Mahasiswa Papua Baru Teriak Cinta NKRI, Keluarga di Papua Terancam

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Sejumlah Mahasiswa yang tergabung di dalam Forum Mahasiswa Papua Jakarta mengadakan diskusi Publik dengan Tema “Mahasiswa Papua Bicara, Kenapa Harus NKRI” di Henghout caffe Jakarta Selatan.

Dalam diskusi saat berlangsung Vanin (aktivis perempuan Papua Jakarta) selaku narasumber dalam diskusi tersebut mengatakan rasisme selalu manejadi persoalan mengapa Papua selalu ingin melepaskan diri dari NKRI, dan rasisme yang terjadi bukan hanya teman-teman Papua yang ada di Daerah daerah Jawa saja.

“Di Jakarta saja terkadang kami merasakan contohnya seperti mahasiswa Papua mau ngekos padahal kosannya kosong pas yang punya kos tanya kita asalnya dari mana kita jawab Papua mereka bilang kosannya penuh dan itu terus terjadi kebanyakan seperti itu namun di balik itu semua para orang tua kita yang ada di Papua sana tentu ada yang tidak senang dengan kondisi anaknya di rantau hal ini yang membuat mereka terprovokasi atas gajala yang terjadi di tanah rantau,” ungkap Vanin.

Kami anak-anak Papua khususnya mahasiswa Papua yang cinta akan NKRI tau kalau kita ini beranekaragam, agama, suku, bahasa ada banyak di indonesia.

“Papua sudah tidak perlu lagi di ajarkan tentang nasionalisme kami tau apa itu nasionalisme, dulu waktu 1969 perwakilan dari pemuda pemudi Papua pada Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) dari 8 kabupaten di Papua ada 175 perwakilan Papua menyatakan sikap bergabung dengan Indonesia dan mereka cinta akan NKRI sehingga dengan adanya peristiwa kerusuhan ini ia itu tugas negara Presiden khususnya apakah bisa memberikan solusi terhadap kekisruhan ini, kalau negara tidak bisa memberikan solusi untuk Papua pasti akan terus terjadi seperti ini,” tegasnya.

“Banyak mereka yang bertanya apa solusinya referendum saya pribadi katakan itu pilihan yang radikal karena dia tidak memahami nasionalisme,” tutur Vanin.

Lanjut narasumber aktivis timur Sufri mengatakan Indonesia banyak keragaman mulai dari suku, ras, agama, dan kebudayaan maka kita sebagai anak bangsa bukan saja Papua tapi semua menerima keragaman itu sebagai jati diri bangsa, bersatu dalam bingkai bineka tunggalika berbeda beda tetap satu.

“Dengan itu Nasionalisme yang semestinya tertanam dalam benak kita semua mulai dari Papua hingga seluruh Indonesia, Papua memang masi rasa sakit dalam kata rasisme namun kita sadari dan mari menyembuhkan luka itu dengan rasa nasionalisme yang tinggi, dan junjung tinggi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dan Bhineka Tunggal Ika, mari hargai kebudayaan Nusantara,” tegas Sufrin.

Rahmat selaku aktivis Papua untuk NKRI menuturkan bahwa Presiden harus belajar dari Bung Karno, irisan sejarah Papua masuk ke Indonesia sebenarnya penuh dengan dialektika pada saat itu saya rasa kalau sudah tau pasti tuntas dan akan selesai, kami mahasiswa Papua dengan adanya isu ini banyak gerakan untuk pulang kampung ke Papua ini jadi serba salah, ada juga isu mahasiswa Papua yang cinta akan NKRI di Jakarta saat kita teriak cinta NKRI saudara-saudara kita di Papua sana tiba-tiba ada yang meninggal ini ada apa sebenarnya.

“Pemerintah harus cepat mengambil langkah, solusi untuk masyarakat Papua. Pemerintah harus dekati Papua komunikasi dan diskusi sehingga akan terjalin hubungan yang baik,” tutup Rahmat. Berita Jakarta, Fh

- Advertisement -

Berita Terkini