Pilkada Wonosobo Dalam Kajian Konsultan Politik

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Mudanews – Wonosobo | Ada sebuah kota kecil di Jawa Tengah yang sedang  melaksanakan proses Pilkada dengan “agak laen”. Wonosobo memilih kepala daerah baru yang diikuti 2 paslon Afif- Husein dan Itab-Sidqi. Prediksi Pilkada melawan kotak kosong di kota berhawa sejuk itu buyar di detik-detik akhir.

Mendaftar Pilkada Wonosobo atas “berkah” putusan MK no 60, membuat paslon Itab-Sidqi berhadapan dengan koalisi raksasa “buto ijo”. Afif-Husein didukung 12 partai politik dan 43 kursi parlemen dari total 45 kursi di DPRD.

Tidak perlu dituliskan berapa sisa dukungan yang ada di belakang Itab-Sidqi, yang pasti persyaratan minimal atas putusan dadakan MK sudah terpenuhi.

Sebagai kandidat Bupati berlatar belakang pengasuh Ponpes,  Gus Itab dengan penuh percaya diri mewakili suara akar rumput dari kalangan religius tradisional. Mereka yang menginginkan Wonosobo “berbenah”, bukan “berubah” karena sistem Pilkada dengan “The Power Of Parpol” juga tidak berubah ?.

Sebesar apakah peluang Itab-Sidqi bisa memenangkan perebutan simpati warga Wonosobo? Bahkan obrolan warga di warung kopi, pasar Randusari Kepil hingga sudut pasar Projo Buritan tidak ada satupun yang memprediksi Itab-Sidqi menang.

Opini yang berkembang mengkonotasikan Itab-Sidqi tak lebih dari sebatas partisan, paling banter sekedar menambah daftar riwayar hidup berstatus pernah menjadi peserta Pilkada.  Bahwa strategi pemenangkan pertarungan politik tidak turun dari langit hasil tirakat.

Itulah alasan mengapa Itab-Sidqi butuh pendampingan dari konsultan politik jika ingin serius menjalani suksesi Wonosobo sekaligus memutarbalikkan asumsi di atas. Kemenangan Jokowi-Ahok dalam Pilkada DKI 2012 yang di luar prediksi seharusnya bisa menjadi contoh. Konsultan politik bekerja membalikkan ramalan dengan mengolah strategi kecenderungan psikologis massa.

Itab-Sidqi lebih mempercayai lembaga survey Optika yang merilis hasil elektabilitas 41% untuk Itab-Sidqi dan 38% Afif-Husein. Hasil survey Optika bisa debatable karena begitulah lembaga survey, mustahil mendowngrade kubu yang membayarnya.

Meski sama-sama kerja politik, lembaga survey dan konsultan politik itu beda.

Persoalan serius tentang pemahaman strategi politik Itab-Sidqi menjadi PR besar, menyusul persoalan duarius lainnya terkait sumber dana. Tanpa harus menyebut jumlah, minimnya spanduk baliho Itab-Sidqi bagi pelaku politik sudah bisa diprediksi. Paslon hasil koalisi dukungan PPP dan PAN tersebut belum selesai urusan cost politik.

Bukan berarti tidak ada investor yang mau mendukung, tetapi belum dicairkan meskipun sudah memasuki masa kampanye yang sarat biaya operasional. Tidak semua kemenangan ditentukan oleh besar kecilnya dana. Tapi dalam proses suksesi  tanpa dukungan dana, sosok yang dulu dikenal dermawan bisa berubah sebutan menjadi dramawan.

Persoalan strategi politik pemenangan sesungguhnya rumit, celakanya itu hanya bisa diramu oleh orang-orang di luar Wonosobo. Mereka yang bisa melihat celah strategi dari kejauhan, bukan dari dekat apalagi punya hubungan emosional dengan masing-masing paslon yang cenderung transaksional.

Konsultan politik dibayar mahal karena kerja profesionalnya, tujuannya hanya satu memenangkan dengan berbagai cara. Termasuk jika harus menggunakan strategi mempolitisasi prespektif kyai vs politikus dalam Pilkada Wonosobo***

Penulis : Ernawan Setianto – Jurnalis dan Pengamat Sosial
Semarang, Oktober ‘24

Berita Terkini