Pilihan Warna Kehidupan

Breaking News

Menjaga Integritas

Pesan Esensial

Satu Tahun COVID-19

SBY Bukan Pendiri PD?

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Diantara panas – dingin itu ada keseimbangan. Pada keduanya tetap saja tiada keabadian.

Sebagaimana panas – dingin, gerah – sejuk, keras – lembut dan semuanya berpasang-pasangan, itulah realitas kehidupan, semua adalah sunatullah.

Realitas Kehidupan

Pernahkah anda melihat atau bertemu dengan orang yang begitu keras, semuanya keras. Pikirannya, hatinya, nuraninya, perkataan dan ucapannya, perbuatan dan tingkah lakunya semua keras, bahkan tanpa batas atau tak dapat dikompromikan.

Apa perlunya yang begitu? Dalam perspektif agama untuk penegakan hukum Tuhan, mencegah kemungkaran dan terwujudnya kebenaran, kejujuran dan keadilan, kekerasan sering diperlukan.

Lebih tepatnya kekerasan sebagai bentuk ketegasan. Jelas hitam – putihnya, tidak abu-abu atau tidak berada di wilayah abu-abu (grey area) sangat diperlukan.

Dalam konteks politik, para ahli dan praktisi sering berpendapat bahwa untuk menjadi politisi harus mampu beradaptasi pada warna pikiran, warna sikap dan warna perbuatan antara hitam dan putih, itulah grey area, wilayah abu-abu. Inilah realitas kehidupan manusia.

Realitas kehidupan manusia semacam itu sering diidentifikasi sebagai peradaban agung dari masa lalu yang bernilai luhur dan tinggi.

Tetapi dalam konteks kekinian yang kontemporer, budaya agung itu menjadi terasa feodal, tercerabut dari kemajuan dan modernitas, apalagi dari kemajuan demokratisasi di era Revolusi Industri 4.0 dan revolusi Society 5.0.

Pilihan Warna Kehidupan

Pernahkah anda bertemu atau berkunjung pada ulama, guru-guru kehidupan, tetua dan orang-orang yang kelembutannya luar biasa.

Pikirannya lembut, perkataannya lembut, perbuatan dan perilakunya sungguh begitu lembut. Belum mendengarnya berkata, menatapnya saja perasaan menjadi tenang, damai dan menentramkan.

Orang-orang yang sedemikian itu kewibawaannya di atas rata-rata manusia biasa, pikirannya adalah penerang dan solusi dari jalan kehidupan yang mesti dijalani, perkataannya begitu mengesankan, enak didengarkan sebagai nasihat yang suka rela untuk ditaati, perbuatan dan perilakunya sungguh menjadi teladan dan panutan bagi kehidupan, baik saat ini atau kehidupan yang abadi.

Mengapa ada orang-orang yang sedemikian dan bisa anda ketemukan, meskipun saat ini sangat langka bagi kita untuk bisa berjumpa.

Karena orang-orang yang demikian itu, pikirannya jernih dipandu oleh akal budi yang tinggi berdasarkan agama dan religi yang diimani.

Perkataannya sungguh lembut, menyejukkan dan menyentuh kalbu, karena tidak ada dusta dan dipandu oleh kebenaran, kejujuran dan keadilan sejak dari pikiran menjadi penghias bibirnya.

Niatnya lurus, tulus dan ikhlas tanpa kepentingan apa pun, semua bukan untuk mendapat citra dan piala, mendapat award dan reward, mendapatkan imbalan, harta, tahta dan kuasa, tidak mengharap penilaian manusia, semua sesuai titah dan kepasrahan hanya pada Tuhan yang maha kuasa.

Perbuatan, perilaku dan kinerjanya semua dipersembahkan pada yang maha kuasa bukan untuk yang lain-lainnya sebagai bentuk tanggungjawab sebagai kalifatullah dan hamba Allah.

Apak kita lebih ingin memiliki pemimpin atau orang-orang di sekeliling kita memiliki sifat dan karakter yang keras atau yang penuh kelembutan?

Pada keduanya, hemat saya sangat diperlukan, pada situasi dan kondisi tertentu. Tetapi saya lebih cendrung pada pilihan kekuatan dari sebuah kelembutan.

Seperti air yang menetes secara terus menerus dan konsisten dalam kurun waktu tertentu bisa menembus batu bahkan besi yang begitu keras.

Pada pilihan yang seperti itu terkesan tidak radikal, lambat dan menghabiskan waktu yang lama. Orang cendrung pada pilihan yang cepat, revolusioner dan radikal.

Kekerasan dalam konteks yang positif yang bermakna ketegasan pada perubahan yang radikal apa pun perubahan itu penting, begitu juga kelembutan dengan berbagai kekuatan dan turunannya yang menarik, estetis dan eksotis sangat dirindukan.

Masing-masing tidak perlu dan tidak penting lagi pada posisi abu-abu, grey area, semua pada pilihan yang tegas dengan garis pembatas yang jelas sebagai pembeda, furqan untuk hal-hal yang tegas dan jelas pula, misalnya pada soal kebenaran, kejujuran, keadilan dalam konteks sunatullah dan hukum Tuhan.

Orang sering berdalih pada sikap dan pilihan independen. Pada dalih dan alasan itu sering menimbulkan ketidak jelasan.

Padahal pilihan pada independensi itu panduannya moralitas, nurani paling dalam pada hati dan jiwa manusia yang keberpihakannya pada kesucian dan kehanifan, bersandar pada kebenaran, kejujuran dan keadilan ilahiyah.

Realitas kehidupan manusia bergerak pada dua pendulum warna hitam dan putih, pada dua warna kehidupan itu pula kita mesti memilih hitam atau putih, bukan memilih keduanya, bukan pula diantara keduanya apalagi tidak memilih.

Penutup

Pilihan pada warna kehidupan itu adalah suatu kesadaran tertinggi manusia yang dipandu oleh akal budi, nurani dan jiwa, perilaku dan perbuatan dibawah lindungan dan kekuasaan Tuhan.

Karena bila anda tidak memilih warna kehidupan anda, maka bersiaplah orang lain yang akan memberi warna kehidupan anda, dengan Tuhan sebagai pemberi restu-Nya. [WT, 23/11/2020]

Oleh: Wahyu Triono KS
Dosen Administrasi Publik FISIP Universitas Nasional dan Tutor FHISIP Universitas Terbuka

- Advertisement -

Berita Terkini