Ya Nabi, saya ingin sembuh”

Rasulullah menjawab, “Kalau kamu ingin sembuh, sebut orang yang paling kamu cintai. Siapa orang yang paling kau cintai?”

“Yang paling saya cintai Engkau, ya Rasulullah” jawab si sahabat.

Dalam hadits lain, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda yang artinya “Ambillah wudhu, solat kemudian panggil siapa orang yang paling kamu cintai”

Selesai solat, sahabat itu kemudian berdoa “Adriknii yaa Rasulallah yang artinya Dengan barokah Nabi Muhammad Saw. mata ini buta, sembuhkanlah ya Allah” pinta si sahabat.

Allah pun menyembuhkan penyakit sahabat itu. Dari cerita itulah, para sahabat dan tabiin mengamalkannya hingga sekarang.

“Mudah-mudahan tradisi ini kita jaga, dan merupakan sebuah ikhtiar kita,” harap Kiai Misbah mengakhiri.

Sumber : dakwahnu.id

- Advertisement -

Berita Terkini