Konsep Keteladanan Terikat oleh Ruang dan Waktu

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Pada abad lamanya, adakah waktu untuk kita memberikan kedamaian di antara orang yang sedang membicarakan Kebangsaan? Adakah waktu untuk kita membicarakan Keislaman? Adakah waktu untuk kita membicarakan Keindonesiaan? Adakah waktu untuk kita berbicara ajaran para Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya? Ataukah adakah kematian yang indah yang harus kita bicarakan?

Indonesia semakin jauh dari sebuah harapan moralitas Bangsa Indonesia, nilai-nilai Kebangsaan yang diabstraksi justru melahirkan pemikiran-pemikiran barat yang dinamakan persaingan, untung rugi dan sikap masa bodo. Seharusnya justru mampu melahirkan sebuah tatanan konsep peradaban yang terikat oleh ruang dan waktu dalam mengajarkan kasih sayang terhadap Bangsa-Nya. Bukan sebaliknya, dimana umat manusia selalu mengalami perpecahan dan lumpuh secara potensi bahkan moral. Hasrat kesatuan pun seharusnya melekat di Negeri Ripaloh Jinawi, bukan hanya sebatas icon yang di navigasikan di luar nalar kemanusiaan.

Narasi hebat tentu memiliki dasar kebenaran seperti; Michael Hart adalah sosok yang pada tahun 1978 menyusun 100 orang paling berpengaruh dalam sejarah budaya manusia, sejak jaman Adam AS sampai kini. Buku ini menuai banyak kontroversi, khususnya karena di urutan no 1 di tetapkan seorang kelahiran dari jazirah Arabia. Sebuah tempat yang jauh dari perkembangan intelektual manusia, yang saat itu berpusat di Eropa. Sedangkan di Arabia saat itu masih jauh terbelakang, primitf, terdiri dari suku-suku yang suka saling berperang, terpecah belah.

Kelahirannya membawa suku bangsa ini pada perubahan besar. Tak bisa disangkal dalam tempo kurang dari 100 tahun, wilayah jangkauannya mencapai Granada Spanyol di barat, dan sampai India Utara di tepian timur. Tak pelak semua ilmu lalu berkembang pesat. Ibnu Farabi, Al Kindi, Al Jabar, Ibn Rusyd, Al Ghazali, Ibnu Sina , menjadi pemancang tiang fundamental kearah mana ilmu kelak akan berkembang.

Tatkala kontroversi semakin mencuat, lalu seorang psikoanalis yahudi berkebangsaan Amerika, Julius Masserman membuat semacam kriteria, mengapa lelaki Arab ini menjadi pemuka no satu dalam sejarah budaya manusia. Masserman menetapkan 3 aspek pokok yang paling mendasar untuk membuat variabel dan parameter penilaian, yaitu :

1. Mampu mensejahterakan secara ekonomi
2. Mampu memberikan rasa aman bagi penduduk diwilayahnya, baik mayoritas maupun minoritas.
3. Mampu memberikan seperangkat nilai, yang menjadi acuan keteladanan bagi pemeluknya.

Muhammad, Rasulullah SAW memenuhi dengan tepat 3 kriteria diatas. Ekonomi, keamanan dan seperangkat nilai. Tokoh yang bisa membuat perimbangan antara kepentingan di dunia saat ini, maupun di akhirat kelak. Figur yang enggan jadi martir, layaknya dalam pandangan romantisme. Yaitu kebaikan yang terbunuh oleh kejahatan, namun ajarannya tetap hidup sepanjang masa. Karena beliau bertekad untuk memerangi kejahilan di jamannya. Melalui pemeranan pemeranan ganda, baik sebagai seorang ayah, suami, guru, sahabat, panutan, bahkan sebagai panglima perang yang mengatur strategi di setiap pertempuran.

Ada banyak pemimpin lahir, sebelum dan sesudah beliau. Namun amat sangat jarang yang mampu memenuhi 3 kriteria pokok dari Masserman. Yang bahkan tetap diberlakukan 14 abad sesudah beliau wafat, oleh setidaknya 1,5 milyar umat muslim se-dunia.

Eisenhower, hanya bisa memberikan no 2, rasa aman selaku panglima perang. Mahatma Gandhi, hanya ekonomi dan nilai keteladanan, namun tidak rasa aman. Bill Clinton, memberi pertumbuhan ekonomi, namun nilai jumpalitan kena impeachment. Hitler, hanya ekonomi dan kekuatan perang jerman raya. Musa AS, yang dianggap paling mendekati, namun terbatas hanya bagi sekian juta umat yahudi.

Namun bukan itu persoalannya. Apakah umat beliau, juga mampu mengapresiasi gaya kepemimpinannya yang paripurna? yang kaffah, yang holistik komprehensif, utuh dan menyeluruh? Karena kita tahu persis, bahwa :

Korupsi, hanya untuk keuntungan pribadi, sementara ekonomi ummat semakin sengsara. Intoleransi, hanya mengamankan kelompoknya saja, namun beringas pada yang diluar kelompoknya. Inkonsistensi, hanya mencerminkan sistem nilai bunglon yang jauh dari keteladanan serta menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan.

Peristiwa tersebut memang lahir dari sebuah tatanan Barat untuk mengusai peradaban, menghancurkan Potensi Bangsa Indonesia serta merauk semua keuntungan melalui sumber daya alam-Nya. Sang Propagandists pun bergerak atas nama pembenaran yang seragam dalam merampas segala Potensi Bangsa Indonesia baik secara SDM & SDA. Dalam hal ini peradaban cenderung tidak diperhatikan dan pada akhirnya melahirkan perselisihan serta kesenjangan. Sudah saatnya, kita kembali pada keteladanan yang dicontohkan oleh Rasullulah SAW. Menjadi pemimpin yang mengayomi, yang mensejahterakan, tenggang rasa, gotong royong, tidak acuh tak acuh dalam merespon situasi lokal, nasional maupun international serta dapat mamemberikan contoh – contoh kecil keteladanan di Negeri Ripaloh Jinawi melalui semangat Kebangsaan dalam membumikan nilai-nilai Pancasila.

Jakarta, 6 January 2020
Penulis: Rahmat Nuriansah Ketua Bidang Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Eksplorasi Tekhnologi PKC PMII Jawa Barat

- Advertisement -

Berita Terkini