Kedunguan-kedunguan dalam Mengelola Pemerintahan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Albert Einstein mengatakan: “two things are infinite: the universe and human stupidity; and I’m not sure about the universe”.

Demikianlah beliau memberi gambaran betapa kebodohan (stupidity) itu tidak dapat diatasi. Maka alangkah celakanya jika suatu bangsa dijalankan dengan secara “dungu”, karena berada di tangan orang-orang dungu.

Mantan Kepala Badan Kepegawaian Negara, Prof Sofyan Effendi, yang juga Guru Besar Universitas Gajah Mada, merespons rencana Presiden Jokowi menggabungkan Kemendikbud dengan Kementerian Riset dan Teknologi. Beliau meresponnya dengan sebuah pertanyaan, “kenapa bangsa ini makin terlihat dungu”?

Suatu bentuk respons yang tentu saja menggelitik siapapun yang menggunakan akalnya. Professor Sofyan menjelaskan bahwa Kementerian Riset dan Teknologi adalah gagasan presiden ketiga RI, Bapak Prof. Baharuddin Jusuf Habibie. Suatu bentuk kesadaran bahwa penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi suatu bangsa adalah kunci kemajuan dan kejayaan dari bangsa tersebut.

Tentu saja, kita tidak perlu berdebat panjang lebar dengan pernyataan tersebut, karena demikianlah fakta-fakta yang terungkap dalam perkembangan sejarah peradaban manusia, bahwa bangsa yang maju, berjaya adalah bangsa yang terdepan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jika pengetahuan umum ini tidak dipahami oleh Jokowi, betapa celakanya bangsa ini.

Akhir-akhir ini memang nampak sekali kedunguan-kedunguan itu terpampang di sana- sini. Sampai-sampai kita seolah telah maklum pada hal demikian, karena maraknya. Benarlah ungkapan Einstein yang telah disebutkan di atas, bahwa dia tidak yakin alam semesta ini tidak terbatas, tapi sangat yakin bahwa kebodohan itu tidak terbatas.

Perombakan suatu kelembagaan, dalam skala negara itu tidak boleh main-main. Suatu lembaga negara dibentuk, berdasarkan kebutuhan jangka panjang akan visi yang ingin dicapai oleh suatu bangsa, yang mencerminkan keluasan wawasan, kemajuan cara pandang, kedalaman makna dan kearifan para pemimpin yang memutuskan perlu atau tidaknya lembaga tersebut bagi masa depan bangsa.

Gonta-ganti struktur kelembagaan dalam waktu yang relatif singkat, seperti yang dilakukan dalam kasus Kemendikbud dan Ristek ini, atau dalam kasus BPKM, menunjukkan kegamangan, ketiadaan kearifan, kedangkalan wawasan dan cara pandang yang ambigu dalam tata kelola pemerintahan.

Sama halnya dengan apa yang terjadi atas KPK, rontok, runtuh sudah kredibilitasnya, tidak ada lagi marwah, habis kepercayaan publik atasnya, akibat ulah kedunguan dalam melakukan restrukturisasi atas kelembagaan KPK tersebut, tanpa memahami dengan baik maksud dibentuknya lembaga super body itu dalam menjawab kejahatan korupsi yang ditetapkan sebagai extra ordinary crime.

Tinggalkan Kedunguan !

Banyak hal yang nampak dungu dan mesti ditinggalkan, seperti kehebohan dalam urusan penulisan sejarah. Betapa dungu para penulis sejarah itu, jika sosok seperti Hadratus Syeikh K.H. Hasyim Asyari, ulama besar, pejuang kemerdekaan, salah satu faunding fathers bangsa, dan sejumlah tokoh Muslim dihapus dalam kamus sejarah, sementara para tokoh PKI di besar-besarkan.

Prinsip perubahan yang baik itu adalah mempertahankan apa yang telah ada dan masih baik, lalu mengambil hal baru yang lebih baik. Jadi, dalam makna perubahan itu terdapat progres kemajuan. Bukan sebaliknya justru kemunduran dan kehancuran yang diraih atas suatu proses perubahan yang dilakukan.

Mencermati rencana reshuffle kabinet, sejumlah pandangan disampaikan masyarakat. Tidak sedikit yang pesimis bahwa reshuffle kabinet ini akan membawa perubahan yang bergerak ke arah kemajuan. Bahkan ada yang berpendapat, bahwa yang mesti direshuffle bukan menterinya tapi presidennya.

Tentu saja pandangan apapun yang publik sampaikan memiliki resonansi “pesan” yang mesti disikapi secara bijak bukan hanya oleh Jokowi sebagai presiden, namun juga para pemimpin partai politik, karena merekalah yang paling terdepan harus dituntut atas berbagai kedunguan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Oleh : Hasanuddin, MSi – Ketua Umum PB HMI 2003-2005

Depok, Rabu 21 April 2021

- Advertisement -

Berita Terkini