Marhata Boru Sebelum Melaksanakan Pernikahan Adat Batak Mandailing di Desa Batu Tunggal Labura

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Di era saat ini tentunya diperlukan pemahaman serta penerapan tradisi-tradisi yang diterapkan secara turun-temurun oleh suatu masyarakat di dalam daerah masingmasing. Pengertian Tradisi menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) “tradisi adalah kebiasan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan oleh masyarakat;penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar”.

Adapun menurut Bastomi (1984) “pengertian tradisi adalah roh dari sebuah kebudayaan, dengan tradisi sistem kebudayaan akan menjadi kokoh, jika tradisi dihilangkan maka ada harapan suatu kebudayaan akan berakhir saat itu juga. Setiap sesuatu menjadi tradisi seringkali sudah teruji tingkat efektifitasnya dan tingkat efesiensinya.

Efektifitas dan efesiensinya selalu mengikuti perjalanan perkembangan unsur kebudayaan, berbagai bentuk sikap dan tindakan dalam mengatasi persoalan jika tingkat efektifitas dan efesiensinya rendah akan segera ditinggalkan oleh pelakunya dan tidak akan menjadi sebuah tradisi. Tentu saja suatu tradisi akan pas dan cocok sesuai situasi dan kondisi masyarakat yang mewarisinya”.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat dengan jelas diketahui bahwa tradisi ini tentunya menjadi sebuah kebiasaan yang dilakukan secara terus-menerus oleh masyarakat di dalamnya sebagai sebuah ciri khas yang mereka miliki, dan tentunya sebagaimana dapat diketahui bahwa tradisi yang ada sejalan dengan berkembangnya zaman banyak yang merubah ataupun meninggalkan tradisi yang telah diterapkan selama bertahun-tahun dari generasi ke generasi tersebut dalam hitungan hari bahkan tahun ke tahun akan menghilang begitu saja dengan mudahnya dikarenakan kurangnya pengetahuan ataupun pemahaman tentang tradisi tersebut dan tak menutup kemungkinan bahwasanya hilangnya tradisi akan ikut serta menghilangkan secara perlahan-lahan keberagaman budaya yang ada di Indonesia ini.

Suku batak salah satunya yang merupakan suku yang paling banyak menempati pulau Sumatera, dari suku batak tersebut memiliki beberapa sub suku dan ratusan marga yang terdapat pada suku batak. Sub suku batak terdiri dari: Batak karo, batak mandailing, batak simalungun, batak toba, batak pakpak, batak angkola dan batak pesisir.

Batak mandailing sebagian besar bertempat tinggal di bagian Tapanuli selatan dan batak mandailing ini juga memiliki banyak marga contohnya seperti: Rambe, ritonga, rangkuti, sagala, harahap, hasibuan, pohan, pulungan, siregar, tanjung, simbolon, nasution, dan lain sebagainya. Namun salah satu contoh tradisi yang terdapat pada pernikahan di masyarakat batak mandailing yang bertempat tinggal di desa batu tunggal kabupaten labuhanbatu utara yaitu dari adanya “Marhata Boru” yang merupakan suatu proses awal atau yang paling pertama kali dilakukan oleh pihak keluarga yang akan menikahkan anaknya yaitu dengan memanggil orang-orang yang mempunyai peran penting di dalam desa itu yaitu adalah ketua adat, tentunya kerabat dan family (sebutan untuk yang mempunyai ikatan sangat dekat, seperti anak-anak dari 1 ayah 1 ibu) baik itu family dari pihak laki-laki maupun pihak perempuan akan di ajak untuk berkumpul di rumah pihak perempuan untuk meminang anak perempuan yang sebelumnya di hata terlebih dahulu atau di tanya dahulu apa saja permintaan dari siperempuan seperti mas kawin yang diinginkan itu apa saja dan juga ditanya permintaan dari pihak perempuan berupa jumlah uang yang diminta dari pihak laki-laki.

Jika sudah diberitahu berapa jumlah yang diminta dari pihak laki-laki kemudian jika sudah ada bisa diberikan separuh (sebagian) dahulu atau istilahnya dicicil namun jika belum ada bisa diberikan sesuai dengan perjanjian kapan akan diberikan, setelah di hata barulah kemudian bisa membicarakan kesepakatan tentang apakah diadakan pesta atau tidak, apakah pesta akan dilaksanakan dengan kecil-kecilan saja atau besar-besaran itu sesuai dengan kesepakatan antar kedua pihak tersebut dan setelah selesai di hata kemudian barulah diperbolehkan untuk dipinang/dilamar di saat itu lah permintaan mas kawin dari sang perempuan akan diberikan oleh pihak laki-laki atau bisa juga langsung dipestakan acara pernikahannya.

Jadi intinya marhata boru itu adalah menanyakan boru (perempuan) apa permintaannya dan berapa yang dimintak oleh pihak perempuan kalau sanggup akan dipenuhi kalau tidak sanggup boleh dicicil, dan tentunya harus diramaikan oleh pihak-pihak yang wajib untuk datang seperti ketua adat, orang-orang tua seperti tetangga sekitar dan yang tidak kala penting yaitu family dari kedua belah pihak.

Jikalau sebuah tradisi yang telah berdiri dan diterapkan sudah sangat lama dan mendarah daging di dalam diri kita maka sangat berpotensi besar tradisi yang ada akan tetap terus berjalan dan diterapkan sampai ke generasi seterusnya, hal ini tentu sangat diharapkan oleh generasi sebelumnya yang telah melaksanakan tugasnya untuk tetap terus mempertahankan tradisi yang ada dengan memberikan pemahaman dan juga contoh yang harus dilakukan dalam menerapkan tradisi yang berjalan tersebut.

Tetapi ada baiknya jika ingin mempertahankan suatu tradisi bukan berarti tidak mau mengenal bahkan tidak mau menerima tradisi yang lain, barangkali dengan pengetahuan keberagaman tradisi yang ada kita dapat saling bersatu untuk sama-sama menjaga kelestariannya bisa dengan cara tidak mengikuti budaya asing seperti budaya kebarat-baratan dan budaya ke k-pop’an yang sering kali dengan adanya budaya asing dari luar menjadikan budaya kita tidak natural lagi bahkan bisa jadi membawa perubahan yang sangat signifikan sehingga tradisi yang ada menjadi tak seindah yang dahulu. Tentunya ini menjadi suatu acuan untuk kita agar tetap mengenal dan menerapkan tradisi-tradisi yang sudah ada sejak lama, dan kalau bisa mengenalkannya kepada pihak lain untuk menambah wawasan bagi orang yang bisa saja belum mengetahui keunikan dari masyarakat.

A. Latar Belakang Diterapkannya Tradisi Marhata Boru

Yang menjadi salah satu dalam melatar belakangi diterapkannya marhata boru ini sebelum dilaksanakannya pernikahan yaitu karena memang sudah menjadi tradisi turun temurun para suku batak mandailing khusunya sebelum melaksanakan pernikahan yang kiranya selalu dibuat acara marhata boru terlebih dahulu.

Karena memang tradisi sudah menjadi suatu kebiasaan yang pada arti lebih jelasnya yaitu sesuatu hal yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat dan tidak dapat di pisahkan lagi dari masyarakat.

Tradisi ini juga adalah pertama; sebagai sesuatu yang ditransferensikan kepada kita yang menjadi penegak kesadaran historis, kedua; sesuatu yang dipahamkan kepada kita yang menjadi penegak kesadaran eidetis dan ketiga; sesuatu yang mengarahkan perilaku kehidupan kita menjadi penegak kesadaran praksis.

Tradisi ini tidak dapat ditinggalkan selain karena sudah mendarah daging dari generasi ke generasi adapun jika tradisi marhata boru ini tidak dilaksanakan maka sang ketua adat dapat menuntut pasangan pengantin tidak bisa naik ke pelaminanan dan harus duduk dilantai saja pada saat mengupah.

B. Proses Pelaksanaan Marhata Boru

Proses pelaksanaan marhata boru cukup sistematis dan teratur dalam setiap tahap-tahapnya yaitu dengan pertama sekali mengajak para pihak-pihak yang bersangkutan untuk berkumpul terutama memanggil ketua adat dan juga para dalihan na tolu yang terdiri dari Kahanggi, Anak boru dan Mora.

Setalah semua sudah berkumpul maka akan dibuat lah yang namanya tangga-tanggani adat yaitu yang berisikan :
1. Undulan raja : Rp 150.000
2. Partahian : Rp 100.000
3. Unjuk : Rp 100.000
4. Upah Tulang : Rp 150.000
5. Upah Pareban : Rp 100.000
6. Upah Parorot : Rp 100.000
7. Ingot-ingot Tunaposo Bulung : Rp 50.000
Nah setelah dibuat tangga-tanggani adat itu lah merupakan persyaratan berupa uang yang harus dibayarkan oleh sangan calon pengantin dan yang nantinya akan diganti lebih besar jumlah rupiahnya setalah peresmian pernikahannya.

C. Tugas Dari Pihak-Pihak Yang Ikut Serta Dalam Tradisi Masrahat Boru

Dalam pelaksanaan marhata boru ini yang diikuti oleh ketua adat, keluarga dan juga tetangga pastilah memiliki tugasnya masing-masing yang sudah diatur sesuai dengan porsi adatnya. Adapun tugas-tugas yang dimiliki yaitu:

1. Ketua Adat menurut Soepomo, pengertian Kepala Adat adalah adalah bapak masyarakat, dia mengetuai persekutuan sebagai ketua suatu keluarga besar, dia adalah pemimpin pergaulan hidup dalam persekutuan. Dalam kehidupan masyarakat yang bercirikan masyarakat adat peranan Kepala Adat mempunyai posisi sentral dalam pembinaan dan kepemimpinan masyarakat.

Ia adalah Kepala pemerintahan sekaligus menjadi hakim dalam penyelesaian sengketa di masyarakat hukum adat. Kepala Adat senantiasa mempunyai peranan dalam masyarakat dan peranan tersebut adalah sebagai hakim perdamaian yang berhak menimbang berat ringannya sanksi yang harus dikenakan kepada anggota masyarakat yang bersengketa.

Kepala Adat berkewajiban untuk mengusahakan perdamaian, sehingga dalam masyarakat tercipta kedamaian.

a. Untuk membetulkan hukum adat yang telah dilanggar oleh masyarakat. Pembetulan ini bermaksud mengembalikan citra hukum adat, sehingga dapat ditegakkan keutuhannya. Misalnya apabila terjadi sengketa tanah di dalam keluarga, sehingga keseimbangan hubungan menjadi rusak. Kepala Adat berperan untuk membetulkan ketidakseimbangan tersebut sehingga dapat didamaikan kembali.

b. Untuk memutuskan dan menetapkan peraturan hukum adat sebagai landasan bagi kehidupan masyarakat. Putusan tersebut mempunyai tujuan agar masyarakat dalam melakukan perbuatan selalu sesuai dengan peraturan hukum adat sehingga hukum adat tersebut dapat dipelihara dan ditegakkan dalam masyarakat.

Dalam kehidupan masyarakat yang bercirikan mayarakat adat peranan Kepala Adat menempati posisi sentral dalam pembinaan dan kepemimpinan masyarakat, ia adalah kepala pemerintahan sekaligus menjadi hakim dalam penyelesain sengketa di masyarakat.

Kepala Adat adalah bapak masyarakat, mengetuai persekutuan sebagai ketua suatu keluarga besar, Kepala Adat adalah pemimpin pergaulan hidup dalam persekutuan. Peranan berasal dari kata peran, berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama Peranan menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono Soekanto, sebagai berikut Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat

Peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atautempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan, misalnya dalam kehidupan masyarakat adat perilaku Kepala Adat diharapkan bisa memberi anjuran, penilaian, memberi sanksi, dan penyelesaian masalah. Jikalau di dalam proses pelaksanaan marhata boru kepala adat memiliki tugas untuk menyetujui keputusan yang talh diambil bersama-sama tak hanya persetujuan dari kepala adat tetapi juga memerlukan persetujuan dari para dalihan na tolu agar persetujuan menjadi lengkap sesuai dengan tata cara dalam tradisi ini, setelah mendapatkan persetujuan dari para dalihan na tolu selanjutnya tugas ketua adat itu untuk MengSahkan. Mengesahkan maksudnya yaitu akhir dari pelaksanakan arhata boru bahwa

2. Keluarga (bahasa bataknya menyebut dengan istilah “family”) Keluarga merupaka orang-oarang yang memiliki hubungan sedarah ataupun hubungan yang sangat dekat seperti garis keturunan yang sama itu merupakan family bagi orang batak, tak hanya itu keluarga yang terdiri dari opung (laki-laki dan perempuan), orang tua(laki-laki dan perempuan), anak (laki-laki/perempuan), cucu dan cicit bahkan satu marga atau saudara tidak sedarah pun tak jarang disebut juga dengan family bagi orang batak. Jadi family di dalam tradisi marhata boru ini disebut dengan pihak dalihan na tolu yang tugasnya untuk menyetujui hal-hal yang di komburkan (dibicarakan) secara terbuka dan bersama-sama tersebut.

3. Tetangga Tetangga merupaka orang-orang yang mungkin memiliki hubungan keluarga atau tidak tetapi memiliki rumah yang berdekatan dengan keluarga yang melaksanakn tradisi marhata boru ini, tugas tetangga tentunya bisa untuk membantu pihak keluarga perempuan misalnya dalam hal memberikan hidangan walaupun tidak ikut secara langsung di dalam tradisi marhata boru ini tetapi para tetangga juga diperlukan diajak untuk ikut di dalam pelaksanaannya

D. Faktor Pendukung Diterapkannya Tradisi Marhata Boru

Yang menjadi faktor pendukung dengan diterapkannya tradisi marhata boru sebelum melaksanakan pernikahan ini yaitu karena tentu disebabkan oleh adanya seorang laki-laki yang datang bertanya berapakah harga mahar yang harus diberikan kepada keluarga sangat perempuan untuk bisa di jadikan istri sang laki-lak tersebut, nah disinilah akan terjadi “perkomburan” merupakan bahasa batak yang artinya perbincangan, pembicaraan, berdiskusi, ataupun bercerita tentang hal yang ingin dibahasa yaitu persetujuan orang tua bahkan pihak keluarga perempuan untuk memberitahu berapakah apa sajakah mahar yang diminta kepada pihak laki-laki.

Setalah pihak keluarga perempuan memberitahukan berapa kah haraga mahar yang harus diberikan oleh pihak laki-laki tentunya disini lah terjadi perkomburan tersebut yaitu antara pihak laki-laki dan perempuan berdiskusi bagaimana jalan terbaik untuk mendapatkan kesepakatan bersama, karena tak jarang pihak laki-laki merasa keberatan dengan mahar yang ditetapkan oleh pihak perempuan.

Jika merasa bahwa persyaratan yang berupa mahar tersebut tidak sanggup dipenuhi maka bisa dibcarakan dengan baik-baik dan akan direspon dengan baik pula tanpa membuat tersinggung pihak-pihak yang bersangkutan, sering kali jika terjadinya masalah keberatan oleh mahar di minta maka jalan keluar yang diberikan yaitu dengan meminta agar mahar dikurangi paling tidak sesuai dengan jumlah uang yang dimiliki oleh pihak laki-laki dan bisa juga dengan melakukan kesepakatan antara dua belah pihak agar mahar yang diminta bisa dicicil dalam renggang waktu yang telah ditetapkan bersama.

Itulah beberapa solusi yang akan diberikan kepada pihak laki-laki jika merasa keberatan dengan mahar yang diminta sebelumnya, agar tetap bisa terjalinnya hubungan antar dua keluarga untuk terbentuknya jalinan hubungan yang lebih dekat dalam bahasa bataknya orang tua kedua belah pihak menjadi besan (ikatan yang terjalin karena pernikahan anatara kedua anak orang tua yang berbeda) karena sang anak telah disatukan dalam ikatan pernikahan yang telah terlaksananya pernikahan dengan lancar dan baik sesuai keputusan yang telah dibuat dan diterima bersama.

E. Dampak Positif Dari Adanya Tradisi Marhata Boru

Tradisi marhata boru yang telah terlaksanakan pastinya mempunyai dampak terhadap pihak-pihak yang bersangkutan baik itu pihak kedua belah mempelai ataupun terhadap budaya sosial yang terdapat di dalam masyarakat tersebut.

Misalnya saja dampak yang terjadi kepada kedua belah pihak baik itu pihak perempuan maupun pihak laki-laki yaitu:

1. Berdiskusi dengan baik untuk mendapatkan kesepakatan bersama yang baik pula tanpa merugikan pihak mana pun.

2. Sesuai dengan adat yang berlaku harus dilaksanakannya marhata boru untuk tetap terus mempertahankan tradisi yang sudah lama ada agar selalu lestari sesuai dengan keinginan dari opung(kakek) yang sudah lama mengharuskan dikomburi adat terlebih dahulu.

3. Terjalinya hubungan yang baru terhadap keluarga yang baru juga untuk menambah kekerabatan yang lebih dekat lagi bahkan bisa menjadi seperti keluarga sendiri.

Kesimpulan

Masyarakat di desa Batu Tunggal Kecamatan NA.IX-X Kabupaten Labuhanbatu Utara tepatnya di Dusun VII Sukarakyat II ini sudah menjadikan marhata boru in sebagai suatu tradisi turun temurun yang tidak dapat lagi dipisahkan dari kebiasaan yang sudah diajarakan oleh opung yang terdahulu untuk setiap sebelum dilakukannya proses pernikahan adanya baiknya untuk melaksanakan marhata boru ini agar terjadi nya kombur adat (perbicaraan adat) yang dalam tata pelaksanan dipimpin oleh ketua adat yang ada di desa tersebut juga diikuti oleh para amili dari pihak keluarga sang perempuan yaitu lah yang disebut dengan dalihan na tolu (Kahanggi,Mora,Anak Boru).

Biasanya marhata boru ini dilaksanakan karena adanya pihak laki-laki yang ingin menikahi sang perempuan maka terlebih dahulu harus dadakannya tradisi ini untuk dari pihak laki-laki bertanya seberapa besar mahar yang diminta oleh pihak keluarga perempuan, jikalau pihak keluarga perempuan sudah memberitahukan besaran mahar yang menjadi persyaratan tersebut harus di berikan berapa barulah pihak keluarga laki-laki akan memberikan tanggapan apakah mereka merasa keberatan atau merasa sanggup untuk memberikan persyaratan yang diminta.

Manakala dari pihak keluarga laki-laki merasa keberatan dengan persyaratan berupa mahar yang begitu besar maka diperbolehkan untuk mengajukan kritikan atau saran bagaimana seharusnya mahar tersebut, jika pihak laki-laki hanya mampu memberikan separuh dari yang diminta maka itu tergantung bagaimana pihak perempuan menanggapinya apakah setuju atau tidak, adapun solusi yang biasa diberikan kepada keluarga pihak laki-laki yang merasa tidak sanggup maka diperbolehkan untuk mencicil (membayar separuh-separuh) terlebih dahulu. Setelah sudah mendapatkan persetujuan dari kedua belah pihak lalu di situ itu lah para pihak-pihak seperti ketua adat dan juga dalihan na tolu memberikan persetujuan dan akhirnya ketua adat akan mengsahka keputusan bersama tersebut.

Saran

Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa kita bertempat tinggal di negara Indonesia yang mempunya beragam kebudayaan dari berbagai daerha di Indonesia ini, dan dengan memiliki kelebihan seperti ini kita harus bersyukur dan bangga karena bisa mempunyai negara dengan berbagai macam kebergaman suku dan budaya di setaip daerah nya.

Saran yang bisa saya berikan sebagai calon penerus generasi selanjutnya kita sebagai anak muda-mudi bangsa indonesia harus tetap selalu mengenal dan melestarikan tradisi yang ada di daerah kita masingmasing agar kebudayaan yang kita miliki tetap terus ada dan di terapkan selama tradisi yang dilakukan tidak menimbulkan dampak yang negatif atau pun yang melanggar agama yang kita anut masing-masing. Tetap terus galih potensi yang ada dan berkarya sesuai dengan porsi untuk tetap menjadikan negara Indonesia kita sebagai negara yang mempunyai beragam kebudayaan

Penulis : Indah Lestari (Mahasiswi Jurusan Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN-SU)

- Advertisement -

Berita Terkini