MKD Jatuhkan Sanksi Etik, BEM PTNU Desak Pengusutan Dalang Kerusuhan Agustus 2025

Breaking News
- Advertisement -

 

Mudanews.com Jakarta, — Pasca kerusuhan besar yang mengguncang sejumlah kota pada Agustus 2025, pemerintah bersama DPR RI mulai melakukan penataan etika di lembaga legislatif. Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akhirnya menuntaskan sidang etik terhadap lima anggota DPR yang diduga melakukan pelanggaran etika selama polemik tersebut.

Dalam putusan yang dibacakan pada Rabu (5/11), MKD menjatuhkan sanksi berbeda kepada para anggota dewan. Ahmad Sahroni (Fraksi NasDem) dijatuhi sanksi nonaktif selama enam bulan dengan penangguhan seluruh hak keuangan. Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio (Fraksi PAN) dikenai sanksi nonaktif selama empat bulan, sedangkan Nafa Indria Urbach (Fraksi NasDem) mendapat sanksi nonaktif selama tiga bulan.

Sementara itu, Adies Kadir (Fraksi Golkar) dan Surya Utama alias Uya Kuya dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik dan kembali diaktifkan sebagai anggota DPR RI.

Ketua MKD menegaskan bahwa putusan tersebut merupakan bagian dari komitmen lembaga untuk menjaga kehormatan parlemen.

“Putusan ini menjadi bagian dari komitmen kami untuk menjaga marwah DPR agar tidak tercoreng oleh perilaku yang tidak pantas,” ujarnya.

Namun, langkah MKD itu dinilai belum cukup oleh kalangan mahasiswa. Presidium Nasional BEM PTNU Se-Nusantara menilai bahwa akar persoalan dari kerusuhan Agustus justru belum tersentuh.

“Kami mengapresiasi sikap MKD yang tegas menegakkan etika di parlemen, tetapi penyebab utama kericuhan belum diusut tuntas,” tegas Achmad Baha’ur Rifqi, Presidium Nasional BEM PTNU. “Sampai hari ini belum ada kejelasan mengenai penindakan terhadap provokator, penyebar hoaks, dan dalang di balik kerusuhan yang memicu kekacauan di lapangan.”

Rifqi menilai bahwa penyebaran disinformasi di media sosial menjadi faktor yang memperkeruh situasi, menggiring opini publik secara liar, dan mencoreng idealisme gerakan mahasiswa.

“Gerakan mahasiswa harus tetap murni, tidak boleh ditunggangi kepentingan politik siapa pun. Kami belajar dari peristiwa Agustus bahwa bersikap kritis itu penting, tetapi jangan reaktif,” ujarnya.

Dalam pernyataannya, BEM PTNU menyerukan agar pemerintah dan aparat penegak hukum memperluas penegakan hukum hingga ke pengungkapan aktor intelektual di balik kerusuhan.

“Keadilan tidak boleh setengah jalan. Jangan hanya menghukum pelanggaran etik di DPR, sementara dalang dan penyebar kebohongan dibiarkan bebas berkeliaran. Mereka yang memantik api harus diusut tuntas,” kata Rifqi.

Menurut BEM PTNU, peristiwa Agustus 2025 menjadi cermin penting bagi seluruh pihak:

Bagi parlemen, untuk memperbaiki moral dan etika politik;

Bagi pemerintah, untuk memperkuat literasi publik;

Bagi mahasiswa, untuk menjaga kemurnian gerakan dan marwah intelektual. “Kami berdiri di atas nilai intelektual dan etika akademik,” tutup Rifqi. “Gerakan mahasiswa adalah suara nurani, bukan alat kepentingan.”**(Red)

 

Berita Terkini