BEM PTNU : Tagar Reset Indonesia Bisa Jadi Ancaman Disintegrasi Bangsa!

Breaking News
- Advertisement -

 

Mudanews.com Jakarta, 21 September 2025 — Gelombang wacana dengan tagar “Reset Indonesia” yang belakangan ramai digaungkan oleh sejumlah kelompok aktivis dan komunitas daring mendapat tanggapan kritis dari Arya Eka Bimantara, Direktur Lembaga Kajian Strategis dan Advokasi Nasional BEM PTNU. Dalam pernyataan resminya, Arya menegaskan bahwa gagasan “reset” terhadap sistem kebangsaan Indonesia justru berpotensi mengancam fondasi persatuan nasional dan mengabaikan nilai-nilai luhur yang telah menjadi pilar bangsa sejak kemerdekaan.

Arya menyoroti bahwa istilah “Reset Indonesia” kerap digunakan sebagai slogan dalam aksi-aksi protes dan diskusi publik, namun hingga kini tidak memiliki definisi, prinsip, atau arah yang jelas. “Reset” yang dimaksud seringkali diartikan sebagai tuntutan perubahan radikal terhadap sistem politik, ekonomi, dan sosial Indonesia, tanpa mempertimbangkan risiko instabilitas dan disintegrasi bangsa.

Menurut Arya, sejarah telah membuktikan bahwa perubahan radikal tanpa pijakan nilai dan konsensus nasional justru membuka ruang bagi konflik horizontal, polarisasi, dan bahkan kekerasan. “Indonesia bukan sekadar negara administratif, melainkan rumah bersama yang dibangun di atas fondasi nilai-nilai agama, Pancasila, dan semangat kebangsaan,” tegas Arya.

Arya menegaskan, perspektif yang digunakan BEM PTNU dalam menanggapi isu ini didasarkan pada paham Hubbul Wathon Minal Iman (cinta tanah air adalah bagian dari iman). Prinsip ini, yang berakar dari tradisi Islam Nusantara dan dipopulerkan oleh para ulama pendiri bangsa seperti KH. Wahab Hasbullah dan KH. Hasyim Asy’ari, menegaskan bahwa membela dan menjaga keutuhan NKRI adalah bagian dari pengamalan iman.

“Hubbul Wathon Minal Iman bukan sekadar jargon, melainkan landasan teologis dan historis yang telah terbukti mampu mempersatukan bangsa Indonesia di tengah keberagaman agama, suku, dan budaya,” jelas Arya. Ia menambahkan, prinsip ini juga menjadi benteng utama dalam menghadapi ancaman radikalisme, terorisme, dan gerakan separatis yang kerap memanfaatkan isu-isu perubahan sistem untuk kepentingan sempit.

Arya menegaskan bahwa Indonesia telah memiliki fondasi negara yang kokoh melalui Pancasila dan UUD 1945. Pancasila, dengan sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”, menegaskan bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara harus berlandaskan nilai-nilai agama, tanpa menjadikan Indonesia sebagai negara agama maupun negara sekuler.
“Negara ini dibangun atas dasar konsensus para pendiri bangsa yang menempatkan agama sebagai sumber moral dan etika publik, namun tetap menjamin kebebasan beragama dan menghormati keberagaman,” ujar Arya. Ia menambahkan, Pancasila dan konstitusi telah terbukti mampu menjadi payung bagi seluruh warga negara, menjaga harmoni sosial, dan mencegah dominasi kelompok tertentu atas yang lain.

Arya menyoroti bahwa tuntutan “reset” seringkali mengabaikan fakta bahwa Indonesia telah memiliki mekanisme reformasi dan perbaikan sistem yang konstitusional, baik melalui amandemen, legislasi, maupun partisipasi publik. “Alih-alih melakukan reset yang berisiko menimbulkan kekacauan, bangsa ini seharusnya memperkuat mekanisme evaluasi, pengawasan, dan perbaikan sistem secara bertahap dan inklusif,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa data survei nasional menunjukkan mayoritas masyarakat Indonesia lebih menginginkan stabilitas, keamanan, dan kesinambungan pembangunan, ketimbang perubahan radikal yang tidak jelas arah dan tujuannya . “Kita harus belajar dari sejarah, bahwa setiap upaya perubahan besar tanpa landasan nilai dan konsensus nasional justru berujung pada kegagalan dan penderitaan rakyat,” tambah Arya.

Sebagai penutup, Arya Eka Bimantara menyerukan kepada seluruh elemen bangsa, khususnya generasi muda, untuk tidak mudah terprovokasi oleh wacana-wacana perubahan radikal yang tidak berpijak pada nilai-nilai kebangsaan dan agama. “Mari kita rawat Indonesia dengan semangat Hubbul Wathon Minal Iman, memperkuat Pancasila, dan terus berikhtiar memperbaiki bangsa ini melalui jalan konstitusional, dialog, dan musyawarah,” pungkas Arya.**(Red)

Berita Terkini