Jumat Mubarak

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Hari Jum’at merupakan sayyidul ayyam. Jum’at mempunyai keistimewaan dibandingkan hari lain.

Jika nama-nama hari yang lain menunjukkan urutan angka (ahad artinya hari pertama, itsnain atau senin adalah hari kedua, tsulatsa atau Selasa adalah hari ketiga, arbi’a atau Rabu adalah hari keempat dan khamis atau Kamis adalah hari kelima), maka Jumat adalah jumlah dari kesemuanya.

Menurut sebagian riwayat kata Jum’at diambil dari kata jama’a yang artinya berkumpul. Yaitu hari perjumpaan atau hari bertemunya Nabi Adam dan Siti Hawa di Jabal Rahmah.

Kata Jumat juga bisa diartikan sebagai waktu berkumpulnya umat muslim untuk melaksanakan kebaikan –shalat Jumat-.

Salah satu bukti keistimewaan hari Jum’at adalah disyariatkannya shalat Jumat. Yaitu shalat dhuhur berjamaah pada hari Jumat. -Jum’atan-. Bahkan mandinya hari Jum’at juga mengandung unsur ibadah, karena hukumnya sunnah.

Dalam kitab “Al-Hawi Kabir” karya al-Mawardi, Imam Syafi’i menjelaskan sunnahnya mandi pada hari Jumat.

Meskipun shalat Jum’at dilaksanakan pada waktu shalat dzuhur, namun mandi Jumat boleh dilakukan semenjak dini hari, setelah terbit fajar.

Salah satu hadits menerangkan bahwa siapa yang mandi pada hari Jum’at dan mendengarkan khutbah Jum’at, maka Allah akan mengampuni dosa di antara dua Jum’at.

Oleh karena itu, baiknya kita selalu menyertakan niat setiap mandi di pagi hari Jumat. Karena hal itu akan memberikan nilai ibadah pada mandi kita.

Inilah yang membedakan mandi di pagi hari Jum’at dengan mandi-mandi yang lain. Empat Puluh Orang Shalat Jum’at (Jum’atan) bisa dianggap sebagai muktamar mingguan (mu’tamar usbu’iy) yang mempunyai nilai kemasyarakatan sangat tinggi. Karena pada hari Jum’at inilah umat muslim dalam satu daerah tertentu dipertemukan. Mereka dapat saling berjumpa, bersilaturrahim, bertegur sapa, saling menjalin keakraban.

Dalam kehidupan desa Jum’atan dapat dijadikan sebagai wahana anjangsana. Mereka yang mukim di daerah barat bisa bertemu dengan kelompok timur dan sebagainya.

Dalam lingkup perkotaan, Jum’atan ternyata juga mampu menjalin kebersamaan antar karyawan. Mereka yang setiap harinya sibuk bekerja di lantai enam, bisa bertemu sesama karyawan yang hari-harinya bekerja di lantai tiga dan seterusnya.

Kebersamaan dan silaturrahim ini tentunya sulit terjadi jikalau Jum’atan boleh dilakukan seorang diri seperti pendapat Ibnu Hazm, atau cukup dengan dua orang saja seperti qaul-nya Imam Nakho’i, atau pendapat Imam Hanafi yang memperbolehkan Jum’atan dengan tiga orang saja berikut imamnya.

Menurut Imam Syafi’i Jum’atan bisa dianggap sah jika diikuti oleh empat puluh orang lelaki.

Dengan kata lain, penentuan empat puluh lelaki sebagai syarat sah sholat Jum’at oleh Imam Syafi’i memiliki faedah yang luar bisa.

Hal ini membuktikan betapa epistemologi aswaja (Ahlussunnah wal jama’ah) yang dipraktikkan oleh Imam Syafi’i selalu mendahulukan kepentingan bersama.

Kebersamaan dan persatuan umat dalam pola pikir aswaja merupakan hal yang sangat penting. Tidak hanya dalam ranah akidah dan politik saja, tetapi juga dalam konteks ibadah.

? Sejarah Penamaan Hari Jum’at

Nama-nama hari pada masa Arab Jahiliyah adalah;
1. Syiyar (Sabtu),
2. Awwal (Ahad),
3. Ahwan (Senin),
4. Jubar (Selasa),
5. Dubar (Rabu),
6. Mu’nis (Kamis),
7. ‘Arubah (Jumat).

Hari-hari ini merupakan tahap kedua, yang sebelumnya mereka membuat nama-nama hari, pertiga hari dalam satu bulan, misalnya;
::: Tanggal 1-3 ; Gharar,
::: Tanggal 4-6 ; Samar,
::: Tanggal 7-9 ; Zahar,
::: Tanggal 10-12 ; Darar,
::: Tanggal 13-15 ; Qomar,
::: Tanggal 16-18 ; Dara’,
::: Tanggal 19-21 ; Dholam,
::: Tanggal 22-24 ; Tsalatsu Anadis
::: Tanggal 25-27 ; Tsalatsu Dawari
::: Tanggal 28-30 ; Tsalatsu Muhaq

Setelah Islam datang, nama-nama tersebut berubah, di antaranya adalah;’Arubah, menjadi hari Jumat.

Penamaan hari Arubah sebelum menjadi hari Jumat, menurut Ibnu Abdul Bar, karena hari itu adalah hari; “berbangga-banggaan, kepongahan, bergagah-gagahan, berhias, dan kasih sayang”.

أن يوم العروبة آت من جذرين، الأول عرب، وهو الانكشاف والظهور والثاني بمعنى التزين والتودد

“Dan dalam beberapa kajian, hari itu (‘Arubah), adalah hari di mana orang Arab menampilkan; hasil karyanya (puisi), hasil perdagangannya, temuan sihirnya, dan lainnya. Yang hari sebelumnya, mereka berlomba-lomba mencari inspirasi, berdagang dengan strategi, dan berlatih menguapkan sihirnya”.

Ketika Islam datang, turunlah Ayat berikut;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
(Q.S Al-Jumu’ah: 9).

Sehingga, mereka yang menjadikan hari ‘Arubah sebagai ajang pamer sihir, puisi, dan harta, menjadi hari yang penuh dengan keimanan, hari mendekatkan diri kepada Allah, dan menjadi hari persatuan umat, serta ajang silaturahim akbar.

Bersambung…

Penulis: Hindun Shalihah

- Advertisement -

Berita Terkini