Ulama Penyair Medan, Belasan Buku Puisinya Best Seller

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Rezim Jakarta sudah terbukti tidak adil dan keliru dalam mengkonstruksi sejarah Indonesia. Konstruksi itu sering dilakukan suka-suka, tanpa riset. Di lapangan sejarah sastra mereka juga membuat kekeliruan. Tapi dekonstruksi sejarah sastra made in Jakarta itu terus di lakukan berdasar bukti bukti baru yang ditemukan di Medan.

Syair, kata dari mana sebutan PENYAIR muncul, dianggap karya sastra lama yang sudah terkubur dan sudah berakhir saat Pujangga Baru (1920 an) muncul. Pada era sastra Indonesia moderen mulai angkatan 1945 an, bentuk sastra syair dianggap tidak ada lagi, kalau pun ada yang membuat syair, dianggap tidak penting dan tidak perlu dibicarakan dalam sejarah sastra Indonesia moderen. Konstruksi narasi sejarah seperti itu keliru. Data yang ditemukan dari penyair Medan memperlihatkan narasi sejarah itu perlu didekonstruksi.

Dari Mesjid Gang Bengkok Medan, ada seorang ulama terkenal di Medan yang sangat aktif tidak hanya berdakwah tapi juga menulis termasuk menulis syair keislaman yang sangat produktif. Dialah Haji Abubakar Ya’cub, ulama Medan yang legendaris pada era 1950-1970 an. Lewat cucunya, Dr Muaz Tanjung, Dosen UIN Sumut, sejak 5 tahun belakangan ini saya mencoba mengumpulkan semua buku buku yang pernah ditulis Abubakar Ya’cub. Ini saya lakukan dalam program saya mengumpulkan semua karya ulama Sumatera Utara dalam rangka atau bagian dari rencana pendirian Museum Sejarah Al Quran Sumatera Utara.

Ternyata ada puluhan buku yang ditulis ulama Mesjid Gang Bengkok Medan ini. Dan diantara puluhan buku saya menemukan 14 buku puisinya, semua ditulis dalam bentuk syair, terbitan Medan kurun waktu 1950-1960 an. Saya terkejut ketika mendapatkan data bahwa buku puisi ini sangat digemari khalayak, terbukti dari jumlah tirasnya yang mengagumkan untuk buku puisi. Dari segi tiras jumlah cetaknya tak ada penyair modern manapun yg bisa tandingi pada kurun waktu itu. Sekali cetak ada yang 6000, ada 8000 eksmplar. Dan dalam setahun berikutnya ada yang di cetak ulang. Peredaran buku puisinya sampai dan banyak di Jawa. Di beberapa tukang buku loak di Jogya dan Solo saya kerap menemukan buku puisi karya Abubakar Ya’cub ini.

Dan saya gembira, saat saya cek, Perpustakaan Nasional Jakarta sudah lama mengoleksi karya karya Abubakar Ya’cub dan karya penyair lain genre sastra syair Medan ini. Genre sastra syair Medan sudah saya dokumentasikan mulai dari sastra Koran Medan tahun 1916 an. Ada ribuan bait, ada puluhan penyair yang menulis. Bahkan karya A Rachman, Syair Puteri Hijau yang semula terbitan sastra koran Medan, diterbitkan ulang oleh Balai Pustaka Jakarta tahun 1930 an.

Ulama Penyair Medan, Belasan Buku Puisinya Best Seller
Flyer

Saya mencoba memberikan beberapa buku puisi Abubakar Ya’cub pada penyair dan ahli sastra Damiri Mahmud untuk ditelaah dari sudut sastra. Saya pun terkejut saat Damiri Mahmud terkejut membaca karya-karya yang tidak dianggap ini : ini bukan karya puisi lama katanya, ada pembauran dalam puisi syair ini. Damiri Mahmud yang sekarang sedang sakit dan dirawat di RS Pirngadi, sempat memberikan uraian kritisnya tentang Abubakar Ya’cob sebagai penyair yang akan dibacakan dalam seminar besok, (05/10/2019).

Lagi, sejarah selalu harus bisa ditulis ulang, berdasarkan fakta baru, berdasar tafsir baru.

Penulis adalah Dr. Phil. Ichwan Azhari M.S.
sejarawan, pengajar dan ahli filologi (filolog) , Ketua Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial (Pussis) Universitas Negeri Medan (Unimed), Medan, Sumatra Utara

- Advertisement -

Berita Terkini