Syiah, Filsafat dan Tradisi Pengkhianatannya Sepanjang Sejarah

Syiah, Filsafat dan Tradisi Pengkhianatannya Sepanjang Sejarah
Mantan Aktivis Badko HMI Sumut, Ali Wardi SH

MUDANEWS.COM – Beberapa waktu lalu sebuah syair fenomenal sempat muncul di timeline saya dan sempat membaca syair karangan penyair Iran yang digantung oleh penguasa negeri Persia itu.

Ia digantung karena isi syairnya itu menguliti siapa Syiah sebenarnya. Pengkhianat sepanjang sejarah Islam.

Sayang sekali, syair itu belum sempat saya simpan, padahal apa yang ia ungkapkan bait demi bait adalah sebuah kebenaran yang nyata, dan kebetulan seluruhnya sangat sesuai dengan temuan-temuan saya sepanjang mempelajari sejarah dan aliran ini sejak masih remaja dulu.

Sebagai pemuda Islam di zaman Orba, saya sempat salut dengan hingar-bingar propaganda mereka yang renyah di berbagai buku karangan para intelektual Iran yang membanjiri pasar buku Indonesia.

Menyantap sajian dialektikanya dengan lahap, seiring kehausan terhadap apapun yang menjadi bekal untuk bangkit dari tekanan rezim Orba masa itu.

Beberapa buku sempat saya beli dan saya santap habis, diantaranya karangan Murthada Mutahahari, Khomeini, Ali Syariati dan beberapa yang saya sudah lupa namanya, termasuk buku-buku Jalaludin Rahmad dan Haidar Baghir, Syiah Indonesia.

Seiring waktu, dengan banyak bertanya kepada guru dan ustad, sembari terus menelusuri lika-liku sejarah Islam dan buku-buku anti Syiah, saya menyadari dan berkesimpulan betapa Syiah adalah sebuah arus politik kebencian yang berkedok agama.

Seorang kawan Syiah yang saya ajak dialog sempat berkata, perbedaan kita ini usianya sudah sangat tua, seusia dengan agama kita. Dia benar sekali, iblis jauh lebih tua, bahkan lebih tua dari Nabi Adam, sehingga ungkapan itu sama sekali tidak dapat menjadi alasan pembenar keberadaan Syiah.

Sepanjang sejarah, sejak masa Khalifah Ustman dan Ali ibn Abi Thalib RA, Syiah menggelindingkan fitnah dan hasutan yang mengerikan sehingga berujung pembunuhan para tokoh besar tersebut.

Agama yang sebenarnya berbasis kebencian dan egosentris dari kehancuran peradaban Persia ini kemudian terus menjadi duri dalam daging sepanjang sejarah Islam.

Pengkhianatan dengan fitnah bergulung-gulung terus terjadi hingga kini. Setiap peristiwa besar dalam jatuh bangunnya kejayaan Islam masa lalu, hampir selalu dihiasi oleh pengkhianatan Syiah.

Tak kurang kehancuran kota Baghdad oleh serbuan tentara Mongol adalah asli karena peran pengkhianatan seorang syiah yang bekerjasama dengan Jengis Khan yang biadab itu. Iya, sepanjang sejarah, mereka adalah pengkhianat.

Dalam sejarah keruntuhan Turki Usmani sampai penaklukan Jazirah Arab, Syiah bekerja sama dengan Perancis dan Inggris dan berhasil melumpuhkan perlawanan para mujahid. Cerita penakhlukan dunia Islam penuh dihiasi oleh cerita seperti ini.

Pergulatan antara syiah dan Islam itu tidak hanya di wilayah politik tapi lebih hebat di wilayah pemikiran. Ia merasuk kedalam perdebatan-perdebatan yang semakin kacau.

Kondisi itu diperparah (saling mendukung) dengan keberadaan filsafat yang meracuni.

Aliran pemikiran filsafat Mu’tazilah seolah menjadi wadah subur yang mendukung eksistensi syiah.

Intelektual Islam banyak yang terjebak dengan dialektika theologis yang tak berujung dan melalaikan fungsi utamanya sebagai seorang hamba. Hanya mengabdi kepada Allah dan memakmurkan bumi.

Untung pada masa itu lahir Imam Asy’ari dan Imam Ghazali yang mengawal keliaran filsafat dan menuntun umat kembali kepada alurnya sebagai seorang hamba.

Apa yang terjadi hari ini, dalam seluruh geliat dinamika dunia, Syiah dengan konsep dan tradisi takiyahnya, ajaran mereka yang membolehkan untuk berpura-pura, membuat banyak kaum muslim tertipu, terutama kaum muda.

Islam tidak hanya menghadapi serbuan dari imperialisme barat dan zionis yang mengaburkan sejarah islam dengan begitu sistematis tapi juga diperparah oleh serbuan pemikiran dan propaganda Syiah.

Syiah dengan mesin propagandanya, yang sebenarnya selalu main mata dengan musuh-musuh Islam, seperti sebelum-sebelumnya, meski mereka pun tidak selalu mendapat rangkulan yang mereka harapkan dari musuh-musuh Islam tersebut, namun sepanjang zaman mereka akan terus melakukan segala upaya untuk memperkuat eksistensinya dengan misi agamanya.

Dunia yang kini kita warisi hari ini adalah ujung dari mata rantai sejarah yang panjang, sejak Adam turun ke Bumi.

Bumi yang awalnya hanya sebagai sebuah desa bagi Adam AS dan Siti Hawa serta anak-anaknya, kini pun adalah sebuah desa yang saling terhubung meski kini diisi oleh miliaran manusia namun teknologi membuat ia kembali menjadi satu.

Satu alasan penciptaan dan satu tempat kembali. Hanya kepada-Nya, dengan satu pertanggungjawaban pula, satu untuk tiap individu.

Persoalannya kemana Syiah dan kemana kita.

Penulis : Ali Wardi, SH (Aktifis Islam)