Social Role Media Massa dan Media Sosial

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Manusia dalam analisis Wilson “Need to Find Order and Meaning In the Environment”, manusia butuh untuk meningkatkan pengetahuan terhadap lingkungan dimana ia hidup. Atas dasar itu kemudian manusia butuh banyak informasi. Informasi digunakan untuk meningkatkan kemampuan kognitif supaya dapat memaknai lingkungan.

Kebutuhan manusia terhadap informasi adalah dasar manusia berkehidupan secara komunal. Dia harus mengkonsumsi informasi sebanyak mungkin agar dapat memaknai segala sesuatu yang berkeliaran di lingkungannya, dia bisa hidup sebagaimana standart orang hidup di lingkungannya. Setiap manusia mencoba mempraktikkan informasi tersebut. Perkembangan zaman tidak mengubah kebutuhan dasar itu, melainkan metode dan cara memperoleh informasinya yang berbeda, secara keseluruhan prilaku manusia informasi modern dikenal dengan Informaveros (Wilson).

Kehidupan Informaveros ditopang penuh dengan perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi dasawarsa ini. Fakta ini dapat di lihat dari tingginya pengguna internet untuk memperoleh informasi karena lebih luas, cepat serta efektif. Teori Use and Gratification mengatakan ada kepuasan yang diperoleh oleh pengguna internet. Tidak heran jika hari ini banyak bermunculan media-media informasi yang tergabung dalam internet, sebab media ini semakin mempermudah manusia mendapatkan informasi. Akibatnya, kebutuhan-kebutuhan lain juga terpenuhi dengan mudah, seperti kebutuhan komunikasi, transfer, belanja dan sebagaianya.

Dalam teori komunikasi aktivitas itu disebut komunikasi massa, yakni komunikasi yang melibatkan media massa sebagai alat penyampaian informasi dari komunikator. Informasi yang disampaikan kepada publik bersifat satu arah atau linier. Media massa merupakan alat dari komunikasi massa untuk mencapai tujuan komunikasi antara komunikator dan komunikan. Saluran media massa mayoritas berbentuk Audio (Radio), Cetak (Koran) dan audio visual (Televisi). Media massa diciptakan dengan dalih untuk memperkaya informasi yang dikonsumsi masyarakat dengan kualitas pesan terpercaya. Penyajian informasi media massa terkenal kredibel dari masa ke masa sebab prosesnya yang begitu hati-hati. Ada tim khusus untuk meliput peristiwa di lapangan, ada bagian khusus untuk mengoreksi hasil peliputan, begitu pula seterusnya, sebelum informasi itu di publikasikan ke publik. Proses panjang yang terjadi pada media massa sejatinya meminimalisir kecacatan dalam komunikasi. Jika salah kata maka akan mempengaruhi makna, dan bila makna salah maka maksud yang dituju juga pasti salah. Sebab itu, media massa bersifat melembaga, terdapat pengelola secara terstruktur dan dapat dipertanggungjawabkan secara keseluruhan, mulai dari kualitas peliput (Reporter), sensor dan keseimbangan informasi. Atas dasar ini kemudian dibuat Undang-Undsng tentang Pers atau Jurnalistik.

Saat ini, media massa tidak hanya disalurkan melalui cetak dan televisi sebagaimana umumnya, sudah disediakan informasi yang bersifat online, terhubung dengan internet, lebih mudah diakses dan cepat. Kerjasama ini merupakan wujud saling membutuhkan untuk kapabilitas kedua belah pihak. Internet menyediakan layanan cepat dan luas untuk membantu manusia mencari informasi, sedangkan media massa penyedia jasa informasi yang diperoleh langsung dari peristiwa lapangan. Jika perusahaaan media massa gagal untuk bekerja sama dengan internet maka tinggal menunggu waktu yang tepat untuk gulung tikar. Satu sisi tantangan media massa selesai.

Zaman teknologi sudah barang tentu perkembangan alat dan pengetahuan sangat pesat, bahkan hampir setiap detik ada penemuan baru di dunia ini. Kehadiran media sosial telah menjadi tantangan baru bagi perusahaan media massa. Media sosial secara garis besar mempunyai peran yang sama dengan media massa sebagai penyedia informasi. Media sosial memberikan ruang bagi siapapun untuk menyebarkan informasi dan berperan sebagai wartawan/reporter (Citizen Journalism) sebagaimana yang ada di media massa.

Media sosial telah membuat kondisi jurnalistik berubah, terutama dalam proses penyajian berita. Munculnya aplikasi medsos seperti Facebook, Instagram, whatsApp, line dan lain sebagainya betul-betul membantu manusia untuk mendapat infomasi lebih akurat lagi. Setiap pengguna medsos bisa sewaktu-waktu menjadi reporter dan menyebarkan berita di media sosial tanpa melalui tahapan-tahapan koreksi seperti yang ada di media massa, informasi yang sampai pada publik lebih cepat dari pada media massa. Pada sesi ini media sosial lebih unggul dari media massa. Tak heran jika banyak media massa gulung tikar sebab tidak mampu berkompetisi dengan media sosial, terutama media massa yang ratingnya lemah di mata publik. Maka hampir dipastikan akan segera ludes.

Dari beberapa hasil penelitian terhadap pengguna medsos menyatakan bahwa dalam proses penyebaran informasi, media sosial dikenal sangat cepat atau akurat. Informasi bisa tersebar ke seluruh dunia dua menit setelah peristiwa terjadi. Sungguh menakjubkan apabila kita bandingkan dengan zaman nenek moyang kita. Hal ini berbeda dengan media massa, yang perlu tahapan-tahapan produksi untuk mempublikasikan informasi, perlu diuji kebenarannya melalui prosedur yang disepakati bersama dewan pers. Umumnya informasi media massa dipublikasikan keesokan hari setelah peristiwa terjadi.

Sebab keakuratan media sosial maka potensi untuk membuat hoaks atau berita bohong lebih besar media sosial, hal ini disebakan karena setiap pengguna media sosial bisa menjadi seorang jurnalis yang bisa menyebarkan informasi kapanpun dimanapun dan dalam kondisi apapun, tanpa ada tahapan produksi sebagaimana yang ada pada media massa. Nah, disini potensi hoaksnya jelas lebih besar dari pada media massa cetak. Poin besar yang dimiliki media massa sejatinya ada pada sistematika penyajiam berita. Informasi media massa dapat dipertanggungjawabkan sebab ada lembaga yang mengelola dan undang-undang yang mengaturnya. Hal tersebut tidak ada pada media sosial.

Dalam penyampaian informasi sering terdapat perbedaan antara media massa dan media sosial, seperti yang diberitan Suara.com pada 9 Mei 2019, 19:01 WIB yang berjudul “Ketua Dewan Pers: Media Massa Jangan Jadikan Media Sosial sebagai Rujukan”.
Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengingatkan media massa mainstream (arus utama) untuk tidak menjadikan media sosial sebagai rujukan karena hal itu akan berisiko membuat masyarakat memercayai hoaks dan tidak percaya pada lembaga resmi yang kredibel.

“Kasus jutaan tenaga kerja asal China dan pernyataan Pak Wiranto akan menutup media massa merupakan bukti bahwa media massa sudah memakai medsos sebagai rujukan, padahal informasinya hanya berbasis ‘talking news’ dan bukan presisi (berbasis data/akurasi),” kata Yosep di Denpasar, Bali, Kamis (9/5/2019).

Yang dimaksud Yosep adalah hoaks tentang masuknya 10 juta tenaga kerja asing asal China ke Indonesia serta kabar bahwa Menteri Kordinator Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia, Wiranto, akan menutup media massa yang dinilai menghasut atau memprovokasi masyarakat.

“Padahal, pernyataan Presiden Jokowi sesungguhnya adalah pemerintah akan mendatangkan 10 juta wisatawan Cina. Namun, dipelintir medsos menjadi pemerintah akan mendatangkan 10 juta tenaga kerja China dan celakanya pelintiran itu diambil media massa tanpa konfirmasi,” beber Yosep. Akhirnya, pemerintah pun kelabakan untuk meluruskan dengan waktu yang cukup lama hingga lebih dari 2,5 bulan, termasuk pihak imigrasi yang perlu menegaskan bahwa keluar masuknya Warga Negara Asing (WNA) itu selalu memakai perizinan dan kedatangan 10 juta tenaga kerja Cina itu tidak benar adanya. “Yang mengkhawatirkan informasi bantahan itu masih dipelintir oleh medsos bahwa imigrasi ada di pihak pemerintah sehingga informasinya bisa dipertanyakan. Kalau lembaga resmi yang kompeten seperti imigrasi saja tidak dipercaya, semuanya bisa kacau. Itulah akibat dari informasi medsos yang dipelintir tetapi justru dipakai media massa hingga bergulir ke mana-mana,” katanya.Hal yang sama juga terjadi pada pernyataan Menkopolhukam tentang rencana menutup media massa.

Begitulah realitas media massa dan media sosial di sekitar kita, manusia Informaveros tidak di nilai seberapa banyak mengkonsumsi informasi, melainkan informasi seperti apa yang telah dikonsumsi. Cerdas bermedia sosial harus pula menjadi prinsip para User, artinya mampu menggunakannya sesuai Role media itu sendiri. Hentikan aktifitas tidak produktif di medsos seperti menyebarkan informasi bohong, apalagi menghina pihak tertentu. Mari bangun kesadaran besar melalui aktifitas kesadaran kecil. Insya Allah Negeri ini aman.[]

Penulis: Ahmad Ma’mun
Mahasiswa IAIN Jember Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Tahun 2017.

- Advertisement -

Berita Terkini