Kongres Perjuangan HMI

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Himpunan Mahasiswa Islam adalah organisasi kemahasiswaan Islam tertua di Indonesia, dan sebentar lagi (5 Februari 2020 nanti) menginjak usia 73 tahun. Jika kita pikirkan dan bayangkan bahwa HMI adalah seorang manusia pasti sudahlah masuk di tahap rentan dan mulai mengalami kepikunan, maka sudahlah kewajiban kita untuk menjaga dan merawatnya.

Jika mengingat tahun belakangan, tepatnya pada tahun 1983, HMI melaksanakan Kongres ke-15 di Kota Medan, di saat itu juga HMI di minta untuk mengubah asasnya, dari azas Islam menjadi azas Pancasila. Hal ini dikarenakan telah dikeluarkannya ketetapan TAP MPR. No. II/MPR/1978 dan alhasilnya menciptakan pertentangan dari beberapa kelompok seperti NU dalam PPP (Partai Persatuan Pembangun) melakukan walk out dari majelis pada saat itu.

Maka persoalan itu sampai di bawa pada saat Kongres ke-15 di Kota Medan yang dikatakan adalah Kongres Perjuangan karena disaat itu Pemerintah Orde Baru (Orba) mencoba menghegemoni kepada azas tunggal Pancasila, hal ini membuat pertentangan dari perwakilan HMI dari seluruh Indonesia di saat Kongres tersebut.

Dua hari sebelum waktu kongres dimulai beberapa perwakilan tersebut di kumpulkan dan melakukan dialog oleh Menteri Pemuda dan Olahraga yang juga Alumni HMI yang bernama Abdul Gafur dan meminta supaya azas Islam yang ada di dalam Anggaran Dasar HMI (AD HMI) diganti dengan azas Pancasila pada Kongres di Medan. Memang ketetapan MPR tersebut belum menjadi UU tetapi didalam GBHN mengamanatkan supaya di tetapkan menjadi UU dan akhirnya terbukti dengan dikeluarkanya UU tentang keormasan. No.8/1985. Lalu di saat Alex Taufani yang adalah Ketua Badko Sumatera Utara dan selaku Ketua Presidium Kongres di saat menyampaikan 11 materi Kongres tiba pada pasal 4 “bahwa Islam adalah azas HMI”, serentak di forum Kongres bergemuruh bertakbir (“berkas putih” . M.s kaaban ,1986,hal.01.02).

Lalu berakhirnya Kongres ditandai dengan terpilihnya Haris Azhar Azis yang di amanahkan menjadi Formatur/Mandtaris/Ketua Umum PB HMI dan menjaga hasil-hasil Kongres ke-15. Kemudian, Alex Taufani Ketua Badko Sumut, Zulfan ZB Lindan, dan Ketua Umum Cabang Jakarta ikut sebagai Mide Formatur. 116 suara yang di raih Haris Azhar Aziz mengalahkan Saleh Khalid yang hanya meraih 58 suara.(“berkas putih” , M.s kaaban,1986,hal.03).

Namun inilah Kongres terakhir di HMI tanpa satu cabang pun memboikotnya dikarenakan pada 1-7 april 1985, tepatnya di Ciloto saat melaksanakan rapat Majelis Pekerja Kongres dan Rapat Pleno III HMI ada terjadi suatu ledakan “bom” yang menjadi sejarah bagi seluruh Kader HMI .

“Bom” yang diledakkan itu ialah di karenakan Azas Islam yang ada di pasal 4 HMI di ubah ke azas Pancasila sedangkan yang di ketahui bahwa keputusan tertinggi berada di Kongres apalagi ini adalah azas yang sangat sentral atau fundamental, dan pengubahan azas inkonstitusional tersebut mendapat kritikan tajam dari beberapa Cabang yang di katakan mapan dan besar seperti Cabang Jakarta, Yogjakarta, Bandung, Ujung Pandang, Purwokerto, Pekalongan, Metro, Tanjung Karang dan Pinrang. Dan yang telah tercatat sejarah pada 29-30 September, Rapat Pleno IV Badko Jateng memberikan rekomendasi ke Rapat MPK III dan Pleno IV PB HMI bahwa menolak Keputusan Hasil-Hasil Rapat Pleno III di Ciloto. Dan dampaknya adalah pemecatan dari PB HMI terhadap saudara Rohmayati dikarenakan menjadi Pimpinan Sidang Pleno IV Badko Jateng (“berkas putih” , M.s kaaban ,1986,hal. 04.07).

Dari beberapa permasalahan tersebutlah dan yang tak dapat dijelaskan di dalam tulisan ini yang membuat suasana di HMI semakin memanas. Beberapa hal inskontitusional yang di lakukan PB HMI waktu itu hingga terjadi pemecatan terhadap Haris Azhar Aziz dari asal Cabangnya sendiri yaitu Cabang Jakarta dan ini baru pertama terjadi di tubuh HMI Ketua Umum PB HMI mengalami pemecatan. (Berkas Putih, M.S. Kaaban, 1986, hal.07).

Hingga akhirnya menjelang Kongres ke 16 terjadilah dua Kongres di tempat berbeda. HMI yang menyatakan menolak Keputusan Ciloto dan menyatakan akan menyelamatkan HMI yang di kenal dengan Majelis Penyelamat Organisasi (MPO HMI) melaksanakan Kongres ke-16 di Jogjakarta dan HMI yang dikenal Dipo (kata yang di ambil dari nama jalan Sekretariat PB HMI waktu itu, di Jln.Diponegora) juga melaksanakan Kongres HMI ke-16 di Padang.

Salah satu yang perlu kita tegaskan bahwa, Kota Medan menjadi salah satu tempat bersejarah di dalam HMI itu sendiri. Bukan melebih-lebihkan, namun memang di saat itu perjuangan dalam mempertahankan Islam sebagai azas sangatlah menguras energi, maka tidak heran bahwa Kongres HMI yang ke-15 di Medan dikatakan Kongres Perjuangan. Salah satu yang paling fundamental perjuangannya adalah mempertahankan azas Islam dari Orba yang memaksa supaya setiap organisasi mahasiswa dan masyarakat pada umumnya dan HMI pada khususnya supaya berazaskan Islam.

Penulis : Deny Tanjung (Mahasiswa Fisipol UMSU)

- Advertisement -

Berita Terkini