Cerpen Kirana

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Kirana menatap laki-laki di hadapannya penuh arti. Kisah cinta mereka yang sudah memasuki tahun ke tujuh itu, kini diambang perpisahan. Angin yang berhembus sepi-sepoi di pantai itu tidak mampu menyejukkan hati yang gundah gulana . Pasrah tapi tak rela, walau hati kecil selalu berbisik. Tapi telah terlantar dengan kesengajaan.
.
Naga merasa rendah diri, apalagi sekarang Kirana sudah bekerja sebagai karyawan disalah satu bank. Sementara Naga hanyalah seorang pengangguran terhormat, atau bisa juga dikatakan sebagai pengangguran tingkat tinggi. Sebagai lelaki tentunya ia punya harga diri. Naga tidak ingin Kirana yang banting tulang mencari nafkah. Karena persoalan kecil itulah, Naga tidak mau menjalani hidup bersama Kirana. Mempertahankan ego yang siap meremukkan hatinya secara berlahan-lahan.
.
“Naga, apa kamu masih ingat janji-janji yang kita ukir selama ini? apa kamu masih ingat saat kita difitna berbuat asusila? sehingga pemberitahuan di mesjid itu, selalu terngiang-ngiang di telingaku.” Mata Kirana berkaca-kaca. Menahan tangis yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tahan.
.
“Aku tidak akan pernah melupakannya, Kirana. Hanya saja mungkin kita tidak berjodoh.” Sahut Naga datar. Ia menyembunyikan lara itu serapi mungkin.

“Hanya sebatas itu perjuanganmu? Naga, menjalani masa tua denganmu adalah salah satu mimpi terbesarku. Aku masih ingat saat aku dan Cindy memperebutkanmu, tak ubahnya seperti memperebutkan permen. Tapi kamu berhasil meyakinkanku, hingga cinta kita bertahan sekian lama. Tiba-tiba tanpa alasan yang bisa kuterima, kamu menyerah tanpa syarat.”
.
“Kirana!!! hidupku dan hidupmu jauh berbeda, kamu sekarang punya penghasilan setiap bulannya. Sedangkan aku? bagaimana aku bisa hidup tenang bersamamu, saat kulihat istriku yang berperan sebagai kepala keluarga. Aku masih punya harga diri, Kirana.”
.
“Tapi aku tidak pernah mempemasalahkannya, aku bisa memberimu modal agar kamu punya usaha sendiri,”

Naga tak ubahnya sudah mati rasa, ia begitu dingin. Ia tidak ingin Kirana tahu yang ada di benaknya. Beda dengan gadis itu, air matanya sudah mulai kering.
.
“Itu tidak mungkin, Kirana.”
.
“Mengapa tidak mungkin?”

“Kamu sudah terlalu banyak bicara. Lebih baik kamu pulang.” Nada suara Naga meninggi.

Laki-laki jangkung itu membalikkan badannya.
.
“Minggu depan aku akan menikah.”

“Itu kabar baik, juga kabar buruk. Tapi tentunya kamu akan menjalani hari-hari yang baru bersama orang yang baru.” Tukas pria itu tanpa menoleh.
.
“Jika hatimu tidak terbuat dari batu. Datang dan jemputlah aku sebelum aku dipinang, sepahit apapun hidup yang akan kita jalani aku bisa menerimanya dengan ikhlas.”
.
“Itu tidak akan terjadi. Sebelum minggu depan tiba, besok lusa aku akan berangkat ke medan. Aku akan berjualan semangka di sana.”
.
Naga kembali melanjutkan langkahnya. Kekecewaan karena pilihannya sendiri. Jika ia hidup bersama dengan Kirana, tentunya ia yang akan berperan sebagai memasak air di dapur, dan ia malu melakukan tugas itu.
.
“Aku benci kamu selamanya, Nagaa!!!” Kirana berteriak sekuat tenaganya. Ia menangis sesunggukan, ia terjatuh di hamparan pasir. Baru saja ia melihat seorang yang asing pada diri Naga. Kesetiaanya selama ini tidak dihargai laki-laki pujaan hatinya itu.
***

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, dan bulanpun berganti dengan tahun. Nyatanya Naga sudah membuat keputusan yang salah. Sedetikpun ia tidak bisa menggantikan sosok Kirana di hatinya. Tapi apa dikata, penyesalan selalu datang diakhir. Kirana sekarang sudah berkeluarga, dan sudah memiliki seorang anak yang sangat lucu. Naga menyangka setelah kepergiannya ke medan, luka itu akan terobati. Tapi tidak! semakin ia menjauh dari Kirana, bayangan gadis itu selalu datang.
.
Seandainya waktu bisa diputar, tentu Naga tidak akan menolak permintaan gadis yang dikasihinya itu.
.
“Ucok, jangan melamun saja kau. Macam mana semangkanya mau laku, kalau mukamu masam terus.” ujar Paruhum, majikan Naga.

“Ii .. iya, tulang!”

“Heran aku lihat kau, Cok! tiap hari melamun aja kerjamu. Kau pernah lihat kucing kehilangan induknya?”

“Pernah, Tulang!”

“Seperti itulah kau sekarang, mengeong terus.”

“Bisa jadi, Tulang.”
.
“Bah!!! jadi tebakanku benar? ceritalah kau, Cok. Kau bagilah dikit-dikit masalahmu itu.”

“Panjang ceritanya, Tulang. Namanya Kirana,”

“Kirana??? masalah cewek rupanya. Eh, kau dengar ya, Cok. Cewek itu tidak ubahnya seperti bayang-bayang, semakin dikejar semakin menjauh dia.”

“Tapi ini persoalannya tidak seperti itu, Tulang.”
“Seperti apa rupanya masalahnya? mengkerut kali muka kau, tak usah dramatis gitulah. Sedih aku nengoknya, cengeng kali.”

Naga kembali melanjutkan pekerjaannya, melayani pembeli yang semakin banyak berdatangan.
***

Malam semakin beranjak sunyi. Laki-laki itu merebahkan tubuhnya, matanya menerawang, mencari jawaban atas nasibnya.

Kriing, kriing, kriiing!!!

Suara telpon tersebut mengganggu pendengarannya. Dengan bermalas-malasan ia pun mengangkatnya.

“Halo! siapa ya?”
.
“Ini aku, Kirana!”

“Kiranaa!!!”

“Kenapa? apa kamu sudah tidak mengenal suaraku?”

“Tentu tidak. Hanya saja aku sedikit terkejut, malam-malam aku ditelpon oleh seorang wanita yang sudah bersuami.”

“Suamiku lagi ke luar kota. Ia tidak akan tahu apa yang kita bicarakan.”

“Oh … Jadi kamu mencari kesempatan dalam kesempitan?”

“Apa salahnya? sekalian aku ingin melepas rinduku padamu.”

“Apa masih berhak aku mendengar kata-kata itu, Kirana?”

“Mengapa tidak, Naga! tubuhku memang sudah milik orang lain, tapi tidak hatiku,”

“Lalu apa yang akan kita lakukan?”

“Aku ingin kita bertemu, di pantai tempat kita berpisah dulu,”

“Hahaha, entah kenapa aku merasa hubungan kita masih dalam masa berpacaran. Padahal kamu sudah milik orang lain.” Sahut Naga bahagia.

“Tawa renyahmu itulah yang kadang membuatku aku ingin mendengarnya berulang kali. Naga, apa yang kamu rasakan, begitu juga perasaanku saat ini. Sekecil apapun kenangan tentangmu, sangat istimewa bagiku.”

Bunga-bunga cinta yang sudah tenggelam itu, muncul kembali kepermukaan tanpa mereka sadari. Mungkin ini yang dikatakan orang sebagai cinta sejati, tak lekang di makan masa dan waktu. Tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk saling mengenal satu sama lain. Naga sudah mengetahui 99% sikap dan sifat Kirana, begitu juga sebaliknya.
***

Naga melihat kanan kiri mencari sosok Kirana. Begitu banyak kenangan yang membekas, ukiran namanya dan nama gadis itu masih terpampang rapi di atas batu tepian pantai itu. Waktu begitu cepat berlalu, tanpa pernah bertanya untuk apa ia terus hidup dalam kesendirian. Hanya karena rasa ego yang menguasainya, dan semuanya menjadi kabur.

“Pantai ini menjadi saksi bisu indahnya cinta pertama.” Ujar Kirana dengan suara serak.

“Oh, kamu sudah datang,” rasa gugup itu tak bisa Naga sembunyikan. Ia memandang gadis di depannya tanpa berkedip. Banyak perubahan yang ia lihat pada diri Kirana.

“Ternyata kamu selalu tepat waktu, itulah salah satunya lagi aku tak pernah rela melepasmu.”

“Entahlah, Kirana. Kesalahanku terlalu besar padamu, dan tak mungkin aku menuntut agar waktu berjalan mundur.”

“Tanpa mundurpun perasaanku masih tetap sama, Naga.”

Naga memandang jauh ke arah pantai. Mencoba mencari jawaban di antara gulungan ombak.

“Kirana, bagaimana kabar anak dan suamimu? aku hampir lupa menanyakannya.” ujar laki-laki itu tanpa semangat.

“Baik! Kirana junior sekarang sudah berumur 5 tahun.”

“Oh … Tentunya kalian sebuah keluarga kecil yang bahagia.”

“Aku tidak tahu apakah aku bahagia, Naga. Yang jelas ada satu permintaanku padamu, kumohon kamu mau menyanggupinya.”

“Apa itu?”

Kirana menghela nafas panjang.

“Aku ingin, bila anak kedua yang lahir dari rahimku. Adalah janin dari benihmu.”

Naga sangat terkejut mendengar pernyataan gadis itu. ia seperti mendengar suara petir yang sangat keras. Keringat dingin membasahi wajahnya. Mulutnya terkatup rapat, seakan aliran darahnya berhenti berpungsi. Naga mengumpulkan segenap kekuatannya, ia berjalan mundur.

“Tidaaak!!! aku tidak akan sekejam itu pada suamimu.” teriak Naga. ia berlari sekencang-kencangnya tanpa menoleh lagi. Meninggalkan Kirana yang terus memanggil namanya.

Cinta sejati hanya datang satu kali seumur hidup, pada kedatangannya yang kedua hanya lambangnya saja yang agung.

Naga kembali merantau ke medan meninggalkan kenangannya. Ia tidak pernah lagi mendengar kabar Kirana setelah pertemuan terakhirnya di pantai itu. Permintaan gadis itu sangat tabu untuk ia penuhi.

TAMAT

Penulis : Jeri Zulpani
#CerpenJZ
(Diilhami dari kisah nyata, curahan hati seorang sahabat)

- Advertisement -

Berita Terkini