MUDANEWS.COM – Tidak sedikit orang memahami agama dan ilmu dengan cara yang kurang tepat. Bahkan, ada suatu kelompok yang membuat kontradiksi antara agama dan ilmu. Agama dijadikan hanya urusan ilahi atau akhirat saja, bicara hitam-putih, surga-neraka, pahala dan dosa. Akan tetapi tidak ada kajian lebih lanjut ke dalam dampak sosial (hablumminannas) dan ke lingkungan sekitar (hablumminal’alam). Walau ada yang coba melakukan pendekatan terhadap sosial dan mencoba menjawab tantangan zaman dengan pendekatan agama, maka mereka sering dituduh apologia kadang juga di tuduh sekularisme.
Bahkan, banyak sekali kelompok-kelompok agama yang sangat eksklusif dalam memahami ajaran agama. Baginya ajaran agama yang dia dapatkanlah yang paling benar, yang lain salah. Bahkan mengklaim kelompoknya lah yang paling benar dan masuk surga. Serta ada fanitisme yang buta tanpa kajian dan landasan pemahaman yang kuat. Ia hanya mendapatkan doktrinitas tanpa pernah menguji atau merenungkannya. Yang paling parah lagi berani mengkafirkan orang lain.
Begitu juga dengan ilmu, tidak sedikit yang memisahkannya dengan agama. Ilmu dianggap hanya ada di dunia ini, seperti ilmu sains dan cabang-cabang ilmu lainnya. Hal ini mengarahkan pada sebuah keegoisan manusia dan kesombongan manusia, sehingga puncaknya bisa ateisme kerena merasa mampu berdiri sendiri. Padahal tanpa ia sadari, ia bergantung pada hukum-hukum atau keadaan yang sudah milliaran tahun tercipta.
Dalam memahami agama dan ilmu tidak sedikit orang yang salah cara atau metodenya. Maksudnya, ia tidak tahu berangkat dari mana untuk memahami agama dan memahami ilmu. Tidak sedikit yang terjerumus dengan doktrinitas-doktrinitas yang bersifat kepentingan pribadi atau kelompok yang dibangun oleh seseorang atau ajaran yang dibuat seseorang untuk melancarkan misi-misinya yang buruk.
Baik, akan sedikit kita bicarakan berangkat dari mana seharusnya untuk memahami agama dan memahami ilmu. Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya yang sangat dikenal di dunia kampus, terkhusus dalam fakultas filsafat atau mata kuliah filsafat ilmu berjudul, “Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer” menjelaskannya dengan baik.
Jujun menjelaskan bahwa, agama merupakan pengetahuan yang bukan saja menggarap masalah-masalah yang bersifat transendental seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di akhirat nanti. Pengetahuan atau memahami agama ini harus didasarkan kepada kepercayaan akan hal-hal yang ghaib (transendental). Kepercayaan kepada Tuhan yang merupakan sumber pengetahuan, kepercayaan kepada nabi-nabi yang mana menjadi perantara Tuhan dengan ummat manusia lainnya dan kepercayaan terhadap wahyu sebagai cara penyampaian, merupakan dasar dari penyusunan memahami agama. Ditegaskan bahwa, kepercayaan merupakan titik tolak atau landasan utama dalam agama. Suatu pernyataan harus dipercaya dulu untuk dapat diterima, kemudian pernyataan itu bisa saja dikaji selanjutnya dengan metode lain. Agama tidak boleh tertutup untuk dibahas dan dikaji dalam kehidupan ini.
Secara rasional bisa dikaji umpamanya apakah pernyataan-pernyataan yang terkandung di dalamnya bersifat konsisten atau tidak. Secara empiris bisa dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung pernyataan tersebut atau tidak. Singkatnya kata Jujun, agama itu harus dipercayai terlebih dahulu, dan lewat pengkajian lain dapat dilakukan sehingga kepercayaan terhadap ajaran agama itu bisa meningkatkan atau menurun.
Selanjutnya, terkait ilmu terlebih dahulu berangkat dari sebuah keragu-raguan atau dengan rasa tidak percaya. Kemudian, maka dilakukanlah proses pengkajian secara ilmiah dan menggunakan berbagai macam metode apakah secara rasional maupun empirisme dengan masing-masing penalaran yang deduktif dan induktif. Lewat keraguan yang kemudian melakukan telaah atau kajian ilmiah maka bisa yakin atau juga dapat memahami suatu ilmu pengetahuan tersebut. Jika tidak, berarti bisa pada posisi semula, yaitu tetap meragukannya.
Dari penjelasan Jujun di atas dapat kita tarik pengetahuan bahwa untuk memahami agama itu harus dilandaskan pada kepercayaan kemudian selalu mengkajinya kembali. Agar supaya apa, tentunya supaya kita dapat memisahkan mana ajaran Tuhan mana ajaran manusia yang syarat kepentingan dengan mengatasnamakan agama apalagi membawa-bahwa nama Tuhan. Karena, hati ini tidak sedikit orang yang telah banyak mencemari ajaran Tuhan, menjual ayat-ayat Tuhan demi kepentingan kekuasaan politik golongan dan ajaran agama dijadikan topeng. Untuk itu kita sebagai yang belum banyak memahami ajaran agama kita masing-masing harus lebih giat untuk memahami ajaran Tuhan.
Sedangkan ilmu berangkat dari keraguan dengan tujuan agar kita selalu berkreativitas dan menemukan sesuatu yang baru atau menemukan kebenaran sebagaimana kepentingan ilmu pengetahuan itu sendiri. Tidak salah untuk meragukan apa pun dalam konteks ilmu pengetahuan yang didapatkan darimana pun, asal kita mengkajinya lagi. Tujuan selanjutnya suapaya kita tidak mudah untuk dibodohi atau ditipu oleh seseorang atau sebuah kelompok yang mengatasnamakan lembaga pendidikan dan peduli pendidikan, tapi nyatanya lembaga pendidikan yang bersarang ilmu pengetahuan dijadikan ladang bisnis. Dalam kajian ilmu pengetahuan pun, keraguan terhadap sesuatu dijadikan awal keberangkatan untuk menyelesaikan permasalahan.
Dan yang terakhir, memahami agama jangan lupa untuk meningkatkan literasi keagamaan yang tidak melepaskan diri dari hubungan sosial dan kehidupan sehari-hari hingga perkembangan zaman saat ini. Literasi yang rendah akan mempengaruhi pada kita dalam memahami agama. Bisanya jadi apa yang kita dengar atau apa yang kita lihat adalah tidak konsisten dengan apa yang ia ucapkan. Ahmad Wahib berpendapat dalam bukunya “Pergolakan Pemikiran Islam” bahwa, untuk mempelajari agama harus membaca sejarah-sejarah agama tersebut dan memplejari perjalan hidup para nabi tanpa melepaskan teks suci dalam kitab suci sebuah agama. Dan itu pun perlu untuk dikaji sehingga bisa diajarkan kepada masyarakat. Kemudian, memahami sebuah ilmu pengetahuan jangan lupa melakukan kajian-kajian lebih dalam dan melakukan penelitian-penelitian untuk mencari jawaban-jawaban atas apa yang telah diragukan.
Cukup sekian tulisan sederhana ini. Terimakasih sudah membaca. Mohon maaf pabila ada kesalahan penulisan dan pemikiran. Dan mudah-mudahan ada manfaatnya buat pembaca tulisan sederhana ini. Amiin.[]
Penulis : Ibnu Arsib (Penggiat Literasi di Sumut)