Aznil Tan: Reset Indonesia adalah Keniscayaan dalam Siklus Bernegara

Breaking News
- Advertisement -

 

Mudanews.com Jakarta – Aksi rakyat pada 25–31 Agustus 2025 yang menelan korban jiwa semakin menguatkan tuntutan untuk dilakukan Reset Indonesia.

Menurut Aznil Tan, Aktivis 98, reset bukan sekadar reformasi setengah hati, melainkan pembaruan menyeluruh yang menyentuh akar persoalan bangsa.

“Reset Indonesia adalah jalan baru untuk memastikan negara benar-benar hadir melayani rakyat sebagai pemilik sah negeri ini. Reset adalah sebuah keniscayaan dalam siklus bernegara, di mana sistem yang ada saat ini telah dipenuhi banyak virus,” pungkasnya.

Reset Indonesia, kata Aznil, menuntut perubahan total di berbagai bidang. Dalam politik dan institusi, reset berarti menghapus praktik politik dinasti, oligarki, serta birokrasi korup, sekaligus memperbaiki tata kelola pemerintahan agar lebih transparan, efisien, dan akuntabel.

“Dalam bidang ketenagakerjaan, reset dimaknai sebagai penyediaan lapangan kerja, perlindungan hak-hak pekerja, penghapusan diskriminasi, serta pengakuan bahwa sumber daya manusia yang melimpah adalah aset bangsa, bukan beban. Reset ketenagakerjaan dibutuhkan untuk terbentuknya masyarakat produktif yang terlindungi,” jelasnya.

Ia juga menyoroti sektor pelayanan publik. Reset diperlukan untuk memastikan bahwa layanan negara adalah hak dasar warga, bukan fasilitas elitis.

“Pelayanan publik yang berbelit-belit, mempersulit rakyat, menghambat, serta sarat pungli dan pemerasan harus di-reset menjadi praktis, mudah diakses, dan berbasis tata kelola yang baik,” ungkapnya.

Dalam ranah kepemimpinan, reset mengharuskan pejabat menanggalkan privilese berlebihan, hidup sederhana, dan bekerja bersama rakyat.

“Pejabat jangan bermewah-mewah di tengah rakyat sedang susah. Fasilitas kendaraan dan rumah dinas cukup fungsional, tidak perlu berlebihan seperti bangsawan. Tata kelola kepemimpinan harus menempatkan rakyat sebagai pusat perhatian,” tandasnya.

Aznil Tan juga menyoroti perlunya reset terhadap pertanahan, izin HGU, dan pertambangan.

“Tanah-tanah yang dikuasai oleh segelintir orang mesti di-reset. Begitu juga izin tambang dan perkebunan yang merugikan tanah rakyat dan adat,” imbuhnya.

Aznil menegaskan bahwa aksi rakyat pada Agustus 2025 adalah peringatan keras bagi penguasa.

“Legitimasi politik tidak lahir dari angka statistik pertumbuhan ekonomi, melainkan dari keberpihakan nyata kepada rakyat. Tata kelola negara yang baik adalah fondasi bagi legitimasi itu,” ujarnya.

Aksi tersebut, lanjut Aznil, menunjukkan bahwa bangsa ini membutuhkan keberanian untuk meninggalkan pola lama yang elitis, koruptif, dan jauh dari aspirasi rakyat.

“Reset bukan kehancuran. Reset adalah amanat moral dan politik untuk menulis ulang kontrak sosial antara negara dan rakyat. Ia adalah awal baru untuk membangun Indonesia yang adil, sehat, bermartabat, dan dikelola dengan tata kelola yang benar,” tegas Aznil.

Dalam hal ini, Aktivis 98 telah membentuk Posko RI 98 di Tebet, Jakarta Selatan, sebagai tempat konsolidasi melakukan reset Indonesia.**(Red)

 

Berita Terkini