Mu’alimin: Sosok Antagonis yang Loyal dan Humanis

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Halo sobat pembaca. Tentu sudah tidak asing lagi dengan nama Muhammad Mu’alimin yang biasa dipanggil Mualimin Melawan, bukan? Apalagi bagi kader-kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tentu sangat familiar. Sosok ini sudah malang melintang di dunia pergerakan.

Muhammad Mu’alimin lahir pada 8 November 1992 di daerah penting pada masa Kerajaan Majapahit, karena berfungsi sebagai pelabuhan dan portal utama. Berbagai julukan disematkan pada kota asalnya, misalnya ‘Kota Seribu Goa’ dan ‘Bumi Ronggolawe’, tepatnya di Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.

Ia memiliki tubuh yang tidak terlalu tinggi, rambutnya hitam tebal, badannya tegap, sorot matanya sendu namun tegas. Pendidikannya ditempuh di MAN 2 Tuban.

Dia tercatat menjadi mahasiswa fakultas hukum di Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) pada tahun 2011. Strata 1 berhasil dituntaskan hampir 6 tahun, lulus tahun 2017. Tahun ini, dia sedang menempuh pendidikan strata 2 di Pascasarjana hukum Universitas Nasional.

Dunia kemahasiswaannya diwarnai dengan berbagai kegiatan yang membuat nalarnya semakin tajam berpikir. Daya kritisnya semakin matang ketika menjadi wartawan investigasi. Selain itu, dia tergabung ke dalam Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI). Selama aktif menjadi mahasiswa, dia pernah mengabdikan diri di salah satu organisasi mahasiswa Islam pertama di Indonesia, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Dia Warga perguruan silat PSHT. Dan aktif di organisasi kemahasiswaan BEM. Dia tercatat menjadi Ketua Umum HMI Komisariat Al Azhar periode tahun 2015–2016. Ketua Umum BPL HMI Cabang Jakarta Selatan tahun 2017–2018. Saat ini menjadi salah satu pengurus BPL PB HMI periode 2018–2020.

Kuliah di jurusan hukum, sedikit banyaknya telah mempengaruhi cara berpikir, dan memantik jiwa protes dalam dirinya untuk bangkit. Dalam sejarah hidupnya, tak terhitung berapa kali mengikuti aksi untuk menyuarakan ketidakadilan dan mengkritisi apapun yang dianggapnya salah. Demonstrasi adalah hobinya.

Di hadapannya tak ada ketakutan selain kepada Tuhan. ‘Sang Pemberontak’ begitu lekat pada sosok satu ini. Dengan nama pena ‘Mualimin Melawan,’ dia menciptakan kultus pada dirinya menjadi sosok yang ‘nyentrik’ dari segi pemikiran dan banyak dibicarakan orang.

Tulisannya termuat di berbagai media massa yang ditulis begitu tajam dan menohok. Gaya tulisannya yang terkesan sarkas dan apa adanya, membikin tidak sedikit pihak merasa tersindir atau bahkan sakit hati membacanya. Dia sering mendapat kecaman, hujatan bahkan cibiran. Tapi dia selalu maju, tak pernah takut.

Sosok yang menyeramkan, itulah yang terlintas di pikiran saya ketika pertama kali membaca postingannya di beranda Facebook. Rasa segan berbalut takut menyurutkan saya untuk sekedar menyapa dan mengomentari tulisannya di facebook kala itu. Saya biasa memanggilnya Abang Ali.

Entah darimana kedekatan kami bermula. Perlahan image menyeramkan itu sedikit memudar. Awalnya saya menilai Bang Ali tak lebih dari orang asing. Saat ini, dia sudah saya anggap seperti abang sendiri. Tak masalah dia menganggapku seperti apa. Aku tidak peduli.

Masih jelas teringat pertama kali saya dan Bang Ali bertemu. Waktu itu ketika training Senior Course di HMI Cabang Cilegon. Saya hadir untuk membantu screening peserta, tiba-tiba dapat kabar bahwa dia sedang perjalanan menuju Kota Baja, Cilegon. Bang Ali datang bersama Sekum BPL Cabang Jakarta Selatan, Bang Andre Kurniawan.

Kesan pertama kali masih sama. Dingin, bicaranya ceplas-ceplos, tapi sederhana dan apa adanya. Di balik sosoknya yang misterius, ia adalah abang yang perhatian. Hal itu saya rasakan sendiri, meski terkadang perhatiannya berbeda dari kebanyakan orang.

Sejak pertemuan itu, komunikasi kami berjalan baik. Tak jarang, ia meminta saya untuk membantu mengelola, namun selalu bentrok. “sombong sekali kamu ini tidak mau mengelola ke luar” itu ucapnya.

Untuk menebusnya, saya berjanji bersedia dan meluangkan waktu. Qodarrullah, kami dipertemukan kembali di arena training. Waktu itu ketika Intermediate Training HMI Cabang Tangerang.

Pada desember 2019, saya diamanahkan untuk menjadi Koormot pada Basic Training di HMI Komisariat Al-Azhar (UAI) Jakarta. Awalnya saya tidak percaya diri karena ini pengalaman pertama menjadi Koormot di cabang luar. Namun lagi-lagi Bang Ali meyakinkan, mencambuk pikiran dan keberanian saya untuk terus belajar dan belajar.

Perkenalan yang masih terbilang muda, Bang Ali banyak memberikan motivasi dan pembelajaran berharga. Semangat menulisnya terus dia tularkan dan tidak bosan-bosan mendukung saya untuk terus berkarya. “Tulislah apapun yang ini kau tulis. Hidup cuma sekali, banyakin karya,” itu ucapnya.

Sosok kader HMI yang bukan hanya mengandalkan retorika belaka, namun karya nyata. “Gadis Pembangkang,” adalah sebuah maha karya novel dari seorang kader antagonis namun memiliki jiwa yang loyalis dan humanis, akan segera rilis minggu ini.

Rasa penasaran dan tidak sabar ingin segera membaca rupanya bukan hanya saya yang mengalami. Buku ini telah banyak ditunggu oleh para pembacanya, banyak dipesan bahkan sebelum rampung diterbitkan. Saya pribadi sebagai perempuan dibuat penasaran dengan tokoh ‘gadis’ dalam novel ini.

Bagaimana sang penulis menceritakan ganasnya gadis ini dalam menentang hegemoni kekuasaan, kemerdekaan yang mati serta kebudayaan yang diterapkan secara tak masuk akal. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan rupanya tidak merubah image perempuan yang dianggap lemah, baperan, ditambah budaya patriarki yang masih mengakar kuat di negeri ini.

Jelas, novel ini akan menjadi bacaan menarik yang bisa dinikmati siapa saja untuk membebaskan pikiran-pikiran yang masih terkungkung doktrin dan egosentris. Akhir kata, semoga karya ini bermanfaat dan mampu membuka nalar kritis para aktivis flegmatis, menampar secara halus elit borjuis kapitalis.

Penulis: Ana Khairun Nisa (Bendahara Umum HMI Cabang Serang)

- Advertisement -

Berita Terkini