Lidah Digital

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Islam bukan agama yang anti perubahan. Meskipun demikian, lslam punya prinsip-prinsip yang tak boleh dilanggar.

Islam memosisikan media sosial hanya sekadar alat dan bukan tujuan. Media sosial sebagai wasîlah, bukan ghâyah.

Sebagaimana pisau yang bermanfaat jika digunakan memasak dan merugikan jika dipakai melukai orang lain, begitu juga dengan media sosial.

Media sosial banyak memiliki potensi positif tapi sekaligus negatif.

Semakin meningkatnya pengguna media sosial tidak menjamin semakin berkualitas dari segi pemanfaatannya.

Banyak kita jumpai media sosial hanya di jadikan ajang pamer (riya’) amal kebaikan yakni usaha mencari citra kesalehan di mata masyarakat.

Secara tidak langsung hal ini menggeser maksud ibadah yang semestinya hanya untuk Allah namun dengan media sosial, ibadah menjadi wahana untuk popularitas dan kebanggaan diri.

Media sosial juga kerap menjadi arena caci maki antar kelompok yang berbeda agama, aliran, pandangan politik, dan sejenisnya.

Tak jarang pula, media sosial disesaki dengan debat kusir, saling menjatuhkan, ghibah (gosip), fitnah, berita bohong, hingga memicu peningkatan jumlah musuh-musuh baru dalam kehidupan seseorang.

Hanya berbekal jari tangan dan ‘pikiran keruh’ dalam sekejap kita sudah membuat ‘banyak mudarat’ untuk orang lain.

Kita ketahui bersama bahwa antara karakter seorang Muslim adalah mampu menjamin saudaranya dari malapetaka tangan dan lisannya.

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar r.a Rasulullah SAW bersabda;

المسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ ,والمهاجِرَ مَنْ هَجَرَ مَا نهَى اللهُ عَنْهُ

“Yang disebut dengan muslim sejati adalah orang yang selamat orang muslim lainnya dari lisan dan tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang berhijrah dari perkara yang dilarang oleh Allah .”
(HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 40 )

Imam Abu Hamid bin Muhammad al-Ghazali dalam kitab “Bidâyatul Hidâyah” menjelaskan bahwa lisan manusia terdiri dari dua jenis, yakni lidah yang berada di dalam mulut dan lidah berupa qalam (pena) atau “lidah digital”.

Tulisan memiliki fungsi yang mirip dengan pembicaraan. Qalam dalam konteks hari ini bisa di identikkan dengan media sosial yang memiliki peran sama, yakni memproduksi tulisan yang pengaruhnya bisa negatif maupun positif.

Maka dari itu, bersikap bijaklah terhadap lidah digital ini. Berbagai kemudahan yang disediakan sering membuat peselancarnya berjam-jam melewati batas kebutuhan yang semestinya.

Orang kadang tak hanya bertegur sapa dengan sesama atau publikasi aktivitas di medsos, tapi juga sampai pada kegiatan-kegiatan mubazir bahkan maksiat.

Saat seseorang terlalu tergantung pada media sosial, pertanyaan penting yang disodorkan adalah siapa yang sesungguhnya lebih berkuasa; “media sosial atau manusianya?”

Sebagai wasîlah, media sosial merupakan perantara bagi banyak hal baik.

Melalui media sosial, seseorang dapat dengan mudah bersilaturahim dengan orang lain yang di dunia nyata terkendala jarak geografis.

Media sosial punya fungsi mempersatukan yang semula terpisah, memberi ruang komunikasi yang semula tanpa kabar.

Fungsi positif lain yakni menjadi alat untuk mendistribusikan pesan kebaikan secara luas dengan mudah. Kita dengan mudah membagikan informasi dan ajakan kebaikan melalui kajian-kajian yang kita tuliskan. Misalnya, soal cara mendidik buah hati, tips hidup sehat, atau wawasan bermanfaat lain, hingga menjadikan media sosial sebagai media syi’ar yang memberikan pendidikan kepada publik tentang nilai-nilai Islam yang mencerahkan, rahmatan lil ‘alamin.

Allah SWT berfirman;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan carilah wasîlah yang mendekatkan diri kepada-Nya dan berjihadlah pada jalan-Nya supaya kalian mendapat keberuntungan”.
(QS. Al Maidah ayat 35)

Wasîlah dalam konteks ini bisa kita perluas pengertiannya yang mencakup berbagai jalan, mekanisme, dan sarana yang bermanfaat untuk kebaikan, terutama untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Jika media sosial merupakan wasîlah, maka ghâyah-nya Allah SWT.

Fungsi positif media sosial dapat kita realisasikan ketika menguasai media sosial dan bukan dikuasai media sosial.

Media sosial hanya menjadi elemen sekunder bagi aktivitas kebaikan dan bukan sebaliknya medsos mendorong kita untuk terperosok pada perbuatan sia-sia, atau bahkan merugikan diri sendiri dan orang lain.

Dengan menyadari fungsi dari media sosial, semoga kita mampu mendudukkan diri secara proporsional dan menebar manfaat bagi manusia dan alam sekitar.

Wallahu a’lam.
Semoga bermanfaat.

Penulis: Hindun Shalihah

- Advertisement -

Berita Terkini