“Adakah HAM di Negeri Ini?”

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Akhir-akhir ini heboh kasus Novel Baswedan yang “katanya” sebentar lagi akan terungkap. Polisi telah menangkap dua terduga tersangka yang juga “katanya” anggota Polri. Ini tentu saja menjadi nafas baru bagi negeri utopis yang terus menciptakan dongeng-dongeng baru untuk dinikmati rakyat yang sejatinya sudah sangat cerdas.

Kasus Novel Baswedan adalah salah satu dari rentetan kasus Hak Asasi Manusia (HAM) yang tak pernah tuntas di negeri ini. Novel Baswedan diteror dengan cara disiram air keras pada 11 April 2017 setelah menunaikan salat Subuh di Masjid Al-Ihsan, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Penanganan kasus ini memakan waktu cukup lama. Bahkan sudah terhitung 989 hari lebih.

Kasus ini bukan kasus biasa, korban yang diteror juga bukan orang biasa. Novel Baswedan adalah salah satu dalang dimana banyak kasus Korupsi yang ditangani beliau, hingga ini mungkin membuat gerah beberapa oknum dengan eksistensinya hingga ingin menghabisinya.

Lalu, hari ini Indonesia dihebohkan dengan berita sudah tertangkapnya pelaku penyiraman air keras kepada Novel Baswedan yang terdiri dari dua orang, dan kedua-duanya anggota Polri aktif. Bagi penulis tidak ada yang istimewa dari siapa pelaku yang ditangkap, jika sekelas Polri atau Panglima TNI pun pelakukanya jika bukan aktor intelektualnya maka ini tidak ada efeknya bagi kasus ini.

Ketika penangkapan dua tersangka ini juga yang diungkap tidak terlalu serius, bahkan dikatakan pelaku hanya dendam pribadi, yaa, walaupun itu masih keterangan di awal tapi ini sudah mengindikasikan kedepannya tidak akan ada keseriusan dalam mengusut tuntas kasus ini.

Novel Baswedan sendiri juga ketika dimintai keterangan oleh salah seorang wartawan di salah satu televisi swasta juga tidak terlihat antusiasme dalam menanggapi penangkapan dua tersangka tersebut. Kasus yang katakanlah “dipaksakan” diungkap ini terlihat sangat canggung dan tidak memenuhi aspirasi pegiat HAM. Padahal kasus ini bukanlah kasus yang biasa, rakyat dan aktivis HAM sama sekali tidak menginginkan penangkapan pelaku penyiraman itu yang menjadi tolak ukur keberhasilan Polisi, tapi mengungkap sampai ke akar-akarnyalah yang menjadi harapan rakyat. Mungkin hingga dalang utama yang memiliki kepentingan itulah yang diusut oleh kepolisian.

Jika kasus ini tak serius diselesaikan, maka penulis juga tidak heran, karena memang kualitas hukum di Negeri ini termasuk yang tidak sehat. Begitu banyak kasus HAM yang tidak selesai, seperti Munir, Talangsari, Poso, juga yang baru-baru ini tindakan represif kepolisian pada aksi 21-23 Mei, aksi Mahasiswa atas tuntutan RKHUP, kematian hampir 700 lebih petugas KPPS pada Pemilu 2019, kasus di pembantaian etnis dan suku di Manokwari, lalu banyak lagi yang tidak terusut tuntas. Penulis menduga adanya lingkaran setan dalam hukum di Indonesia hingga banyak kasus HAM yang tidak bisa diselesaikan.

Lingkaran setan dalam tubuh Eksekutif, Yudikatif serta Legislatif membuat rakyat serta pegiat HAM bingung kepada siapa lagi harus mengadu agar terwujudnya keadilan dalam HAM. Presiden dan para Menteri terkait terlihat jika tidak dikatakan tak mampu tak serius dalam menangani setiap tindakan pelanggaran HAM. Atau memang benar-benar ada Invisible Hand yang berkorporasi dengan pengambil kebijakan di negeri ini hingga membuat negeri ini lumpuh. Semoga ini salah.

Mungkin faktor miskinnya Jiwa negarawan ditubuh Indonesia ini juga membuat negeri ini lemah, terlalu banyaknya aktor politik, dan “petugas” partai yang hidup di negeri ini hingga kebijakan-kebijakannya tak mampu menyentuh esensi apa yang diinginkan rakyat, tetapi hanya menyentuh kepentingan golongan dan kelompoknya saja. Juga dinegeri ini fanatisme dalam kelompok atau Partai sangat kentara, hingga lupa ada hak-hak rakyat yang harusnya menjadi domain utama untuk diperjuangkan. Seakan-akan ada dua kutub dalam pemikiran di negeri ini, pemikiran pro Pemerintah, yang begitu membabi buta mendukung pemerintah hingga lupa banyak kasus HAM yang tak berhasil diselesaikan atau pemerintah acuh tak acuh juga dibenarkan. Sedangkan kelompok selanjutnya ada dua kutub juga, yaitu kutub yang beroposisi memang karena politis dan kutub idealis yang selalu menyuarakan kebenaran, ini diwakili oleh pemikir, pengamat, serta aktivis HAM. Dan kutub kedua selalu menjadi bulan-bulanan pemerintah dalam kontestasi pertarungan pikiran.

Dari beberapa kutub itu terdapat orang-orang fanatisme dalam tubuh pemerintah yang selalu men”dewa”kan kebijakan pemerintah hingga mati nalar berpikir untuk keadilan. Benarlah kalimat Winston Churchill yang mengatakan “A fanatic is one who can’t change his mind and won’t change the subject.” Yang artinya : Seorang fanatik adalah orang yang tak bisa mengubah pendapatnya dan tak mau mengubah subyek pembicaraannya. Maksudnya ialah seorang fanatik tak akan mampu bersikap obyektif walau kebenaran sudah didepan matanya.

Jika negeri ini tak pernah obyektif dan tak pernah mau menyatu dalam menyuarakan kebenaran HAM maka sampai matahari terbit dari barat atau dunia ini habis negeri ini tak akan pernah maju dalam peradaban, malah akan mundur setahap demi setahap bahkan sehasta demi sehasta lebih primitif dalam hal kemanusiaan. Negeri ini harusnya sudah dewasa, dengan banyaknya problematika yang dihadapi selama 70 tahun lebih harusnya mampu belajar dan mau berbenah dalam mengurusi HAM.

Inilah tantangan generasi muda kedepannya untuk mengurusi negeri ini. Karena negeri ini terlalu banyak “sampah” tua yang harusnya diganti dan tak usah lagi mencampuri kebijakan-kebijakan demi perutnya semata, tapi negeri ini butuh negarawan yang benar-benar serius mengurusi hak-hak setiap manusianya.

Sekali lagi, mari kita berharap ada titik celah kebenaran dalam pengungkapan kasus Novel Baswedan dan mari beri sedikit kepercayaan kepada kepolisian untuk terus adil dalam menegakkan HAM di negeri ini. Jangan sampai negeri ini kering dan menjadi Negeri Tanpa HAM, hingga kita bertanya adakah HAM di negeri ini?

Penulis : Januari Riki Efendi, S.Sos.
(Mahasiswa Pascasarjana UINSU Jurusan Pemikiran Politik Islam dan Pegiat Literasi)

- Advertisement -

Berita Terkini