Media Dakwah Walisongo 2

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Melalui tembang Macapat setiap hati manusia diketuk untuk lebih mendalami serta memahami tentang makna hidup. Lebih dalam lagi, syair-syair yang terkandung dalam tembang Macapat merupakan manifestasi hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, serta ketergantungan manusia kepada Sang Penguasa Alam Semesta.

Para wali yang menciptakan tembang Macapat antara lain;

? Pertama:
Sunan Giri
(Tembang Asmaradana dan Pucung)

Asmarandana adalah masa dirundung asmara. Asmarandana serapan dari kata asmara, dana (cinta) dan suka memberi (loman).

Tembang ini mengharapkan manusia yang loman (suka memberi) bisa menolong sesama mahluk hidup tanpa rasa takabur. Seperti halnya cinta kasih Allah yang telah memberikan segala berkahnya kepada manusia, tanpa meminta imbalan. Sehingga manusia sebagai pengejawantahan-Nya haruslah bisa mencontoh zat Rahman dan Rahim tersebut.

Pucung adalah gambaran dari fase kematian manusia. Kata Pucung diadaptasi dari kata pocong, artinya mayat yang dibungkus kain mori. Masyarakat Jawa menamainya sebagai bentuk puenak, yaitu seseorang sudah mencapai puncak kehidupan atau sudah habis perannya di dunia.

Pemilihan kain mori juga mengandaikan kesempurnaan hidup dunia dan akhirat. Karena manusia yang meninggal ia sudah mencapai kesempurnaan (kebahagiaan) tidak memikirkan dunia yang ll

? Kedua:
Sunan Majagung dan Sunan Kudus
(Tembang Maskumambang)

Maskumambang adalah emas segantang. Hal ini merupakan kesungguhan hati dalam pengabdian. Seperti dalam keluarga, seorang anak diharapkan bisa menjadi sosok yang membanggakan bangsa dan negara.

Maskumambang berarti emas yang terapung. Emas wujud dari sebuah keberhasilan dalam mewujudkan kebaikan, dan meniadakan kemungkaran. Sunan Majagung mempraktikkannya dengan beribadah sungguh-sungguh kepada Allah supaya bisa mendapatkan emas di akhirat kelak.

? Ketiga:
Sunan Kalijaga.
(Tembang Dhandanggula)

Dhandhanggula adalah kemapanan sosial; kesejahteraan, tercukupi sandang, papan dan pangan.

Dhandhanggula berasal dari kata dhandhang dan gula, berartikan pengharapan akan yang manis.

Hidup itu jangan dibuat rumit, buatlah enak dan menyenangkan, membawa sebuah harapan untuk menuju kebahagiaan.

? Keempat:
Sunan Bonang.
(Tembang Durma)

Tembang Durma “harimau”.
Harimau adalah lambang dari 4 nafsu manusia, yaitu : ego centros – nafsu angkara, polemos – nafsu mudah marah/berangasan, eros – nafsu birahi/sofia, relegios – nafsu keagamaan, kebenaran dan kejujuran.

Durma adalah darma (perilaku kebajikan). Karena setiap manusia memiliki sifat kebajikan.

Dalam dakwahnya beliau mengunakan tembang Durma yang dibagi menjadi dua; Dur dan Ma. Dur memiliki artian ‘mundur’ dan Ma adalah ‘lima’ perkara, yaitu: madon (berzina), minum (mabuk), madat (narkoba), main (judi) dan, maling (mencuri). Sehingga ketika manusia sudah bisa menjauhi M-lima ini, ia akan meraih kemenangan (baboning kemenangan atau Bonang).

? Kelima:
Sunan Muria dan Sunan Drajat.
(Tembang Sinom, Kinanthi dan Pangkur).

Sinom adalah masa yang indah penuh harapan kebajikan. Masyarakat Jawa mengambarkannya sebagai daun muda (pupus) dari pohon asam, atau rambut halus yang berada di atas dahi. Tembang ini mengambarkan orang yang baru masuk Islam. Sebagaimana manusia muda yang masih bersifat positif, karena kondisi masih bersih lahir dan batin.

Kinanthi adalah masa pembentukan jati diri untuk mengapai cita-cita. Kinanthi berasal dari kata kanthi diberi sisipan in menjadi ‘kinanthi’. Artinya dikanthi, digandheng atau ditemani.

Seperti halnya orang yang masih ‘buta’ dari petunjuk Allah, ia harus dituntun untuk mengetahui hakikat Allah; njowone mamayu hayuning bawana.

Dalam hal ini manusia harus berteman baik dengan seluruh mahluk hidup, tidak bermusuhan dan memiliki ketentraman hati, barulah akan mengerti hakikat Allah.

Pangkur serapan dari kata nyimpang dan mungkur yang berarti petuah serta pengingat-ingat agar kita tetap waspada agar jangan sampai menyimpang dari ajaran al-Quran dan Hadis sebagai pedoman hidup.

Kita juga harus mulai juga menata diri menjauhi dan meninggalkan segala bentuk kemungkaran.

? Keenam:
Sunan Giri.
(Tembang Megatruh dan Gambuh dan menginovasi Kinanthi, Asmarandhana dan Pucung)

Tembang Megatruh yang berisi ajaran meninggalkan alam kotor.
Megatruh adalah tahapan di mana ruh terlepas dari jasad. Keterlepasan ini bisa disebabkan oleh berbagai macam. Tetapi, secara garis besar, masyarakat Jawa mengasosiasikannya dengan sangkan-paraning dumadi.

Periode ini menggambarkan kembalinya roh suci ke roh Agung. Manifestasi sangkan-paraning dumadi itu dimulai dari melepaskan ketergantungan dari jasad yang bersifat keduniawian.

Gambuh artinya jumbuh (bersatu). Tembang ini memiliki komitmen untuk menyatukan cinta keluarga, sosial dan alam. Hal ini merujuk pada kehidupan manusia yang tidak terlepas dari ketiga unsur tersebut. Seperti halnya Pangkur, tembang ini mengajarkan manusia agar senantiasa melakukan hal positif dalam setiap prilakunya.

? Ketujuh:
Sunan Gunung Jati dan Sunan Kudus
(Tembang Mijil)

Tembang ini mencerminkan proses kelahiran manusia. Walisanga menggambarkan Mijil sebagai dimensi ‘ruang dan waktu’ yang memiliki beberapa faktor:
1) waktu yang sesuai, yaitu mengingatkan akan kedisiplinan waktu antara bekerja dan beribadah, keduanya harus memiliki keseimbangan;

2) tempat (empan-papan), artinya melihat kondisi tempat yang baik untuk mengaji;

3) keadaan, yaitu melihat siapa dan kepada siapa kita mengaji. Sehingga terbentuklah metode dakwah yang baik.

Hal ini menggambarkan epistemologi kehidupan orang Jawa. Pengetahuan tentang Tuhan dan kehidupan direalisasikan melalui metode dakwah berupa tembang Macapat oleh Walisanga.

Penulis: Hindun Shalihah

- Advertisement -

Berita Terkini