Komisi B DPRD Sumut, Heran Lihat Data Berbeda Antara BPSKL dan Dinas Kehutanan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Komisi B DPRD Sumut turut mempertanyakan kejelasan terkait sejauh mana perhutanan sosial dan kawasan hutan sudah dimanfaatkan oleh masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan belum menyebarnya perhutanan sosial di seluruh kawasan hutan di Sumatera Utara, turut menjadi pertanyaan, seperti di Nias, dan bagaimana persoalan-persoalannya.

Hal-hal yang menyangkut perubahan aturan penunjukan kawasan hutan, peta kawasan hutan, sampai pada adanya tumpang tindih dan konflik tanah di kawasan hutan sampai adanya kebijakan perhutanan sosial pun terus menjadi pertanyaan-pertanyaan yang dilayangkan oleh beberapa anggota DPRD Sumut yang terlibat.

Seperti yang Ahmad Fauzan, anggota DPRD Sumatera Utara yang meminta peta hutan yang sesungguhnya.

“Saya juga heran, kenapa datanya berbeda-beda antara BPSKL dengan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara?,” tanyanya saat RDP Komisi B DPRD Sumut, Selasa (30/6/2020).

Di akhir, sama seperti yang Walhi Sumut dorong kepada DPRD Sumut dan Pemerintah Sumatera Utara pada 22 Juni 2020 lalu, bahwa diskusi lanjutan yang melibatkan elemen pemerintah dan beberapa kelompok masyarakat ini, selaku Direktur Walhi Sumatera Utara, Dana Tarigan meminta agar DPRD Sumatera Utara.

Walhi Sumatera Utara, Sayangkan Laporan Tani Nipah dan Mangrove Jaya ke Institusi Kehutanan dan Penegak Hukum Belum Ditindaklanjuti
RDP Komisi B DPRD, Dinas Kehutanan, BPSKL, Walhi Sumatera Utara dan Kelompok Tani

Dalam hal ini Komisi B untuk menginisiasi terbentuknya tim terdiri dari DPRD, Pemerintah, dan elemen masyarakat sipil yang bisa bekerja sama beberapa hal terkait penyelesaian berbagai permasalahan dalam kawasan hutan seperti:

1. Melakukan penelusuran luasan kawasan hutan (30 %) kawasan hutan di Sumatera Utara dan kesesuaian dengan daya dukung yang berpihak pada lingkungan dan rakyat.

2. Menginventarisasi izin-izin yang ada di kawasan hutan, untuk mengetahui, yang mana kawasan hutan dan bukan kawasan hutan.

3. Turut terlibat dan bersumbangsih pada penyelesaian konflik tenurial di kawasan hutan dan terlibat dalam mendorong kebijakan perhutanan sosial yang akses hutan memang diberikan hak kepada masyarakat.

4. Hasil hutan bukan kayu yang bisa dikelola masyarakat lokal di sekitaran kawasan hutan. Dan,

5. Mendorong Tim atau Kelompok Kerja Bersama antara DPRD Sumatera Utara, Pemerintah Sumatera Utara, dan Organisasi Masyarakat Sipil yang akan secara khusus menangani berbagai persoalan-persoalan kejahatan di kawasan hutan.

Sebagai penutup, Tuani L Tobing anggota DPRD Sumut, menyampaikan bahwa persoalan Perhutanan Sosial memang menjadi rumit sampai saat ini. “Kalau Inputnya salah, outputnya jelas salah,” sindirnya.

Viktor Silaen, Ketua Komisi B DPRD Sumut, menyimpulkan bahwa persoalan hutan ini yang menjadi masalah bagi banyak masyarakat di Sumatera Utara.

“Bukan hanya di Sergai, Langkat dan Deli Serdang, tapi kampung kita di Tapanuli juga banyak masalah yang sama, harus kita sosialisasikan secara benar. Kami minta BPSKL dan Dinas Kehutanan Sumut untuk memberikan peta hutan Sumut ini, dan mengenai Kelompok Kerja yang akan kita buat, kita harus bersama-sama terlibat antara DPRD Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Elemen Masyarakat Sipil,” tutupnya. Berita Medan, red

- Advertisement -

Berita Terkini