AMAN Sumut, Minta DPRD dan Gubsu Segera Sahkan Ranperda Masyarakat Adat Sumatera Utara

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – AMAN (Aliansi Masyarakat Adat) Sumatera Utara mendatangi Kantor DPRD Sumatera Utara, Kantor Gubernur Sumatera Utara dan Kantor Wilayah BPN Sumatera Utara. Senin, (7/9/2020).

Dalam aksi tersebut, Ansyurdin, Ketua Pimpinan Wilayah AMAN Sumatera Utara menyerukan agar DPRD Sumatera Utara dan Gubernur Sumatera Utara melakukan percepatan pengesahan Ranperda Masyarakat Adat Sumatera Utara.

Perda Masyarakat adat Sumatera Utara telah 5 tahun didorong untuk masuk sebagai Perda inisiatif melalui DPRD Sumatera Utara. Bahkan RUU Masyarakat Adat sudah didorong sejak 7 tahun yang lalu.

Sejak adanya MK 35/2012 yang mengisyarakkan bahwa pengakuan masayarakat adat bisa di tempuh salah satunya melalui RUU Masyarakat Adat dan Perda Masyarakat Adat di Sumatera Utara.

“Harapannya melalui RUU dan Perda tersebut nantinya kasus-kasus konflik agraria yang melibatkan masyarakat adat di Sumatera Utara bisa di tuntaskan,” ujar Ansyurdin.

Antara lain kasus 5.873 Ha eks HGU yang hingga saat ini tidak pernah melibatkan partisipasi dari masyarakat adat Rakyat Penunggu sebagai pemangku hak.

Kasus penggusuran paksa dengan kekerasan pada komunitas-komunitas masyarakat adat yang sudah mengkelola wilayah adatnya, serta tidak diakuinya keberadaan masyarakat adat dan wilayah adatnya telah menyebabkan hilangnya wilayah kelola masyarakat adat pada Rakyat Penunggu maupun komunitas-komunitas masyarakat adat di Sumatera Utara menjadi peruntukan perkebunan skala luas, pertambangan, atau peruntukan lainnya.

“AMAN Sumut melihat bahwa pembangunan yang pro investasi telah menyebabkan kerusakan alam, pencemaran lingkungan dalam skala luas, alih fungsi hutan adat dan hutan mangrove, sekaligus telah menyebabkan perampasan ruang hidup bagi masyarakat adat di berbagai wilayah di Sumatera Utara,” kata Ansyurdin.

Terlibatnya banyak aktor di lapangan seperti preman, mafia tanah, developer, investor, yang menguasai wilayah kelola masyarakat adat yang tidak memiliki perlindungan hingga hari ini. Bahkan birokrasi ikut melegitimasi dengan kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat adat melalui beragam kebijakan sektoral terkait pengelolaan sumber daya alam yang menjauhkan masyarakat adat dari ruang hidupnya.

Disatu sisi, terbitnya sertifikat-sertifikat kepemilikan di wilayah adat tanpa pemberian informasi dan persetujuan dari masyarakat adat telah menyebabkan penyingkiran masyarakat adat dan perempuan adat dari sumber-sumber penghidupannya.

Untuk itu, Pimpinan Wilayah AMAN Sumatera Utara beserta organisasi sayapnya menyampaikan tuntututan sebagai berikut :

  1. Menyuarakan dan menyampaikan aspirasi Masyarakat Adat Sumut kepada Pemerintahan Pusat dan DPR RI melalui DPRD Sumut untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat termasuk hak-haknya atas pengelolaan sumber daya alam dan agraria melalui regulasi hukum dengan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat.
  2. Mendesak Gubernur Sumatera Utara dan DPRD Sumatera Utara untuk segera mensyahkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Tata Cara Pengakuan, Perlindungan Hak dan Penetapan Masyarakat Adat Sumut.
  3. Mendesak Gubernur Sumatera Utara dan BPN Sumut untuk segera menuntaskan kasus-kasus konflik agraria di Sumatera Utara.
  4. Mendesak perlindungan pada masyarakat adat dan wilayah kelola yang di duduki masyarakat adat di Sumatera Utara dan segera menghentikan upaya kekerasan seperti gusur paksa, intimidasi dan teror kepada masyarakat adat di Sumatera Utara.
  5. Menolak segala bentuk pembangunan yang tidak melibatkan masyarakat adat serta mengabaikan masyarakat adat di Sumatera Utara.
  6. Menyerukan penuntasan kasus-kasus konflik agraria Rakyat Penunggu dengan PTPN II yang merupakan eks PTPN IX yang sebelumnya telah melakukan perampasan terhadap wilayah kelola Rakyat Penunggu dan puluhan tahun tidak kunjung diselesaikan.
  7. Mendorong pembentukan lembaga semi otonom yang khusus melakukan mediasi konflik, verivikasi dan validasi bagi pengakuan masyarakat adat Rakyat Penunggu.
  8. Menolak segala bentuk legalisasi di wilayah adat dengan mengabaikan partisipasi masyarakat adat Rakyat Penunggu. Upaya-upaya distribusi asset dan legalisasi akses tidak berkeadilan merupakan bentuk pengabaikan Reforma Agararia sejati.
  9. Memberikan perlindungan pada Perempuan Adat di titik-titik konflik agraria dan krisis ekologi agar dapat berusaha dan mengkelola wilayah adatnya tanpa gangguan kekerasan, intimidasi dan teror dalam menghidup-hidupkan wilayah adatnya. Berita Medan, red
- Advertisement -

Berita Terkini