“Teroris-Teroris” Berdasi Lebih Berbahaya daripada Teroris di Kampung Melayu

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Kurang lebih seminggu belakangan ini Indonesia mengalami luka dan duka karena adanya ledakan Bom Bunuh Diri di Kampung Melayu-Jakarta, yang menewaskan tiga aparat kepolisian, enam luka-luka dan lima masyarakat sipil luka-luka yang harus terpaksa dibawa ke Rumah Sakit. Tentunya, kita sebagai manusia mengecam-mengutuk keras tindakan pembunuhan itu. Pemerintah pun angkat bicara terkait tindakan teroris tersebut dan Indonesia harus terus waspada. Ucapan belasungkawa berdatangan dari seluruh penjuru Indonesia. Kejadian itu menjadi topik yang hangat dibicarakan di TV saat ini dan media lainnya. Polisi pun sedang sibuk mengungkap kasus pemboman di Kampung Melayu-Jakarta tersebut. Mari kita doakan supaya berhasil. Dan bisa mengungkap aksi-aksi teroris di Indonesia. Sasaran tembak publik pun mengatakan yang melakukannya adalah kelompok teroris dan tidak ada yang menghubungkannya dengan kelompok teroris dari Timur Tengah: ISIS.

Ancaman-ancaman tersebut harus diseriusi oleh negara. Negara jangan sampai kebablasan dan kecolongan. Aksi-aksi teroris secara tersebut: bom bunuh diri, memang sangat mengancam hak hidup manusia: rakyat kita. Tapi, adakah aksi-aksi yang lebih ganas, lebih kejam dari bom bunuh diri yang sering kita lihat di Indonesia ini pada waktu-waktu yang lalu? Kenapa bom bunuh diri terjadi di Indonesia? Siapa sebenarnya target sasaran utamanya? Dan apa penyebabnya? Semoga pertanyaan ini dapat terjawab.

Masyarakat kita lebih sering dan lebih cenderung melihat efek dari tindakan atau suatu aksi-reaksi. Masyarakat kita tidak menarik ke belakang, kenapa aksi-reaksi kelompok itu muncul? Apakah ada yang memelihara mereka dengan sengaja oleh oknum-oknum tertentu yang tidak menginginkan kedamaian? Mungkinkah ada asap tanpa ada api?

Sebenarnya masih ada kasus “terorisme” atau tindakan “teroris-teroris” yang lebih lembut gaya “main”-nya tapi merenggut nyawa manusia. Korbannya bahkan lebih banyak, jutaan nyawa yang dibunuhnya, lebih banyak dari korban Bom Bali. Kalau kita lihat secara fisik-penampilan, para pelaku teror yang pernah terjadi di Indonesia, mereka berpenampilan seperti masyarakat biasa-biasa. Mungkin karena mereka rakyat Indonesia biasa. Coba kita periksa identitas pelakunya, pihak kepolisian mengungkapkan bahwa rata-rata mereka adalah masyarakat biasa.

Mereka: “teroris-teroris” berdasi, memang kejam dan pantas dikutuk. Dan adakah yang lebih kejam daripada mereka yang wajib untuk ditindak. Secara hukum, mereka kebal hukum. Negeri ini yang katanya negara hukum, toh ternyata dalam realitasnya hukum di Indonesia runcing ke “bawah” dan tumpul ke “atas”. Pengawasnya hendak menindak secara hukum, eh…, malah hukumnya (baca: aturan) dirubah. “dimodifikasi” sedemikian rupa untuk menyelamatkan dirinya, golongan-golongannya dan “kepentingan”-nya.

Yang saya maksud dengan mereka adalah “teroris-teroris” berdasi. Mereka memang tidak memiliki jenis bom Cluster, Napalm, hingga Nuklir, tapi mereka memiliki “Bom Waktu” yang suatu waktu bisa “meledak” membunuh jutaan rakyat Indonesia secara perlahan-lahan. Mengeksploitasi rakyat-rakyat kecil yang lagi kesusahan dan sengaja dibikin susah. Menghisap darah-darah rakyat hingga tubuhnya terlihat kurus kering tinggal tulang. Rakyat hilang masa depannya akibat aksi “teroris-tororis” berdasi yang mengutamakan masa depannya dan anak-cucunya. Teroris bom bunuh diri ikut mematikan dirinya dan target sasarannya. Tapi, “teroris-teroris” berdasi tidak perlu dan tidak akan mau “membom” dirinya untuk membunuh korban-korbannya tanpa pandang bulu.

Gerakannya begitu lembut dan halus. Gerakan yang berlindung di balik layar hukum. Bersembunyi di balik Undang-Undang Dasar 1945. Di balik Pancasila, yang melawan mereka dikatakan tidak Pancasilais, sedangkan tindakan mereka dikatakan Pancasilais padahal itu “Pancagilais”. Bahkan ada juga yang berlindung di balik agama. Begitu gampangnya mereka mengalihkan isu dan perhatian rakyat. Supaya kasus mereka tidak terbongkar, buat dinamika-kasus untuk menghilangkan kasus mereka. Media pemberitaan yang ada pun tidak bisa membantu rakyat. Dengan mudahnya mereka “menghipnotis” media pemberitaan dan rakyat. Kira-kira sudah terhindarkan lagi adanya “serangan”, tindakan “main batu” pun mereka lakukan.

Jika secara teori yang dimaksud teroris adalah orang-orang atau kelompok yang meresahkan manusia: rakyat. Orang-orang yang membunuh manusia. Orang-orang yang melanggar hak asasi kehidupan manusia dan orang-orang yang bertindak radikalisme. Bukankah “teroris-teroris” berdasi pun juga demikian?

Mungkin Anda tidak merasakan ledakan “bom” mereka. Tapi bagaimana anak-cucu kita nanti? Entahlah…![] Opini Sumut, Ibnu Arsib Ritonga

Penulis adalah Kader HMI Cabang Medan.

- Advertisement -

Berita Terkini