Islam di Pulau Bali, Denpasar Kota Paling Islami

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 MUDANEWS.COM, Denpasar – Bukannya Banda Aceh ataupun Padang, tapi malah Denpasar, kota di pulau Dewata Hindulah menurut riset Maarif Institut sebagai 3 kota paling islami dalam Indeks Kota Islami (IKI). Saya tak mudah percaya. Mungkin anda juga, bacalah risetnya di internet dan saya tak hendak membahasnya di sini.

Saya kebetulan membaca Denpasar sebagai 3 kota paling islami saat saya akan terbang ke Denpasar kemarin dalam perjalanan dinas selama 3 hari (31 Juli-2 Agustus 2019). Entah karena terpengaruh pada postingan itu, 31 Juli pukul 18.15 saat keluar pintu Bandara Ngurah Rai saya mendengar suara azan magrib. Ketika saya tanya ke sahabat penjemput (kebetulan keduanya doktor antropologi Udayana, beragama Hindu) mereka tak faham arah suara itu dan hanya menyebut itu azan dari mesjid warga Kampung Kuta.

Sepanjang jalan keluar bandara saya mendengar suara azan magrib dengan pengeras suara dari masjid-masjid lainnya. Lalu mereka mengantar saya ke masjid lain yang tak jauh dari bandara, Masjid Agung Tuban. Ini bukan merupakan masjid terbesar di Denpasar, masih ada 2 masjid yang sangat besar di kota ini. Dari 11 shaf yang tersedia, ada 7 shaf terisi, saya lirik barisan perempuan ada 3 shaf terisi. (Saya mencoba mengingat ingat berapa shaftlah terisi di Mesjid Agung atau Mesjid Raya Medan dikala magrib).

Berapa banyak orang Bali yang menjadi muslim dan shalat di masjid ini? “Kira kira tigapuluh persen pak, lainnya pendatang”. Kata seorang jamaah masjid ini dan dari dia baru saya tahu suara azan di bandara Ngurah Rai tadi bukan berasal dari masjid Kuta tapi dari masjid Al Ikhlas kompleks AURI di kawasan bandara.

Bangun pagi, jam 05.15 berbagai suara azan subuh terdengar dari kamar hotel Grand Shanti tempat saya menginap. Saya perhatikan suara itu nampaknya berasal dari pengeras suara sekitar 5 mesjid di sekitar hotel yang berada di pusat kota itu. Di hotel ini tertera sertifikat halal dari MUI, penanda makanannya halal.

Saya tanyakan, adakah kasus masjid di demo di Denpasar ini gara-gara suara azan ? Pendamping saya menggeleng kepala, heran atas pertanyaan saya. Di tepi jalan besar Ngurah Rai dengan lalu lintas padat di depan masjid Assaudah ada tanda polisi, dilarang parkir. Tapi di bawahnya ada kalimat : “Kecuali Jamaah Shalat Jumat”. Esoknya di tengah terik matahari di jalan yang padat di pusat kota tiba-tiba saya melihat mobil bak terbuka Golkar lewat dengan rombongan mamak-mamak muslim duduk santai mau ke pengajian. Polisi lalu lintas pun santai tak peduli.

Hari berikutnya saya pergi ke situs muslim kuno di selatan Denpasar, kampung Bugis di pulau Serangan yang 100 persen penduduknya muslim dengan masjid kuno abad 17. Sekalian saya ke sini ingin melihat manuskrip mushaf Alquran kuno. Banyak mesjid tersebar di Bali memiliki mushaf Alquran kuno, jumlahnya mencapai puluhan. Bandingkan di Sumatera Utara hanya ada 1 mesjid (mesjid Raya Medan) yang punya manuskrip Alquran kuno.

Diteras depan masjid, didampingi 4 akademisi Udayana saya mewawancarai pak Haji Mahmuludin dan Pak Haji Mansyur sesepuh kampung, tentang masjid kuno yang dibangun oleh Raja Bali, Raja Badung yang beragama Hindu. Kisah panjang Hindu-Islam yang berlangsung sampai hari ini di Denpasar pun mengalir. Orang-orang Islam dari kampung ini menjaga Puri (istana) Denpasar saat terjadi konflik internal baru-baru ini. Konflik berdarah menggegerkan sangat menegangkan seluruh kota Denpasar. Usai Bom Bali meledak, orang Bali terguncang, tidak marah pada Islam malah melakukan intropeksi apa yang salah pada orang Bali, mereka melakukan upacara dan kambing untuk ritual diberikan dari kampung muslim ini.

Islam di Pulau Bali, Denpasar Kota Paling Islami
Makam tokoh Bugis pendiri kampung Islam di Denpasar

Di teras samping masjid saya lihat puluhan anak-anak takjim mengaji dengan 4 orang ustadz dan ustazah. Di sudut kampung ini saya mengunjungi kompleks makam muslim dengan nisan-nisan kuno berukir yang sangat menawan dan terawat rapi. Walaupun ada yang patah karena rapuh (nisannya kebanyakan terbuat dari batu karang) tapi disusun rapi di sisi makam yang lain. (Bandingkan nisan-nisan para ulama di Barus dan Aceh yang patah patah berserakan di sana sini, tersembunyi disemak belukar, atau tertimbun lumpur).

Saya juga pergi berziarah ke makam keramat putri raja Bali yang muallaf masuk Islam, Raden Ayu Siti Khotimah yang dianggap salah satu Wali dari Walipitu di Bali. Dalam setahun ada puluhan ribu peziarah muslim dari berbagai penjuru dunia berziarah ke makam di pusat kota Denpasar ini. Yang beragama Hindu juga datang berziarah karena terkait putri raja Bali, memberikan sajen dan persembahan sesuai tatacara Hindu di makam seorang muslimah.

Islam di Pulau Bali, Denpasar Kota Paling Islami
Makam keramat, Puteri Raja Badung yang menjadi muallaf masuk Islam. Setelah terbunuh dalam suatu insiden, puteri malang ini darahnya keluar menjadi pohon cempaka yang wangi. Kini pohon cempaka dari darah puteri raja ini menjadi pohon besar yang dibungkus kain bermotif bangsawan Bali

Juru pelihara makamnya pun seorang nenek tua beragama Hindu, kerabat Puri (kraton) di Denpasar itu. Saat saya datang nenek ini sedang menyiapkan perangkat ritual agama Hindu untuk diberikan ke makam almarhumah ini.
Kali ini saya ke Denpasar tak tertarik melihat pantai dan sunsit. Kepala saya penuh benang kusut data panjang yang perlu diurai tentang keterkaitan Islam dan Hindu di Bali sejak berabad-abad yang lalu.

Raja-raja di Bali yang tidak hanya memberikan lahan dan melindungi komunitas Islam tapi malah membangunkan sebuah masjid seperti di Denpasar ini. Belum lagi bertaburnya naskah-naskah kuno dalam lontar berbahasa Jawa Kuno tentang Islam termasuk upacara sinkretisme yang menggunakan unsur Islam. Dalam dua tahun ini ada lima kali saya ke Bali dan mendengar serta mengumpulkan memori jejak Islam di berbagai situs dan artefak.

Biarlah alunan dan debur ombak pantai Sanur dan Kuta mengalun seperti yang dulu-dulu juga. Berjuta orang datang dan singgah mengagumi pantai yang luar biasa, danaunya dan gunung-gunungnya dan juga peradabannya. Kini saya mau melihat keindahan yang lain, jalinan sejarah Islam dengan Hindu di pulau Dewata itu.

Penulis : Dr. Phil. Ichwan Azhari M.S.
Sejarawan, pengajar dan ahli filologi (filolog), Ketua Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial (Pussis) Universitas Negeri Medan (Unimed), Medan, Sumatra Utara

- Advertisement -

Berita Terkini