Merawat Ibu Pertiwi Melalui Gerakan Ekofeminisme

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Budaya hirarki patriarki dalam sejarah tidak terlepas dari kerusakan alam yang terjadi sebagai implikasi. Paradigma mengenai perempuan adalah pemuas dari kebutuhan laki-laki seputar pembahasan biologis saja. Ruang kreatifitas perempuan terbatas dalam regulasi domestik yang membudaya, bahkan menjadi ideologi dan mitos yang dipercaya. Kerusakan kosmologi yang terjadi telah menyebabkan bencana-bencana alam yang besar, hal ini merupakan ulah dari tangan-tangan manusia itu sendiri. (QS. Ar -rumm : 42).

Dua hal yang menjadi pembahasan tulisan sederhana kali ini ialah mengenai perempuan dan kerusakan alam yang menjadi diameter utuhnya kosmologi.

Dalam sejarah, gerakan membela kaum tertindas (Perempuan) muncul paham feminisme oleh Charles Fourier, aktivis sosialis utopis yang mengharapkan perubahan sistem pranata sosial tahun 1837, dengan melibatkan perempuan dalam pemilu pada waktu itu. Hal ini merupakan motif pertama gerakan kesetaraan gender karena ingin membebaskan perempuan dari pasungan intelektual yang sudah membudaya.

Sejauh ini perempuan merasa dirugikan dalam semua bidang dan dinomor duakan oleh kaum laki-laki (maskulinisasi) dalam bidang sosial, pekerjaan, pendidikan dan politik. Inilah yang merupakan bagian-bagian faktor gerakan tersebut.

Konsep feminisme sejatinya perempuan tidak minta untuk di istimewakan, melainkan untuk dilibatkan perannya sebagai manusia. Bahwa perempuan juga memiliki ruang kompetisi yang bersifat publik sebagaimana laki-laki, bukan hanya persoalan domestik dan alat pemuas.

Situasi tersebut juga terjadi di Indonesia pada masa sebelum kemerdekaan, kehidupan perempuan sebagaimana pernyataan diatas. Anak perempuan secara merata pendidikannya hanya cukup sampai SR (sekolah rakyat) saja, berbeda dengan anak laki-laki yang dilanjutkan hingga perguruan tinggi. Studi kasus yang terjadi pada lingkup keluarga Raden Ayu Kartini yang protes terhadap situasi sosialnya karena tidak di beri kesempatan untuk melanjutkan jenjang pendidikannya oleh kedua orang tuanya, sedangkan saudara laki-lakinya disekolahkan ke Universitas Leiden di Belanda.

Kemudian Raden Ajeng Kartini membangun lembaga pendidikan khusus perempuan, sebagai sekolah pertama yang mendidik perempuan pada waktu itu tahun 1879-1904. RA. Kartini kemudian dinobatkan sebagai tokoh feminisme pertama di Indonesia, sebelum munculnya organisasi perempuan lainnya.

Tidak berhenti di situ saja, dalam menjalani kehidupan dunia, manusia tidak terlepas dari alam dan lingkungan sekitarnya. Dari alamlah manusia mendapatkan sumber makanan, bahan sandang, dan bangunan yang dapat digunakan untuk membangun tempat tinggal. Kualitas dan kesejahteraan hidup manusia tidak dapat dipisahkan dari kondisi alam dan lingkungan tempatnya hidup. Berbagai masalah alam dan lingkungan hidup yang terjadi akhir-akhir ini, sebagai dampak dari perubahan iklim global telah mempengaruhi kehidupan manusia.

Krisis lingkungan hidup akan menimbulkan kesengsaraan pada umat manusia, terlebih kaum perempuan. Hal ini karena kaum perempuan pada umumnya memiliki tugas dan peran yang sangat besar dalam menjaga keberlangsungan hidup keluarga, termasuk ketahanan pangan keluarga.

Dalam keluarga perempuanlah yang bertanggung jawab mengolah dan menyajikan makanan, selain merawat keluarga dan anak-anak. Pencemaran air dan udara tentu akan sangat mengganggu kaum perempuan untuk menjalankan tugas-tugas domestiknya tersebut. Oleh karena itu, disini terdapat keterkaitan antara penindasan perempuan dan kerusakan lingkungan (Ekologis).

Perempuan mempunyai peran penting dalam menjaga kelestarian alam di lingkungan ini, menjaga dari pencemaran udara, air dan sebab lain yang membahayakan kehidupan kosmologi. Sehingga dasawarsa ini muncul gerakan perpaduan antara ekologis dan feminis, sebut saja ekofeminisme.

Memahami konsep pemikiran ekofeminisme tidak lepas dari sejarah yang diperkenalkan pertama kali oleh Francide d’Eaubonne melalui buku yang berjudul “Le feminisme ou la Mort (Feminisme atau kematian) yang terbit pertama kali 1974.

Dalam bukunya tersebut ditemukan adanya hubungan antara penindasan terhadap alam dengan penindasan terhadap perempuan. Dalam hal ini ekofemisme memandang bahwa perempuan secara kultural dikaitkan dengan alam. Ada hubungan konseptual, simbolik, dan linguistik antara feminisme dan isu ekologis.

Sebagai salah satu tipe aliran pemikiran dan gerakan feminis, ekofeminisme memiliki karakteristik yang sama yaitu menentang adanya bentuk-bentuk penindasan terhadap perempuan yang disebabkan oleh sistem patriarki.

Namun berbeda dengan aliran feminisme lainnya, ekofeminisme menawarkan konsepsi yang paling luas dan paling menuntut atas hubungan diri (manusia) dengan yang lain. Ekofemisme memahami hubungan bukan manusia hanya manusia dengan manusia lainnya, tetapi dengan dunia alam sekitar, yaitu binatang, bahkan juga tumbuhan. Dalam hubungan tersebut, seringkali manusia menghancurkan sumber daya alam dengan mesin, mencemari lingkungan dengan gas beracun.

Akibatnya, menurut ekofeminisme alam juga melakukan perlawanan, sehingga setiap hari manusia termiskinkan sejalan dengan penebangan pohon di hutan dan kepunahan binatang spesies demi spesies.

Untuk menghindari dan mencegah itu semua, maka menuntut ekofeminisme manusia harus memperkuat hubungan satu dengan yang lain dan hubungan dengan dunia bukan manusia.

Jika kita tarik ke negeri kita, Indonesia akhir-akhir ini bermunculan bencana-bencana alam yang mengganggu kesejahteraan dan keharmonisan lingkungan masyarakat, mulai dari kebakaran hutan di kalimantan, jawa timur, tsunami yang bergantian, akibat dari ulah tangan-tangan manusia. Bisa dikatakan per hari ini situasi lingkungan alam kita sedang tidak baik-baik saja.

Mari Hindari kepentingan penimbunan kekayaan yang merusak ekosistem dan ekologi primer alam di Indonesia. Tingkatkan kepedulian terhadap lingkungan mulai dari hal-hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya, menjaga kelestarian kelautan dengan tidak mencemari air dengan gas beracun pabrik dan tindakan tindakan positif lainnya.

Hal ini menurut aliran ekofeminisme dimulai dari pejuang femenim, lakukan gerakan pencegahan dan antisipasi prilaku yang potensi merusak ekologi alam, demi terwujudnya masyarakat makmur yang diridhoi oleh Allah SWT.

Penulis : Ahmad Ma’mun (Aktivis HMI Cabang Jember)

- Advertisement -

Berita Terkini