Minggu Bersama Secangkir Kopi dan Segenggam Rindu

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Minggu, hari dimana banyak umat manusia berlibur menenangkan diri sejenak untuk esok harinya beraktivitas kembali. Berbagai aktivitas rekreasi dilakukan oleh setiap orang untuk menikmati hari libur Minggu. Kecuali mereka-mereka yang tak bisa lepas dari godaan materi, yang tak puas dengan kekayaan dan tak bersyukur dengan apa yang telah ada.

Dalam mengisi hati libur Minggu, ada yang mengisinya bersama keluarga bepergian ketempat wisata, ada yang jalan-jalan ke mall, ada yang mendaki, ke pantai dan macam aktivitas yang dikerjakan untuk bisa berkumpul, bercanda tawa bersama. Tak terhitung berbagai tempat wisata akan banyak dikunjungi.

Minggu ini, aku menikmatinya dengan duduk di warung sederhana yang berada ditepi sungai yang tak layak lagi menjadi tempat mandi akibat pencemaran lingkungan. Pembuangan limbah dari berbagai macam tempat. Konon kata pemilik warung, sungai yang di sampingku ini masih layak untuk mandi walau airnya tidak layak minum. Sekarang, hanya menjadi pemandangan air keruh dengan penuh sampah.

Tapi Minggu sore menjelang malam ini tetap nikmat. Tempat duduk yang sederhana, terbuat dari bambu dan dindingnya terbuat anyaman bambu juga. Rasa-rasanya aku sedang berada di pedesaan, daerah yang sejuk dan menyenangkan. Desa, jauh dari hiruk pikuk politik amis yang terjadi di negeri ini, jauh dari kesibukan pertarungan ego dan hawa nafsu. Akan tetapi lagi, desa kini kondisinya tidak jauh seperti perkotaan. Hiruk-pikuk politik desa tidak kalah hangat dari perkotaan. Teman-teman tau apa sebabnya? Ya, itu dia. Karena dana desa yang selalu menjadi pembahasan, sehingga lupa atau tidak lagi mau mengurusi kondisi nasional.

Ah, terlepas dari itu semua, duduk-duduk begini tak enak jika tak ada yang dinikmati. Hujan sore menjelang malam ini di Medan membuat suasana menjadi nikmat apabila menikmati secangkir kopi.

Minum kopi sebenarnya bukan sekedar minum kopi. Dalam tradisi para ulama-ulama atau orang-orang shaleh dahulu kala, minum kopi adalah bagian daripada mempertebal keimanan dan memperkuat ibadah. Sehingga minum kopi dikatakan dahulu adalah tradisi para ulama. Jauh sebelum dikatakan tradisi para politikus atau aktivis. Mengapa begitu? Ya, karena sejarah minuman kopi awalnya begitu. Dia bukan sekedar minuman tanpa memiliki cerita dan nilai filosofis yang tinggi.

Mungkin manusia zaman sekarang, minum kopi hanya sekedar gaya (style). Bahkan hanya menjadi Thema atau judul saat ingin nongkrong, nyatanya yang diminum bukan kopi. Padahal, sejati minum kopi atau ngopi bukan hanya style atau bukan untuk dikatakan keren.

Perlu kita ketahui bahwa kopi ditemukan atau dijadikan minuman terjadi pada akhir abad ke 8 M di Yaman. Ditemukan oleh salah satu keturunan Muhammad Rasulullah SAW. bernama al-Imam Abu Hasan Ali bin Umar As-Syadzili. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Sayyidi al-Allamah Abdurrahman bin Muhammad al-Aidrua dalam risalahnya yang berjudul al-Inaasu al-Shofwah bin Anfaasil Qohwah.

Nah, lihat kata terakhir; “Qohwah”. Ini lah asal muasal kata kopi setelah kita menyerapnya dari bahasa yang berasal dari barat, khususnya bahasa Inggris.

Kopi atau dalam bahasa Arabnya; “Qohwah”, adalah salah satu minuman yang paling banyak disukai oleh para ulama yang ada di Yaman. Dari Yaman sehingga menyebar ke mana-mana dibawa oleh arus perdagangan.

Para ulama dahulu banyak menikmati kopi karena banyak melakukan aktivitas di malam hari, seperti beribadah (dzikir) kepada Allah, mengkaji atau belajar ilmu-ilmu di malam hari, dan aktivitas malam lainnya. Mengapa demikian? Karena kopi mengandung zat yang membuat mata tidak cepat ngantuk.

Para ulama menikmati kopi memiliki beberapa waktu. Ada yang dibagi hari menjelang dhuha, ada yang siang dan sore hari, serta di malam hari. Masing-masing bagi para ulama memiliki tata cara atau adab serta do’a yang dibacakan setiap hendak minum kopi. Hal ini bukan bersifat mistis atau syirik, tapi mereka banyak membaca ayat-ayat Tuhan yang terdapat di dalam Al-Quran. Nah, bagi para ulama-ulama ngopi bukan sekedar ngopi. Tapi ada yang dilakukan dengan bernilai ibadah, baik berdzikir maupun belajar ilmu-ilmu agama dan ilmu pengetahuan lainnya.

Aroma kopi dengan segala cita rasanya membuat setiap penikmat kopi memiliki kenikmatan tersendiri kita menyeruputnya. Wangi kopinya yang khas, nikmatnya yang pas, suasana yang pas, dan pembicaraan yang pas, membuat kopi samakin nikmat. Ditambah lagi dengan hisapan demi hisapan rokok yang membuat kenikmatan bertambah ketika minum kopi.

Kadang atau yang mengatakan kopi sangat berbahaya bagi manusia. Ah, aku sekarang tidak percaya itu lagi. Apa saja makanan yang baik jika dikonsumsi secara berlebihan akan berdampak buruk. Jadi, jika minum kopi tidak berlebihan dan sesuai kamampuan uang itu tidak berbahaya. Menurutku sih begitu. Boleh sependapat, boleh juga tidak. Bagiku, justifikasi kopi itu berbahaya, tidak diperlu dipercaya.

Sebenarnya aku punya cerita tentang apakah kopi itu berbahaya atau tidak. Kisahnya itu nyata pernah terjadi dan tercatat dalam buku para sejarawan yang membahasa tentang peradaban. Nurcholish Madjid atau yang akrab disapa dengan nama Cak Nur, sudah menuliskannya dalam bukunya yang berjudul “Islam Doktrin, dan Peradaban”.

Kupikir tidak mungkin lagi menceritakannya dalam tulisan yang sederhana ini, khawatir tulisan ini terlalu panjang sehingga menimbulkan kebosanan teman-teman pembaca. Jika boleh menyarankan, hal ini sudah pernah kutuliskan dalam media online MUDANEWS.COM dengan judul “Benarkah Kopi Minuman Buatan Setan?” Dalam tulisan itu akan teman-teman bisa baca ceritanya bahwa kopi tidak berbahaya sebagaimana yang digambar-gambarkan mereka yang ingin tradisi ulama, tradisi pemikir, tradisi intelektual, tradisi budayawan, tradisi sufi dan tradisi para orang-orang baik lainnya hilang.

Untuk meyakinkan bagaimana nilai filosofis dari minum kopi mari perhatikan komentar dua tokoh agama di bawah ini sebagaimana dikutip oleh Fahri Rizal dalam tulisannya yang terbitkan Islami.com :

Al-Imam Ibnu Hajar dalam salah satu kitabnya berkomentar; ”Lalu ketahuilah duhai hati yang gelisah, bahwa kopi ini telah dijadikan oleh ahli shofwah (Orang-orang yang bersih hatinya) sebagai pengundang akan datangnya cahaya dan rahasia Tuhan, penghapus kesusahan”.

Adapun manfaat dari meminum kopi Al-Imam Ahmad bin Ali Al-Baskari berkata; “Adapun kopi manfaatnya yaitu kira-kira untuk membuat semangat beribadah dan bekerja, menghancurkan makanan agar tidak masuk angin, juga menghilangkan dahak yang berlebihan”.

Nah, kopi sangat bermanfaat juga bagi seorang pelajar, santri dan atau penuntut ilmu pengetahuan lainnya. Bahkan seorang ulama bernama Ibnu Tayyib menganjurkan meminumnya. Ia (Ibnu Tayyib) dalam tarikhnya mengatakan;

“Kopi adalah penghilang kesusahan wahai pemuda. Senikmat-nikmatnya keinginan bagi engkau yang sedang mencari ilmu. Kopi adalah minuman orang yang dekat dengan Allah. Dan didalamnya ada kesembuhan bagi pencari hikmah di antara manusia.”

Membaca syair itu, aku pun rindu kopi dan ingin minum kopi. Baiknya sekarang memesannya dan menutup tulisan ini karena aku ingin ngopi. Dan segenggam kerinduan dalam judul tulisan ini ada pada saat menggenggam cangkir yang berisi kopi panas yang beroma khas dan begitu nikmat setelah diseruput.

Wahai para penikmat kopi, jangan sia-siakan waktumu saat ini. Segera pesan kopimu. Jika menyeruputnya sambil membaca tulisan yang sederhana ini, aku sangat berterimakasih. Mungkin dengan tulisan ini akan menambah kenikmatan kopi yang ada di depanmu.

Cukup sekian karena kopiku sudah datang. Semoga tulisan ini ada manfaatnya. Terimakasih. Lain waktu mudah-mudahan kita bisa ngopi bareng sambil berceloteh ilmu pengetahuan. Amiin.[]

Penulis: Ibnu Arsib (Penikmat Kopi dan Penggiat Literasi di Sumut)

- Advertisement -

Berita Terkini