Mudanews.com – MEDAN | Nama Fajri Akbar, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara dari Fraksi Partai Demokrat, mendadak jadi buah bibir. Politikus muda itu dilaporkan seorang pegawai bank swasta berusia 24 tahun berinisial SN ke Polda Sumut atas dugaan kekerasan seksual. Laporan dilayangkan pada awal Mei 2025 dan langsung menyedot perhatian publik.
SN, yang bekerja sebagai marketing sebuah bank di Medan, mengaku menjalin hubungan dengan Fajri sejak Januari 2025. Kepada penyidik, ia mengaku pertama kali berkenalan dengan Fajri saat menawarkan produk bank. Komunikasi keduanya berlanjut lewat ponsel pribadi hingga akhirnya Fajri disebut mengajak SN ke sebuah hotel di Medan.
Di tempat itulah, menurut SN, keduanya berhubungan badan untuk pertama kali. Ia mengklaim tindakan itu berlangsung dengan janji Fajri akan mencarikan pekerjaan untuknya. Sepekan kemudian, SN menyampaikan bahwa ia hamil. Pertemuan lanjutan pun terjadi—kembali di hotel—yang disebut sebagai momen terjadinya tindak kekerasan dan pemaksaan hubungan intim kedua.
Dua Versi Cerita.
Fajri tidak menampik bahwa ia memiliki hubungan pribadi dengan SN. Namun menurut dia, hubungan itu berlangsung atas dasar suka sama suka. “Tidak ada kekerasan,” ujar Fajri seperti dikutip kuasa hukumnya, Hasrul Benny Harahap.
Hasrul menegaskan bahwa kliennya tidak pernah menjanjikan jabatan atau pekerjaan kepada SN. Ia menyebut tuduhan yang dilayangkan SN tak berdasar dan menyebutnya sebagai fitnah.
Tak tinggal diam, Fajri lebih dulu melaporkan SN ke Polda Sumut dengan tuduhan penyebaran berita bohong di media sosial. Laporan tersebut kini dalam proses penyelidikan. “Kami imbau masyarakat tidak berspekulasi,” kata Hasrul.
Di sisi lain, tim kuasa hukum SN yang diketuai Muhammad Reza menegaskan kliennya menjadi korban kekerasan seksual dan intimidasi. Mereka menyatakan akan mengawal proses hukum sampai tuntas.
Politikus Muda dengan Latar Hukum.
Fajri Akbar lahir pada 24 April 1990. Ia mewakili daerah pemilihan Sumut I, yang meliputi sebagian besar wilayah Kota Medan, di DPRD Sumut. Karier politiknya ditopang latar belakang hukum. Ia merupakan alumnus Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, aktif sejak masa mahasiswa, dan pernah menjabat koordinator penerimaan mahasiswa baru pada 2010.
Sebelum terjun ke politik, Fajri bekerja di sejumlah firma hukum, antara lain Swandy Halim and Partners serta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Peradi di Jakarta. Ia juga dikenal sebagai kurator dan pengurus aktif dalam Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia (IKAPI).
Sosok Fajri selama ini dikenal dekat dengan konstituennya. Ia kerap tampil dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Namun kasus ini bisa menjadi titik balik karier politiknya, tergantung bagaimana proses hukum berjalan.
Menanti Proses dan Pembuktian.
Hingga kini, belum ada penetapan status hukum bagi kedua pihak. Kepolisian Sumut tengah menyelidiki dua laporan yang saling bertolak belakang. Satu berkaitan dengan dugaan kekerasan seksual, lainnya menyangkut penyebaran informasi palsu.
Kasus ini membuka kembali diskusi publik tentang relasi kuasa dalam hubungan personal antara pejabat dan warga sipil. Apakah benar ada tekanan? Ataukah ini murni sengketa pribadi yang dibumbui politik?
Publik menanti, dan hukum akan bicara. (din)