Antara Transisi Kepemimpinan dan Macetnya Perkaderan HMI II

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Penulis kembali utarakan, bahwa masa transisi telah menjadi masa-masa dilematis yang berkepanjangan. Semua rutinitas dan aktivitas organisasi digantung dalam ketidakpastian.

Nilai plus dan minus moral atau sanksi etis harusnya tersandra dibenak para punggawa HMI disetiap tingkatannya yang tengah menjalani masa-masa transisi tersebut.

Ternyata, diduga hal ihwal hajatan pergantian kepengurusan lebih mementingkan aspek personal opportunity, bukan lagi personal ability atau bahasa HMI nya sering kita sebut-sebut sebagai INSAN CITA.

Dalil kita dalam ber HMI hanya menjadi masdar saja, dan tak mampu menjadi sumber fi’il bagi HMI dan kader-kadernya. Dalil tersebut sering didengung-dengungkan oleh instruktur di forum training formal perkaderan HMI yang sering disebut dengan konstitusi.

HmI saatnya berbenah dan merestart kembali perjuangannya.
Emansipasi di HmI sebaiknya dikurangi, agar kohati dapat membantu proses pencarian jati diri HmI di era milenial dan digital saat ini.

Kaum-kaum terdahulu di HMI atau yang disebut dengan senior sudah cukup dan berhentilah mengintervensi hajatan hal ihwal transisi kepemimpinan kepengurusan yang membuat macetnya perkaderan di HMI.

Penulis kadang merasa ‘eneg’ melihat orang-orang terdahulu di HMI yang masih bernyanyi diatas panggung proses adik-adiknya.

Masih dimaklumkan jika ‘nyanyian’ nya itu qasidah yang menyejukkan hati. Tetapi malah nyanyian genre rock yang dapat membuat telinga dan jantung berdenyut dan bergetar-getar kencang.

Tulisan ini hanya ajang refleksi dan kontemplasi bagi HMI dan kader-kadernya, karena HMI hari ini hampir-hampir sudah lupa dengan tujuan awalnya didirikan himpunan ini, yang hanya 2, yang keduanya itu merupakan lewat bahasa gagasan dan ide bukan bahasa sentimentil dan provokatif yang marak terjadi saat ini, bahkan hampir-hampir menjadi corak HMI dan kader-kadernya di era digitalisasi saat ini.

Jadi begitu jugalah hendaknya HMI dan kader-kadernya mengartikulasikan maksud sang pendiri HMI yaitu Lafran Pane. Bahwa HMI digerakkan dan diperuntukkan oleh dan dari ide, gagasan, argument bukan malah sebaliknya dengan sentiment, hujatan, kamuflase bahkan provokasi.

Maka untuk mewujudkan tujuan HMI yaitu dari insan cita ke masyarakat cita harus segeralah kita support kembali perkaderan sehat dan segala civitas perkaderan yang sehat.
Pembaharuan kurikulum perkaderan dan pematangan pembekalan instruktur harusnya diakomodir oleh seminimal mungkin ditingkatan cabang.

Jangan sampai masa-masa transisi kepemimpinan yang panjang waktunya mengakibatkan macetnya perkaderan di HMI. Perkaderan yang dimaksud bukan hanya mengaktifkan kembali training, melainkan prosesi sakral yang harusnya menjadi medium atau wadah bagi kader ataupun calon kader HMI untuk menelurkan kembali ide dan gagasan baru untuk HMI dan Indonesia agar tetap tampak muda dan maju.

Semoga HMI hari ini dan esok tetap ada dan tidak pernah tutup buku untuk memperjuangkan dakwah Islam, meneguhkan semangat kemahasiswaan dan mengembangkan ruh nasionalisme kebangsaan di Republik Indonesia yang kita cintai ini.

HMI adalah ikon Republik Indonesia dan Republik Indonesia adalah rumah HMI.

Penulis : Muhammad Najib (Pegiat Literasi dan Pemerhati HMI)

- Advertisement -

Berita Terkini