Idealitas dan Realitas HMI Berbanding Terbalik

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Kemarin selepas shalat Maghrib seorang teman bertanya pada saya. Ia bertanya begini, “Bang, aku melihat dalam kesehari-harian anggota HMI yang masih aktif menjadi pengurus, kok ber-HMI itu ribet? Padahalkan di HMI…” Tanpa memperpanjang pertanyaannya suara saya langsung memotong.

Bukan hendak bermaksud mendahului isi pikirannya, tapi saya sendiri tidak tahu mengapa saya begitu refleks dengan pertanyaan itu. Ia menyepakati saja apa yang saya sampaikan. Maksud saya begini, apa yang saya katakan melanjutkan kata-katanya tidak jauh berbeda dengan apa yang hendak ia sampaikan. Ia mengangguk setuju dengan pemakaran saya.

Percakapan singkat pun kami mulai. Saya memberi tanggapan atas pertanyaannya itu. Pertanyaan yang benar-benar dapat menganalisis kondisi HMI saat ini. Artinya, apa yang kami bicarakan dan apa yang hendak saya tulisakan dalam kesempatan kali ini adalah tentang kondisi HMI saat ini, yang sedikit jauh kebelakang, saat saya mulai ber-HMI sejak tahun 2011, mungkin bisa lebih jauh ke belakang.

Segala pengetahuan dan pengalaman pun mulai saya olah dalam pembicaraan. Tentunya secara singkat saya coba mengulanginya kembali dalam tulisan ini sebagaimana apa yang saya pikirkan dan alami terkait masalah yang teman saya sebutkan itu, “Ber-HMI kok terlihat terasa ribet.”

Secara batas waktu, saya membatasinya maksud “kondisi HMI beberapa tahun ini,” adalah katakanlah kondisi HMI sepuluh tahun belakangan ini. Maksud dari tulisan ini adalah membicarakan adanya sebuah kondisi terbalik atau berbanding terbalik antara yang seharusnya HMI dengan praktik-praktik maupun keadaan HMI saat ini. Secara singkat dapat kita katakan idealitas dan realitas HMI saat ini berbanding terbalik, dua garis yang berjalan berlawanan.

Idealitas HMI dalam pengertian di sini melandaskan pada dua hal, yang pertama dalam tatanan ideal HMI dari segi idea-idea yang tidak tertulis. Kedua, adalah dalam tatanan ideal HMI secara tertulis, baik itu dalam AD, ART, Pedoman Organisasi, Pedoman Perkaderan dan ketentuan-ketentuan HMI lainnya. Serta juga tidak menegasikan idea-idea dalam bentuk sumbangsih pemikiran yang tercatat dalam buku-buku maupun dalam forum-forum ilmiah HMI, tidak menutup kemungkinan juga obrolan-obrolan sehat tentang HMI.

Sedangkan dari segi realitas HMI yang kita maksud adalah melihat kondisi praktik Kader-kader HMI yang sedang berproses, baik dari tingkat Komisariat hingga PB HMI.

Nah, jika kita melihat praktik ber-HMI saat ini kemudian merujuknya pada idealitas HMI itu sungguh tampak perbandingan terbaliknya. Saya harus sadari juga bahwa memang tidak semuanya. Akan tetapi, perbandingan terbalik atau ketidak-sesuaian antara idealitas HMI dengan realitas HMI sangat lebih mayoritas. Mari kita renungkan beberapa pembuktian yang saya uraikan di bawah ini.

Dalam ber-HMI tentunya kita sudah memiliki ada aturan main, ada AD, ART, dan aturan-aturan baik lainnya. Akan tetapi, mengapa sering terjadi praktik Kader-kader HMI jauh dari aturan-aturan itu, bahkan sampai melanggarnya. Kemudian, di AD HMI pada pasal 6, di sana disebutkan bahwa HMI bersifat independen (baik etis maupun organisasional), akan tetapi kita sering menemukan adanya Kader-kader HMI yang masih aktif jadi pengurus terlibat dengan partai politik atau sesuatu yang melanggar independensi HMI. Artinya banyak yang tidak taat dengan aturan HMI. Ahhk, untuk apa lagi sebenarnya ada HMI ini jika kader-kadernya tidak taat pada aturan-aturan HMI.

Kemudian lagi, perkaderan HMI (dalam prakteknya) jauh berbanding terbalik seperti yang disebutkan Pedoman Perkaderan HMI. Serasa, perkaderan di HMI hanya asal jadi saja, hanya memenuhi kuantitas kader saja. Jika pun ada yang idealitas, itu hanya sedikit sekali. Padahal idealitasnya training HMI (baik formal maupun informal) untuk meningkatkan kualitas Kader-kader HMI.

Silahkan kita buktikan di cabang masing-masing. Selanjutnya, kita sering mengatakan bahwa HMI adalah organisasi intelektual, dan HMI memiliki kultur ataupun budaya-budaya intelektual HMI, akan tetapi apa yang kita lihat pada realitasnya dalam keharian kader-kader HMI. Jika pun ada diskusi-diskusi, banyak yang hanya angin lalu saja, hanya memenuhi proyek kerja, bahkan ada yang memanfaatkannya untuk ajang pengisian kantong.

Kita juga sering mengatakan bahwa HMI adalah anak kandung ummat, tapi nyatanya Kader-kader HMI berlomba-lomba mendekati pejabat. Belum lagi jika kita uraikan tentang praktik keislaman HMI (bukan hanya secara syari’at).

Dan saya pikir masih banyak contoh-contoh lainnya yang tak mungkin kita uraikan satu persatu dalam tulisan singkat ini. Silahkan masing-masing kita cari pembuktian lainnya. Sekarang mari kita ajukan sebuah pertanyaan yang ‘kan coba kita renungkan bersama-sama. Pertanyaannya sederhana saja; mengapa semua itu terjadi?

Menurut saya semua itu terjadi karena ada dua faktor. Pertama, tidak benar-benar memahami idealitas HMI. Dan kedua, ada seseorang atau sekelompok orang yang memahami tapi tidak ingin idealitas HMI itu teraplikasikan dalam aktivitas Kader-kader HMI. Yang kedua ini paling berbahaya dan sangat sulit untuk menghilangkannya.

Pada faktor yang pertama dapat kita obati dengan benar-benar meng-upgrade pengetahuan ke-HMI-an Kader-kader. Prakteknya dapat dilaksanakan dengan banyak membaca buku-buku HMI, mengkaji dan memahami aturan-aturan HMI kemudian mengaplikasikannya. Kemudian memperbanyak transfer pengalaman ideal yang sudah pernah ber-HMI. Dan tidak kita lepaskan perlunya pembaharuan perkaderan HMI. Secara pribadi, seorang kader harus benar-benar berkomitmen menjalankan kebaikan-kebaikan dalam HMI, serta meningkatkan sikap kritis.

Terhadap faktor kedua, karena benar-benar sangat sulit untuk dihilangkan maka harus benar-benar di”matikan”. Jika tidak, HMI akan terus terjerumus pada realitas HMI yang buruk. Mereka tidak ingin idealitas HMI teraplikasikan karena dapat menghambat misi-misi terselubung mereka. Katakanlah memanfaatkan HMI untuk kepentingan pribadi dan kelompok mereka dengan niat buruk. Mereka-mereka itu bolehnya jadi internal HMI dan juga dari luar HMI.

Dua hal di ataslah yang saya ketahui sampai saat ini menjadi penyebab ketidak-lurusan dua garis HMI; garis idealitas HMI dan garis realitas HMI saat ini. Sehingga terlihat juga saling berkontradiksi, saling bersilangan, saling mematahkan, dan terlihat ribet seperti kata teman saya di awal tadi.[]

Penulis: Ibnu Arsib (Penggiat Literasi di Sumut)

- Advertisement -

Berita Terkini