Mudanews.com, Medan – Universitas Sumatera Utara (USU) di bawah kepemimpinan Rektor Prof. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., terus membuktikan komitmennya menghadirkan inovasi akademik yang berdampak langsung bagi masyarakat, Kota Medan, Selasa (07/10/2025).
Seperti yang terlihat dalam program Desa Binaan 2025, USU membangun Desa Astacita pertama di Indonesia yang diberi nama Desa Foursety, sebagai bentuk dukungan nyata terhadap visi pembangunan nasional Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Desa Foursety terletak di Desa Kutagugung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Dulu, desa ini menghadapi konflik berkepanjangan terkait pengelolaan Danau Lau Kawar—mulai dari sengketa lahan dengan investor, ketidakjelasan aset wisata, hingga hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap program pembangunan. Kolam renang dan pedestrian yang sempat dibangun pemerintah tak memberi keuntungan finansial bagi warga. Bahkan, sempat muncul aksi demonstrasi besar menuntut keadilan dalam tata kelola wisata.
Namun perubahan dimulai saat tim USU hadir bukan hanya sebagai akademisi, melainkan agen transformasi sosial. Dipimpin oleh Prof. Dr. Nurlisa Ginting, M.Si., Kepala Pusat Unggulan IPTEK Pariwisata Berkelanjutan USU, dan didukung para pakar seperti Prof. Dr. Rudy Sofyan, M.Sc., mereka menginisiasi ASTACITA Summit 2025, forum kolaborasi antara pemerintah, akademisi, masyarakat, dan media. Forum ini menjadi tonggak berdirinya Foursety—model pentahelix yang menjembatani dialog dan aksi nyata.
Nama Foursety lahir dari filosofi mendalam. “FOUR” merepresentasikan empat kekuatan utama pembangunan — pemerintah, akademisi, masyarakat, dan media — sementara “SETY” dimaknai sebagai kesetiaan dalam kolaborasi serta keberanian mengubah tantangan menjadi peluang.
“Foursety bukan sekadar nama, melainkan semangat. Ia simbol dari kesetiaan masyarakat terhadap perubahan, dan keseriusan perguruan tinggi menjadikan ilmu pengetahuan berguna bagi rakyat,” jelas Prof. Nurlisa Ginting.
Dalam waktu kurang dari 30 hari sejak peluncuran pada 8 Agustus 2025, Foursety mencatat penghasilan bruto mencapai Rp15 juta—sebuah lompatan ekonomi yang belum pernah terjadi di Kutagugung. Keberhasilan ini tak hanya diukur dari angka, tetapi dari kepercayaan yang tumbuh kembali.
Seorang warga bahkan dengan sukarela menyumbangkan sebagian lahannya untuk ekspansi wisata. Ibu-ibu PKK kini mengelola kantin, para pemuda menjadi pemandu wisata, dan BUMDes Deleng Lancuk mulai aktif mengelola unit wisata yang berpotensi berkembang menjadi Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) resmi.
Aktivitas warga ini menegaskan bahwa Foursety bukan hanya proyek akademik, tetapi desa yang hidup dari partisipasi warganya.
Keberhasilan Foursety berakar dari empat inovasi strategis USU, yakni Inovasi Tata Kelola – USU membangun sistem keuangan transparan, bebas pungli, dan berbasis pembagian hasil adil.
Setiap rupiah tercatat dan dikembalikan untuk pengembangan desa. Inovasi Digital – Mahasiswa USU mengelola akun media sosial Foursety dengan strategi berbasis algoritma dan konten profesional. Hasilnya luar biasa: 800.000 penayangan tercapai hanya dalam satu bulan.
Inovasi Sosial – Kolaborasi pentahelix mengubah masyarakat dari skeptis menjadi partisipatif, memperkuat rasa kepemilikan kolektif terhadap desa wisata dan Inovasi Konseptual – Identitas Foursety sebagai model kolaborasi baru memberi novelty bagi dunia pariwisata berbasis masyarakat, menegaskan desa sebagai subjek, bukan objek pembangunan.
“Foursety bukan hanya destinasi, tetapi bukti bahwa ilmu pengetahuan dapat menyalakan cahaya bagi desa,” tegas Samerdanta Sinulingga, S.ST.Par., M.Par., Ketua Tim Pengabdian USU yang mengorkestrasi proses dari gagasan hingga dampak ekonomi.
Kini, Foursety menjadi laboratorium hidup bagi mahasiswa lintas fakultas USU. Mereka belajar langsung tentang manajemen wisata, pemasaran digital, dan pelayanan wisatawan. Bagi warga desa, wisatawan yang datang bukan sekadar sumber pendapatan, tetapi pengakuan atas kapasitas lokal.
“Mahasiswa bukan lagi hanya meneliti masyarakat, tetapi hidup bersama masyarakat—membangun, bukan mengajar,” ujar Prof. Dr. Rudy Sofyan, M.Sc., menekankan nilai pendidikan kontekstual yang digagas USU.
Rektor USU Prof. Muryanto Amin menegaskan bahwa kegiatan itu merupakan bentuk nyata dari orientasi “Inovasi Berdampak”, yang menjadi roh kebijakan USU selama kepemimpinannya. Menurutnya, perguruan tinggi harus berperan aktif dalam mewujudkan visi pemerataan pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam ASTACITA Presiden Prabowo Subianto.
“USU tidak berdiri di menara gading. Kami hadir di tengah masyarakat, bekerja bersama mereka, memastikan ilmu menjadi kekuatan yang mengubah kehidupan,” ujarnya.
Prof. Muryanto juga menambahkan bahwa Program Desa Binaan USU adalah contoh konkret bagaimana akademisi bisa menjadi mitra pemerintah dalam melaksanakan visi membangun dari desa, memperkuat kemandirian ekonomi, dan menanamkan nilai keberlanjutan.
Foursety bukan hanya milik Kutagugung, tetapi model inspiratif bagi desa-desa lain di Indonesia. Pusat Unggulan IPTEK Pariwisata Berkelanjutan USU kini menyiapkan grand design pengembangan Foursety agar berkelanjutan dan bisa menjadi contoh di wilayah lain.
Dengan langkah ini, Universitas Sumatera Utara kembali menegaskan dirinya sebagai pelopor perubahan: mengubah konflik menjadi kolaborasi, dan desa menjadi destinasi. Dari lereng Sinabung, Foursety menyalakan harapan baru, bahwa ilmu pengetahuan, ketika berpihak pada rakyat, dapat benar-benar menghidupkan Indonesia.(*)