FORHATI Sumut, Gelar Seminar Anti Korupsi Tingkat Regional Indonesia-Malaysia

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Seminar Anti Korupsi tingkat Regional Indonesia-Malaysia dilaksanakan oleh FORHATI Sumut pada Minggu, (21/6/2020).

Kegiatan ini mengangkat tema “Kekuatan Perempuan atau KAHMI Menanamkan Nilai-nilai Anti Korupsi”. Forhati mengudang sebanyak 5 narasumber untuk mengupas penanaman nilai-nilai Anti Korupsi di dalam Keluarga , Ormas, Sistem pendidikan, dan Politik Nasional.

Narasumber utama Abdullah Hehamahua, SH. MM., memberikan gambaran berbahayanya Korupsi di Indonesia.

“Memprediksikan 2050 lagi Indonesia bisa hilang dari muka bumi, menjadi beberapa negara baru ataupun jadi jajahan oleh negara lain. Korupsi harus dicegah dan diberantas dengan cara cara luar biasa. Korupsi adalah kejahatan luar biasa karena dampaknya luar biasa, bersifat trans nasional, pembuktian yang sukar, menjadi bisnis yang menjanjikan,” ungkapnya.

Penasehat KPK 2005-2013 ini mendesak masyarakat agar memberikan sanksi sosial yang tegas kepada koruptor, seperti menolak memiliki relasi dengan keluarga koruptor, tidak menghadiri undangan perhelatan para koruptor bahkan masyarakat tidak usah melayat koruptor yang meninggal.

“Keluarga sangat penting untuk melakukan penyelamatan negara dari kehancuran akibat korupsi. Logikanya karena Korupsi adalah kejahatan luar biasa maka seharusnya pencegehan dan pemberatasannya harus luar biasa pula,” tutur Abdullah Hehamahua.

Ditambahkannya, hulunya ada di partai politik. Yang harus diselesaikan adalah partai politik terutama terkait anggaran partai. Tawarannya adalah partai diberikan anggaran atau yang  paling aman seperti luar negeri yaitu partai memiliki usaha yang tidak berkaitan dengan anggaran negara.

Pernyataan senada juga diperkuat oleh pemaparan ahli pidana Dr. Mamud Mulyadi. Penyelesaian korupsi harusnya dilakukan melalui sistem politik. Saat ini anggota parlemen adalah partai yang berbagi kekuasaan dan tidak berpihak kepada rakyat. Kepentingan dan bagi-bagi kekuasaan ini berimbas pada penegakan hukum.

“Orang yang mengkritik hukum dihabisin sedangkan orang yang paham tata negara tidak berperan dengan baik,” ungkap Dosen Fakultas Hukum USU yang pernah menjadi ahli pra pengadilan Setya Novanto ini.

Narasumber Syafrida Rasahan, SH., memaparkan tentang kerawanan politik uang yang akan terjadi pada pilkada serentak nanti. Cukup banyak petahana ataupun keluarganya yang maju pada pilkada saat ini.

“Dari 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara hanya lima yang tidak menyelenggarakan pilkada serentak tahun ini. Dengan adanya bencana Covid-19 kerawanan lebih rentan terjadi,” kata Syafrida.

Dia mengatakan, terdapat kasus Bansos dimanfaatkan para calon dengan jargon dari petahana dengan tujuan mendapat simpati pemilih. Dalam hal ini Ketua Bawaslu Sumut tersebut juga menghimbau agar masyarakat berani menolak politik uang.

Seminar ini dibuka oleh Ketua KAHMI Sumut, Ir. Murlan Tamba, MM. Menurutnya korupsi adalah ekstraordinary crime yang mana setiap orang bisa menjadi pelaku atau korban tanpa dia sadari.

“Korupsi juga terstruktur sedemikian luas, sehingga menjadi kajian mendalam bagi KAHMI secara terstruktur dan punya konsep. Membangun kesadaran masyarakat terhadap pencegahan korupsi adalah peran organisasi masyarakat,” jelasnya.

Oleh karena itu, KAHMI Sumut menganggap apa yang dilakukan Forhati saat ini sangat stategis. Perempuan menjadi benteng utama melawan korupsi melalui keluarga dan terbangunnya gerakan anti korupsi di Indonesia.

Terdapat tiga narasumber lainnya yang mengupas pada aspek keseharian dan lingkungan keluarga.

Narasumber lainnya adalah Rahmadani Hidayatin Sukatendel, S.Psi. M.Kes. Psikolog, mengupas korupsi dari sudut pandang ilmu Psikologi dan kesehatan masyarakat.

“Dimulai sejak anak tumbuh kembang, dipengaruhi oleh orang tua, TV/game, keluarga, baby sitter, lingkungan guru dan teman. Mendidik anti korupsi pada anak harus dimulai dari diri dan rumah,” jelasnya.

“Perilaku buruk pada anak harus dibuat agar tidak bekembang. Kegiatan Seminar tingkat regional Indonesia-Malaysia ini menghadirkan KAHMI Malaysia sebagai salah satu narasumber yang memaparkan kehidupan anti korupsi di Indonesia,” sambung Rahmadani.

Darma Bakti Kalbar yang menjabat wakil sekretaris KAHMI dan Kepala Sekolah Indonesia di Malaysia memberikan gambaran perbedaan gaya hidup anti korupsi Malaysia dan Indonesia. Meskipun kedua negara ini bertetangga, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) keduanya terpaut jauh.

“Berdasarkan data Transparansi Internasional, IPK Indonesia pada tahun 2019 adalah 40 sedangkan IPK Malaysia pada tahun yang sama adalah 90,” jelasnya.

FORHATI Sumut, Gelar Seminar Anti Korupsi Tingkat Regional Indonesia-Malaysia
Tangkapan layar kegiatan Seminar Anti Korupsi Tingkat Regional Indonesia-Malaysia yang digelar oleh FORHATI Sumut. (Dok. Istimewa)

Perbedaan penanaman nilai-nilai anti korupsi  juga terlihat dari kehidupan sehari-hari kedua negara ini. Perbedaan yang paling utama adalah budaya antri dan mental tidak mau jadi pengemis. Selebihnya masyarakat Malaysia terlihat lebih jujur, taat aturan, disiplin dan tidak mengambil hak orang lain. Kunci penanam karakter adalah teladan, pembiasaan dan konsisten.

Informasi menarik dari salah satu pesertadari Lembaga Sertifikasi Penyuluh Komisi Pemberantasan Korupsi  (LSP-KPK), Sandry mengatakan bahwa kegiatan Diklat Penyuluh Anti Korupsi membuka pendaftaran onlina pada 15-30 Juni 2020 di aclc.kpk.id.

Meski LSP-KPK tidak dapat hadir secara resmi, kegiatan ini di apresiasi beliau dengan baik dan berharap banyak dari peserta yang mendalami pencegahan korupsi lebih lanjut melalui Diklat Penyuluh Anti Korupsi.

“Pendidik di KPK tersebut menjelaskan bahwa ada dua tipe orang yaitu orang yang ingin perubahan terjadi, dan orang yang membuat perubahan terjadi. Sebagai pendidik di KPK dia mengajak melakukan perubahan melalui strategi edukasi menjadi penyuluh dengan menyebarluaskan informasi dari pemateri dari seminar anti korupsi tersebut untuk disampaikan di lingkungan sekitarnya. Tentu saja Kegiatan ini tidak berakhir di seminar saja, namun merupakan awal untuk kegiatan anti korupsi yang terorganisir,” katanya.

Menurut Peranita Sagala sebagai Ketua Periodik Forhati Sumut, minat masyarakat umum cukup tinggi dalam mengikuti seminar ini.

“Kegiatan seminar ini adalah pilot project  FORHATI untuk membangun kerjasama dengan berbagai komunitas/organisasi yang hadir, mendorong berdirinya bidang anti korupsi di organisasi masyarakat dan mendorong peningkatan jumlah penyuluh anti korupsi yang bersertifikasi kompeten,” kata Pera.

Moderator kegiatan, Ainun Mardiah merupakan Penyuluh Anti Korupsi mengakhiri kegiatan diskusi dengan menyampaikan pertanyaan pilihan peserta kepada masing-masing narasumber.

Dari hasil evaluasi selain anggota KAHMI dan HMI terdapat 58% peserta dari masyarakat umum, seperti Aparat Sipil Negara (ASN), Organisasi Masyarakat, Perguruan tinggi, aktifis anti korupsi di seluruh Indonesia dan Malaysia.

Hal ini menunjukkan tingkat keresahan masyarakat umum semakin tinggi, dan kebutuhan informasi pemberantasan korupsi lebih luas. Berita Medan, red

- Advertisement -

Berita Terkini