Konflik Perhutanan Sosial di Langkat, Menjadi Momentum Pemerintah untuk Selesaikan Lainnya

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Manajer Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut Khairul Bukhari mengatakan, konflik itu seharusnya dijadikan pemerintah sebagai momentum untuk penyelesaian konflik perhutanan sosial lainnya, serta bagaimana penegakan hukum dapat berjalan, jika perambahan hutan terus berlanjut yang mengakibatkan konflik berkepanjangan.

Hal itu disampaikannya saat Rapat penyelesaian konflik dengan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (Dishut Provsu) bersama Kelompok Tani Nipah Desa Kwala Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, dengan oknum pengusaha perkebunan sawit berinisial Immanuel Sibuea yang berdiri diatas areal Perhutanan Sosial, di Aula Dishut Provsu di Jalan Sisingamangaraja Km 5,5 No 14 Marindal, Medan, Selasa (16/2/2021) sore.

Ari berharap, agar Dishut Provsu dapat terlibat langsung dalam kasus yang sedang dialami Kelompok Tani Nipah yang selama ini sudah membantu pemerintah untuk melakukan pemulihan kawasan hutan.

“Penahanan anggota kelompok tani itu diduga sangat dipaksakan. Seperti ada udang di balik batu. Karena mereka belum pernah diperiksa, terkait tuduhan yang disampaikan Harno Simbolon,” katanya Ari.

Berdasarkan Pasal 50 ayat (3) huruf a dan b Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kahutanan menebutkan bahwa setiap orang dilarang antara lain : Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah, serta Merambah kawasan hutan, dan Pasal 78 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, yang berbunyi : “Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d. Diancam dengan pidana penjara paling 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000,- (lima miliar rupiah). “Jadi, pengelola kawasan hutan harus memiliki izin,” pungkas Ari.

Klarifikasi Wakil Ketua DPRD Langkat
Kelompok Tani Nipah saat menyampaikan aspirasinya di Mapolsek Tanjung Pura, Rabu (10/2/2021) siang.

Anggota DPRD Langkat dari Fraksi PDI Perjuangan Sadrak H Manurung menyepakati bahwa, akar persoalan dari masalah tersebut adalah status lahan sawit yang berada di areal Perhutanan Sosial yang dikelola kelompok tani.

“Selama masalah status lahan belum ada penegasan, maka konflik akan terus berlanjut,’ kata Sandrak.

“Negara harus melindungi mereka (kelompok tani), karena mereka yang membantu pemerintah menjaga, merawat dan merehebilitasi hutan sesuai dengan mandat yang mereka terima. Jika pemerintah lemah, maka negara bisa hancur. Kita harapkan agar kedua pihak dapat berdamai dan mencabut laporannya terkait kasus penganiyaan itu,” tegas Sadrak.

Kelompok Tani Nipah
Kegiatan Poktan Nipah merehebilitasi areal Perhutanan Sosial

Sebelumnya diberitakan, dalam pertemuan itu, selain menyampaikan penyelesaian persoalan dugaan penganiayaan yang dilakukan Ketua dan Anggota Kelompok Tani Nipah kepada pekerja perkebunan sawit, Kepala Dinas Kehutanan Provsu Ir Herianto MSi juga menyampaikan terkait status 65 hektar lahan sawit yang berada di areal perhutanan sosial yang dikelola kelompok tani seluas 242 hektar.

Tak hanya itu, Herianto juga menegaskan, akan mengambil sikap tegasnya kepada pihak Immanuel Sibuea untuk menyampaikan pengaduan terhadap Immanuel Sibuea ke Poldasu.

“Jika dalam 7 hari ini pihak Immanuel Sibuea tidak dapat menunjukkan alas hak atas tanahnya yang otentik, kami akan mengambil sikap tegas dan melaporkannya ke Poldasu, terkait penguasaan dan pengusahaan kawasan hutan tanpa hak,” tegasnya. (Tim)

 

- Advertisement -

Berita Terkini