Pertemuan Jokowi – Abu Bakar Ba’asyir Kode Ketakutan Amok Massa atau Bangun Skenario Baru?

Breaking News
- Advertisement -

Oleh: Agusto Sulistio

Mudanews.com OPINI – Pertemuan mantan Presiden Joko Widodo dengan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir di Solo baru-baru ini menyita perhatian publik, sejatinya ini bukan hal baru. Disisi lain ada yang melihatnya sekedar silaturahmi biasa, tapi ada juga yang menilai ini sarat dengan politik.

Selama menjabat presiden, Jokowi dikenal tegas terhadap kelompok yang dilabeli radikal. Abu Bakar Ba’asyir pun tak pernah jauh dari stigma itu. Setelah tidak lagi berkuasa, Jokowi bersilaturahmi. Perubahan sikap ini dalam politik hal biasa, tidak ada kawan atau lawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan.

Bagi masyarakat awam, kunjungan ini mungkin dianggap langkah tauladan, mantan presiden bertemu dengan seorang tokoh sepuh yang punya pengikut besae. Tapi akal sehat menganjurkan agar membaca ini lebih jeli, pertemuan ini punya kalkulasi politik senditi. Apalagi dilakukan di Solo, kota kelahiran politik Jokowi, yang sarat simbol dan pesan.

Namun, dari sisi Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, pertemuan demgan Jokowi tentu diterima dalam bingkai berbeda. Sebagai ulama, menerima atau mengunjungi siapa pun adalah bagian dari ibadah. Apalagi jika yang datang adalah orang yang tengah menghadapi masalah, beban sosial, atau pergulatan hidup. Dalam tradisi keilmuan Islam, memberi nasehat dan doa kepada siapa pun yang datang, tanpa pandang bulu, adalah kewajiban moral seorang pemuka agama.

Kita bisa ambil pelajaran dari kisah masa lalu. Buya Hamka, ulama kharismatik dan sastrawan besar, pernah dijebloskan ke penjara oleh Presiden Soekarno. Namun siapa sangka, di ujung hidupnya, Soekarno justru berwasiat agar ketika wafat kelak, ia dimandikan oleh Buya Hamka. Dan benar, wasiat itu dilaksanakan. Hamka yang pernah dipenjara oleh Bung Karno, justru dengan ikhlas menunaikan tugas memandikan jasad sang proklamator.

Kisah ini mengajarkan bahwa kita tidak akan pernah tahu ujung kehidupan seseorang, bagaimana iman seseorang di akhir hayatnya, atau siapa yang akan menuntun kita pada detik-detik terakhir. Keyakinan, amal, dan ajal sepenuhnya berada di tangan Allah SWT. Karena itu, ulama sejati tidak pernah menutup pintu bagi siapa pun yang datang bahkan kepada orang yang pernah berseberangan.

Pertemuan Jokowi dengan Abu Bakar Ba’asyir bukan hanya sebagai manuver politik, tapi juga betapa agama selalu membuka ruang maaf, doa, dan bimbingan. Abu Bakar Ba’asyir tentu menyadari peran itu, menerima atau mengunjungi tamu bukan demi politik, melainkan demi kewajiban dakwah memberi nasehat dan doa bagi siapa pun, termasuk seorang mantan presiden.

Masyarakat harus tetap kritis. Jangan sampai simbol-simbol keagamaan dan silaturahmi dimanfaatkan untuk kepentingan politik semata. Sejarah politik Indonesia berkali-kali menunjukkan, tokoh bisa berubah sikap dan berbalik arah dengan cepat, demi menjaga posisi atau membangun citra baru.

Pertemuan ini pada akhirnya menjadi cermin. Dari sisi politik, memperlihatkan fleksibilitas kepentingan. Dari sisi agama, ia menegaskan bahwa ulama tidak pernah menutup pintu bagi siapa pun yang datang, sekalipun dulu pernah berseberangan. Dan bagi kita semua, ia adalah pesan bahwa hidup penuh dengan kejutan, siapa yang tampak musuh hari ini, bisa jadi esok justru datang meminta doa.

Maka, di tengah hiruk pikuk tafsir politik, jangan lupakan pelajaran spiritual yang lebih dalam, aoal nasehat, soal doa, dan soal akhir hayat manusia yang sepenuhnya misteri. Politik bisa berubah-ubah, tapi ajal dan iman tetap urusan Allah SWT semata.***

Kalibata Jaksel, Senin 29 September 2025, 17:45 Wib.

Berita Terkini