MUDANEWS.COM, Medan – Ilham Panggabean, S.Sos Ketua Bidang Pembangunan Demokrasi dan Politik HMI Cabang Medan Periode 2025-2026
Isu “Bubarkan DPR” yang mencuat di ruang publik belakangan ini merupakan manifestasi dari kekecewaan rakyat terhadap kinerja Dewan Perwakilan Rakyat. Kritik itu tidak muncul tanpa alasan, melainkan lahir dari akumulasi kebijakan yang dinilai elitis, kurang berpihak pada rakyat, serta minimnya transparansi dalam proses legislasi. Fenomena ini menunjukkan adanya krisis legitimasi antara rakyat dan wakilnya, yang menimbulkan jarak dalam hubungan representasi politik.
Meskipun demikian, tuntutan pembubaran DPR tidak dapat dibenarkan secara hukum maupun konstitusional. Pasal 7C UUD 1945 secara tegas melarang presiden untuk membubarkan DPR, sehingga seruan tersebut tidak memiliki dasar dalam sistem presidensial Indonesia.
Jika dipaksakan, langkah itu justru akan merusak tatanan demokrasi yang dibangun pascareformasi, sekaligus melemahkan prinsip checks and balances dalam kerangka trias politica.
Sejarah politik Indonesia juga mencatat bahwa pembubaran atau pembekuan parlemen selalu berujung pada krisis politik yang serius. Baik ketika Presiden Soekarno membentuk DPR Gotong Royong pada 1960 maupun saat Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan maklumat pembekuan DPR/MPR pada 2001, hasilnya adalah instabilitas politik dan melemahnya demokrasi. Dari pengalaman itu, dapat dipahami bahwa membubarkan DPR bukanlah jalan keluar, melainkan jalan buntu.
Kita harus menegaskan bahwa hilangnya DPR akan berimplikasi serius terhadap sistem ketatanegaraan. Tanpa DPR, kekuasaan eksekutif akan menjadi dominan, sementara ruang partisipasi rakyat dalam perumusan kebijakan publik akan tergerus.
Hal ini pada akhirnya akan membuka jalan bagi otoritarianisme baru, yang jelas bertentangan dengan cita-cita reformasi dan prinsip kedaulatan rakyat
Solusi yang lebih tepat adalah mendorong reformasi kelembagaan DPR, bukan membubarkannya.
Reformasi itu dapat dilakukan melalui transparansi digital dalam proses legislasi, forum dengar pendapat publik, evaluasi berbasis kinerja anggota dewan, serta mekanisme recall terhadap wakil rakyat yang terbukti tidak aspiratif.
Dengan cara ini, DPR tetap dipertahankan sebagai pilar demokrasi, tetapi dengan wajah yang lebih akuntabel dan responsif terhadap rakyat
Oleh karena itu, sikap yang perlu ditegaskan adalah mendukung masyarakat untuk terus kritis dan aktif, sekaligus mendorong DPR untuk berbenah dan mengembalikan marwahnya sebagai lembaga representatif. Kita menolak gagasan pembubaran DPR karena tidak konstitusional dan berbahaya bagi demokrasi.
Namun, kita juga menuntut DPR untuk melakukan transformasi yang serius agar tidak lagi menjadi sumber kekecewaan rakyat, melainkan benar-benar rumah aspirasi yang menjaga keseimbangan trias politica serta memperjuangkan kepentingan bangsa