Alquran Berbicara Perubahan Masyarakat

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh: Muhammad Roni, S.Th.I M.TH

MUDANews.com, Medan (Sumut) – Perubahan dapat terlaksana akibat pemahaman dan penghayatan nilai- nilai Alquran. Serta kemampuan memanfaatkan dan menyesuaikan diri dengan hukum- hukum sejarah. Kedua- duanya dijelaskan secara gamblang oleh Alquran.

Islam, dalam arti agama yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw, lahir bersama dengan turunya Alquran, tepatnya lima belas abad yang lalu. Dan masyarakat arab lah yang pertama sekali bersentuhan denganya, serta masyarakat pertama pulalah yang berubah pola pikir, sikap dan tingkah lakunya, sebagaimana yang dikehendaki oleh Islam.

Islam menerima serta mengembangkan sifat terpuji dan menolak sifat tercela atau lebih tepatnya meluruskan. Hasan Ibrahim Hasan, dalam bukunya Tarikh Al-Islam menjelaskan beberapada adat masyarakat jahiliyah pada saat itu yang tercela, Pertama; Politeisme dan penyembah berhala, kedua; Pemujaan terhadap ka’bah secara berlebihan, ketiga; Perdukunan dan Khurafat, keempat; Mabuk-mabukan dan sebagainya.

Sedangkan Ahmad Amin dalam bukunyan Fajr Al- Islam menerangkan tentang beberapa sifat positifnya, diantaranya adalah, pertama; Semangat serta keberanian, kedua; Kedermawanan, ketiga; Ketaatan kepada suku.

Alquran adalah kitab pertama yang dikenal umat manusia yang berbicara tentang hukum- hukum sejarah dalam masyarakat, dan bahwa hukum- hukum tersebut sebagaimana hukum- hukum alam, tidak mungkin mengalami perubahan. Alquran menjelaskan: “Sebagai sunnah Allah yang berlaku juga bagi orang- orang yang telah terdahulu sebelum kamu, dan engkau tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah”[QS. Al-Ahzab: 62]

Dalam ayat lain juga dijelaskan: “mereka hanyalah menunggu berlakunya ketentuan kepada orang-orang yang terdahulu. Maka kamu tidak akan mendapatkan perubahan bagi Allah, dan tidak pula akan menemui penyimpangan bagi ketentuan Allah itu” [QS. Fatir: 43]

Sejak semula Alquran memperkenalkan dirinya sebagai kitab suci yang berfungsi melakukan perubahan- perubahan positif. Atau menurut bahasa sederhana Alquran “mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju terang benderang” [QS. Ibrahim: 1]. Alquran dalam hal ini tidak menjadikan dirinya sebagai alternatif pengganti usaha manusiawi, tetapi sebagai pendorong dan pemandu demi berperanya manusia secara positif dalam bidang kehidupan.

Salah satu hukum masyarakat yang diteteapkan oleh Alquran menyangkut perubahan adalah yang dirumuskan dalam firman Allah; “sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum (masyarakat) sampai mereka mengubahnya sendiri terlebih dahulu apa yang ada pada diri mereka” [QS. Ar-Ra’dhu: 11]. Dari ayat ini kita dapat mengetahui bahwa alquran berbicara tentang dua hal perubahan dan prilaku. Pertama; Perubahan masyarakat yang pelakunya adalah Allah SWT; dan kedua: Perubahan keadaan diri manusia yang pelakunya adalah manusia itu sendiri. Perubahan yang dilakukan Tuhan terjadi secara pasti melalui hukum- hukum masyarakat yang ditetapkanya. Hukum tersebut tidak memilih atau membedakan antara satu masyrakat atau satu kelompok dengan yang lainya.

Para nabi dan Rasul sejak Nuh a.s, sampai kepada Nabi Muhammad Saw, senantiasa mendapatkan jawaban klise dari masyarakatnya pada saat mereka menganjurkan perubahan, jawaban tersebut adalah “ini adalah kebiasaan leluhur kami, dan kami tidak bersedia merubahnya”. Perhatikan juga firman Allah:

“dan apabila dikatakan pada mereka, ikutilah apa yang telah diturunkan allah, mereka menjawab ‘Tidak! Kami mengikuti apa yang kami dapati dari nenek moyang kami, padahal nenek moyang meraka tidak mengetahui apapun dan tidak mendapat petunjuk” [QS. Al-Baqoroh: 170]

Dari sini ditemukan bahwa Alquran mengecam kerutinan serta kebiasaan buruk dan sikap ikut- ikutan tanpa suatu dasar yang jelas dan benar. Disamping itu, Alquran juga memberikan yang sangat besar untuk mematahkan para tirani yang berusaha mempertahankan kebiasaan- kebiasaan demi kelanggengan kekuasaanaa mereka, sebagaimana contoh kisah fir’aun yang merupakan puncak manifestasi tirani yang berulang- ulang dikemukankn oleh Alquran.

Bagi umat islam, nilai yang harus mengarahkan seluruh aktivitasnya, lahir dan batin, dan yang kepadanya bermuara seluruh gerak langkah dan detak jantung  adalah tauhid. Dr. Muhammad Fazi dalam bukunya The Qur ‘anic Fundation and Structure of Muslim Society menjelaskan; keesaan tuhan bukanlah suatu konsep ditengah- tengah berbagai konsep, akan tetapi ia merupakan suatu prinsip lengkap menembus semua dimensi yang mengatur seluruh khazanah fundamental keimanan dan aksi manusia.

Dari keesaan tuhan, dan kepada keesaan-Nya, memancar kesatuan- kesatuan lainya, seperti kesatuan alam semesta dalam penciptaanya, eksistensi dan tujuannya, kesatuan kehidupan dunia dan akhirat dan kesatuan- kesatuan lainya. Semuanya bermula dari pribadi- pribadi dan berakhir pada masyarakat. Pola pikir dan sikap perorangan menular kepada masyarakat. Sementara itu masyarakat membina pribadi- pribadi guna mengokohkan nilai- nilai luhur. Demikianlah keduanya bertemu dan bekerja sama mewujudkan tujuan yang diharapkan.

Nilai-nilai inilah yang dihayati oleh masyarakat Islam awal sehingga merubah secara total sikap, pola pikir, dan tingkah laku mereka. Dengan kata lain, Alquran merubah mereka melalui prinsip- prinsip tauhid.

Wa Ma Tawfiqi Illa Billah,,[jo]

Penulis merupakan Dosen Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN SU) sekaligus Ketua Dewan Huffaz Sumatera Utara

- Advertisement -

Berita Terkini