Esensi Memperingati Hari Ibu

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Banyak negara di dunia ini telah menetapkan Hari Ibu atau Mothers Day (dalam bahasa Inggris), seperti negara-negara yang ada di Benua Eropa, Amerika, Afrika, Australia dan Asia. Penetapan Hari Ibu atau Mothers Day setiap negara tentu memiliki sejarahnya masing-masing. Misalnya Mothers Day di Amerika Serikat, dirayakan pertama kali pada tahun 1908, ketika seorang puteri bernama Anna Jarvis mengadakan peringatan atas kematian ibunya di Grafton, West Virginia. Sebagaimana yang dilansir dalam laman Wikipedia.org.

Di tahun yang sama, Kongres Amerika Serikat menolak pengajuan untuk menjadikan Hari Ibu sebagai hari libur nasional. Tiga tahun setelah itu, seluruh negara bagian Amerika Serikat menjadikan Hari Ibu sebagai hari libur. Satu tahun kemudian, tepatnya tahun 1914, Woodrow Wilson pun menandatangani deklarasi untuk menjadikan Hari Ibu sebagai hari libur nasional di Amerika Serikat.

Sedangkan di negara yang kita cintai ini Indonesia, Hari Ibu diperingati secara nasional pada tanggal 22 Desember. Penetapan Hari Ibu di Indonesia diresmikan oleh Presiden Ir. Soekarno lewat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 136 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959, bertepatan pada waktu itu perayaan ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia 1928.

Dalam sejarah pergerakan perempuan di Indonesia, Kongres Perempuan Indonesia yang pertama digelar dari tanggal 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres Perempuan Indonesia ini dihadiri 30 organisasi perempuan dari 12 kota dari Jawa dan Sumatera. Apa maksud dari pada Kongres ini? Ternyata Kongres ini dimaksudkan untuk meningkatkan hak-hak perempuan di bidang pendidikan dan pernikahan. Dasar pemikiran ini terinspirasi dari perjuangan perempuan-perempuan progresif melawan penindasan terhadap perempuan di abad ke-19, seperti Kartini, Cut Nyak Meutia, Dewi Sartika, Cut Nyak Dien, Nyai Ahmad Dahlan, dan pejuang-pejuang perempuan Indonesia lainnya.

22 Desember pun di jadikan Hari Ibu Nasional yang dirayakan di seluruh penjuru Indonesia dalam rangka mengenang pahlawan Indonesia dari kalangan perempuan dan ini sudah menjadi persetujuan umum di negara kita.

Esensi Hari Ibu Nasional di Indonesia

Jika kita memperhatikan perayaan Hari Ibu Nasional di Indonesia sudah mulai jauh dari esensinya. Perayaan Hari Ibu di negara kita ini belakangan hari diperingati dengan menyatakan rasa cinta terhadap kaum ibu. Orang-orang saling memberi hadiah pada ibunya dan menyelenggarakan berbagai macam acara dan perlombaan, seperti lomba memasak, bahkan hanya sekedar ucapan saja.

Apakah itu salah? Tidak. Kita tidak mengatakan itu salah. Akan tetapi, jika kita mendekatkan pada asal muasal ditetapkannya Hari Ibu ini adalah sungguh telah bergesar dari esensinya. Hari Ibu yang kita lihat hanya dijadikan hiburan dan seremonial belaka. Jadi, apa seharusnya yang menjadi esensi perayaan Hari Ibu Nasional di Indonesia kita ini?

Seharusnya esensi Hari Ibu Nasional di Indonesia kita adalah merenungi dan meningkatkan kesadaran diri seorang perempuan, terkhususnya ibu-ibu, dalam berbangsa dan bernegara. Seharusnya di momentum Hari Ibu Nasional ini, para perempuan, terkhusus Ibu-ibu berkumpul mengadakan rapat akbar untuk membicarakan apa yang harus dilakukan terhadap kondisi dan bangsa ini. Tidak malu-malu kita katakan, seorang ibu sangat paham dan mengerti terhadap situasi ekonomi saat ini, apalagi yang berhubungan dengan dapur, seperti bahan makanan pokok yang selalu melambung tinggi harganya. Di momentum Hari Ibu Nasional ini, seharusnya menjadi hari kebangkitan perempuan di abad 21.

Dengan perkumpulan-perkumpulan ini, maka ibu-ibu akan membicarakan bagaimana solusi untuk memperbaiki kebutuhan pokok hari ini. Baik itu solusi untuk diri pribadi dan pada negeri ini. Tidak berlebihan jika kita katakan bahwa, apabila urusan dapur belum selesai ini akan sangat berdampak buruk pada kondisi keluarga, masyarakat, hingga pada kondisi negara.

Para ibu-ibu berkumpul bukan lagi untuk membuat perlombaan yang sifatnya sangat hedon, akan tetapi menggalang persatuan untuk memperbaiki negeri ini, misalnya dari ancaman penyakit, kelaparan, pekerjaan dan mahalnya kesehatan, pendidikan dan berbagai macam lainnya. Dalam dunia politik pun, perempuan harus berani bersuara, bila perlu banyak merebut kursi-kursi jabatan yang dapat memakmurkan masyarakat.

Jika kita kembali menarik ke dalam sejarah perjuangan perempuan jaman penjajahan, mereka dengan berani menentang penindasan yang terjadi walau mayat menjadi taruhannya. Mengapa mereka berani? Ini demi keberlangsungan hidup anak-anaknya nanti. Negara yang kaya ini jangan sampai diambil oleh bangsa lain. Negara yang majemuk ini jangan sampai lagi dapat doprovokasi.

Perempuan menjadi tonggak dan tegaknya negara ini. Mengapa demikian? Rumusnya sederhananya saja. Negara ini di isi oleh individu-individu yang pertama melewati bimbingan dan pembinaan dari seorang ibu. Nah, seorang ibu harus menjadi guru utama untuk mendidikan seorang anak. Lain halnya dengan sejak kecil sudah ditinggalkan oleh ibunya. Pepatah bijak lestari pernah berbunyi; “Baiknya negara karena baiknya perempuan. Sedangkan hancurnya negara karena perempuan-perempuannya juga hancur.”

Dalam perayaan ini, peran seorang Ibu perlu untuk dirumuskan kembali agar tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal materi yang menjerumuskan. Seorang Ibu tidak hanya di sumur, di dapur dan di kasur. Akan tetapi, seorang ibu memiliki peran yang sangat besar dalam membangun bangsa ini, terkhususnya pada anaknya sendiri. Saatnya ibu-ibu bergerak kembali untuk melawan penindasan. Zaman ibu-ibu pejuang dahulu jelas musuhnya terlihat, akan tetapi sekarang susuah untuk terlihat. Untuk itu, seoran ibu juga harus cerdas dan pintar. Hak-hak perempuan harus tetap dijaga, baik ia sebagai seorang istri, ibu atau perempuan biasa lainnya.

Peran seorang ibu harus tampil, mengingat arus perkembangan zaman semakin deras. Para ibu-ibu harus dapat pelaku, bukan lagi menjadi objek kebijakan regulasi yang harus dilindungi saja, tapi ia harus juga melindungi anak-anak bangsa. Tidak salah jika perempuan tampil sebagai pemimpin. Lihatlah Malhayati, seorang pejuang perempuan yang mengorganisir ibu-ibu janda untuk melawan penjajah. Lihatlah Dewi Sartika yang berjuang lewat pendidikan. Dan lihatlah Cut Nyak Dien yang menjadi pimpinan perang yang sangat ditakuti oleh Belanda.

Penutup

Dalam momentum Hari Ibu Nasional Republik Indonesia ini, perlu untuk kita renungkan bersama apa peran ibu-ibu dalam berbangsa dan bernegara. Hari perayaan ini jangan dijadikan hari bersenang-senang, tapi seharusnya dijadikan hari Kongres Ibu-ibu se-Indonesia untuk memetakan dan mengkaji permasalahan negeri ini dalam konteks keperempuanan, sosial-politik, pendidikan dan aspek kebutuhan lainnya.

Perlu kita tegaskan kembali, bahwa seorang ibu bukan hanya di sumur, di dapur dan di kasur. Akan tetapi ia bisa di kantor, di sekolah, dan di tempat-tempat lainnya tanpa melupakan bagaimana membina keluarga yang baik bersama keluarga. Hak-hak perempuan harus terus dilindungi dan dijaga. Pengabdian seorang istri, selain pada suami tentunya juga pada negeri, dengan cara semampunya tanpa menghilangkan hakikat seorang perempuan. Selamat Hari Ibu untuk ibu-ibu di mana pun berada, terkhusus kepada ibu saya di rumah!

Penulis : Ibnu Arsib (Penggiat Literasi di Sumut)

- Advertisement -

Berita Terkini