Mudanews.com Jakarta – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kubu Ketua Umum Gus Yahya Cholil Staquf kembali gagal menggelar Rapat Pleno, Kamis (11/12/2025). Forum yang sedianya diagendakan pukul 13.00 WIB itu akhirnya berubah haluan dan ditetapkan sebagai Rapat Koordinasi Penanggulangan Kebencanaan PBNU setelah kehadiran pengurus sangat minim dan Rais Aam KH Miftachul Akhyar tidak hadir.
Rapat yang digelar di lantai 8 Gedung PBNU tersebut sebelumnya telah diumumkan melalui surat bernomor 4803/PB.01/4.I.01.01/99/12/2025. Undangan ditujukan kepada seluruh unsur kepengurusan: Mustasyar, Syuriyah, A’wan, Tanfidziyah, serta pimpinan lembaga dan banom. Namun, hingga waktu pelaksanaan, hanya belasan pengurus hadir secara luring dan 33 anggota mengikuti secara daring.
Awalnya, banner bertuliskan “Rapat Pleno PBNU” telah terpasang. Namun, melihat realitas jumlah kehadiran, panitia menurunkannya dan menggantinya dengan tulisan “Rapat Koordinasi”. Situasi ini menegaskan kegagalan pleno kubu Gus Yahya untuk kedua kalinya setelah rapat serupa dua hari sebelumnya juga kandas akibat minimnya dukungan.
Dalam konferensi pers, Gus Yahya menyebut ketidakhadiran Rais Aam sebagai alasan utama pleno tidak bisa dilanjutkan.
“Pleno harus dipimpin bersama Rais Aam dan Ketua Umum. Kita sudah menunggu, tetapi beliau tidak hadir. Karena itu, pleno tidak mungkin digelar,” ujar Gus Yahya.
Meski demikian, pihaknya menyepakati perubahan forum menjadi rapat koordinasi dengan fokus pada penanggulangan bencana yang tengah melanda kawasan Sumatera dan daerah lain di Indonesia. PBNU merumuskan enam pertimbangan, mulai dari terpenuhinya kuorum administratif hingga amanah islah dari para kiai sepuh dalam dua pertemuan besar: Silaturahmi Alim Ulama di PBNU (23 November 2025) dan Musyawarah Mustasyar–Masyayikh di Ploso Kediri (30 November 2025).
Namun, di balik perubahan agenda tersebut, dinamika internal PBNU terus menguat. Mayoritas jajaran Syuriyah menyatakan bahwa jabatan Ketua Umum PBNU berada di bawah otoritas Syuriyah dan keputusan mereka bersifat mengikat. Keputusan Syuriyah menetapkan KH Zulfa Mustofa sebagai Penjabat Ketua Umum dinilai sah dan konstitusional. Karena itu, upaya kubu Gus Yahya menggelar pleno dinilai “tidak memiliki landasan hukum”.
Sementara itu, kubu yang berkumpul di Hotel Sultan sebelumnya menegaskan rapat pleno pada 9 Desember 2025 sah karena memenuhi kuorum 55,39 persen. Pernyataan itu disampaikan Rais Syuriyah PBNU Prof Mohammad Nuh. Tetapi Sekjen PBNU Amin Said Husni membantah, menyatakan rapat tersebut “tidak memiliki legitimasi” karena bertentangan dengan AD/ART serta mengabaikan dawuh para kiai sepuh dari Ploso dan Tebuireng.
Drama ini menambah panjang ketegangan internal di tubuh PBNU. Mayoritas pengurus memilih tidak menghadiri pleno kubu Gus Yahya sebagai bentuk kepatuhan kepada para kiai sepuh. Fakta bahwa hanya sebagian kecil pengurus hadir dalam rapat menunjukkan bahwa basis dukungan Gus Yahya semakin rapuh.
Meski demikian, perubahan forum hari ini memberikan jeda sejenak dari ketegangan politik internal. Fokus diarahkan pada penanggulangan bencana—isu yang secara nyata memerlukan respons cepat. PBNU menegaskan bahwa keputusan ini adalah bentuk tanggung jawab sosial dan komitmen organisasi untuk mendahulukan kepentingan umat di atas kepentingan politik internal.
Forum koordinasi hari ini diharapkan menghasilkan langkah-langkah kebencanaan yang konkret, tanpa mengabaikan proses islah menuju rekonsiliasi penuh jelang Muktamar 2026.**(Red)

