SBY Berani Geruduk Istana ?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Ungkapan kader Partai Demokrat Andi Arief bahwa terhadap gerakan kudeta Moeldoko lewat KLB abal-abal Partai Demokrat SBY akan geruduk Istana. Meski Istana mengeles tak terlibat, namun status Moeldoko sebagai Kepala KSP sulit untuk mempercayai bahwa gerakan Moeldoko tanpa sepengetahuan Presiden atau Istana.

SBY menyerukan “lawan” atau mengumandangkan deklarasi perang atas invasi Jenderal Moeldoko ke Markas Partai Demokrat. Jika SBY atau AHY konsisten dan berani maka pertarungan menjadi seru. Sebagaimana KLB sendiri yang merupakan aksi politik, maka selayaknya dilakukan perlawanan secara politik. Mengapa bukan hukum ?

Ada tiga alasan, yaitu :

Pertama, Moeldoko and his gang bukan tak faham bahwa KLB itu melanggar hukum dan tak sesuai dengan AD/ART Partai, sangat tahu tentunya. Kemungkinan terjadi gugatan hukum juga sudah diperhitungkan. Tapi proses hukum diyakini akan dimenangkan oleh intervensi kekuasaan. Rekayasa bertingkat.

Kedua, proses hukum adalah jalan panjang yang masuk area “buying time” yang menguntungkan Moeldoko. Di tengah proses yang bertele-tele pengesahan cepat hasil KLB oleh Kemenkumham menyebabkan Moeldoko bebas bergerak. Menteri Hukum dan Ham berasal dari PDIP lawan politik SBY dan Demokrat.

Ketiga, proses hukum hanya menciptakan dualisme kepengurusan in concreto. Partai Demokrat pimpinan Moeldoko akan melakukan konsolidasi intensif ke bawah untuk memecah. Tentu dengan bantuan bapak Dana yang sejak awal sudah bersiap-siap untuk menerkam.

SBY dan AHY harus melakukan gerakan perlawanan politik. Perang terbuka. Di samping geruduk Istana dengan tekanan pecat Moeldoko dan keluar pernyataan Presiden bahwa KLB tidak sah, juga melakukan langkah lain, yaitu :

Pertama, memperluas isu dari semata masalah kudeta Partai, ke arah pidana kerumunan di masa pandemi, rezim otoritarian, serta pelanggaran Konstitusi. Presiden yang mendiamkan aksi Moeldoko adalah perbuatan tercela Presiden yang menjadi alasan bagi pemberhentian.

Kedua, melakukan konsolidasi politik besar besaran terhadap seluruh jajaran pengurus dan kader agar bersiap bersama melakukan perlawanan terhadap upaya eksternal yang mengacak-acak Partai. Membuktikan pengaruh kuat SBY terhadap kader dan soliditas Partai hingga struktur ke bawah.

Ketiga, munculkan sikap kritis dan panas anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat di Parlemen dengan usul penggunaan Hak Interpelasi atau bila perlu Hak Angket berkaitan dengan dugaan keterlibatan Presiden dalam aksi politik brutal KLB Deli Serdang.

Keempat, jajaran Partai harus mulai menyadari dan peduli akan nasib elemen lain yang menjadi korban kezaliman rezim. Turut berteriak soal penahanan aktivis KAMI, pembelaan pada HRS, serta membantu menekan agar terkuak kasus pelanggaran HAM pembunuhan enam anggota Laskar FPI dan pelanggaran HAM lainnya.

Kelima, Partai Demokrat lebih vokal mengkritisi kemerosotan ekonomi negeri termasuk hutang luar negeri dan karut marut penanganan pandemi Covid-19. Mengadvokasi korban dan lembaga kesehatan yang terdampak akibat penanganan pandemi yang kurang baik.

Partai Demokrat jangan menjadi Partai yang terkesan “cari selamat” sehingga menjadi ragu dalam memperjuangkan aspirasi rakyat yang dirasakan beban dan kondisinya semakin berat. Buktikan bahwa terhadap gerakan ilegal KLB Moeldoko, memang Partai Demokrat benar-benar melakukan perlawanan.

Rakyat akan selalu bersama partai pejuang kebenaran, kejujuran, dan keadilan. Sebaliknya, ketika terjadi pembiaran atas nasib yang menimpa satu partai politik maka mungkin sebenarnya partai politik itu memang selama ini tidak pernah bersama rakyat.
Sibuk dan ramai dengan urusan dirinya sendiri saja.

Oleh : M Rizal Fadillah – Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 8 Maret 2021

- Advertisement -

Berita Terkini