Kehormatan Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI Periode 2004-2014

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Ketika membaca berita bahwa telah terjadi apa yang oleh mereka yang merongrong Partai Demokrat sebagai KLB dengan memilih Moeldoko (Yang nasih menjabat sebagai Kepala Staf Kepresiden RI), sejumlah pertanyaan mengganggu rasionalitas berpikir saya. Saya bertanya-tanya kenapa Pak Moeldoko tergoda melakukan hal yang dalam kerangka moral politik yang saya pahami sebagai “machiavellian” itu.

Lalu saya mengatakan bahwa “pasti” sepengetahuan Jokowi dan sedikit orang penting disekitar Jokowi. Atau dengan kata lain, Moedoko mau memerankan peran itu karena dukungan oligharkhi politik Jokowi. Benar atau tidaknya tesis ini, biarlah nanti waktu yang akan menjelaskan.

Hal berikutnya yang terpikir di benak saya saat membaca kabar tentang “kudeta” kekuasaan di Partai Demokrat itu adalah sosok pak SBY. Saya membayangkan bahwa beliau ini adalah Tokoh Bangsa. Prestasinya gemilang saat memimpin Indonesia selama dua periode.

Saat beliau Presiden, Jokowi masih Walikota di Solo, Moeldoko masih aktif di TNI. Pasti ada jasa Beliau dengan tampilnya Jokowi dan Moeldoko dipanggung politik Nasional. Sebab itu, tentu pak SBY meraskan betul suasana kegetiran menyaksikan Partai yang dimana Beliau masih Ketua Dewan Pembina dan Penasehat itu, dimana Putranya AHY sebagai Ketua Umum yang memimpin partai Demokrat saat ini.

Sebab itu, peristiwa KLB ini bukan peristiwa politik biasa yang “bussiness of usual”, tapi ini sesuatu yang pasti melibatkan suasana yang “emosional”, “mendalam” bagi diri seorang Tokoh seperti pak SBY. Dimana muka beliau, kehormatan beliau mau taro? Secara naluriah saya memahami jika semua cara akan ditempuh SBY untuk memastikan kepalanya masih bisa tegak di depan rakyat Indonesia yang pernah di pimpinnya selaku Presiden dua periode.

Pengalaman beliau memimpin Indonesia dua periode tentu tidak bisa dipandang sebelah mata oleh Jokowi, oleh Moeldoko, sekalipun secara formal Jokowi saat ini yang menjabat sebagai Presiden.

Dua periode memimpin Indonesia, bukan sesuatu yang gampang. SBY pasti memiliki “kawan yang banyak”. Bukan hanya itu, SBY sesungguhnya masih di cintai oleh rakyat Indonesia, hingga akhir masa jabatannya. Sekiranya bukan karena ketentuan Konstitusi yang membatasi dan beliau bisa mencalonkan lagi untuk periode ketiga saat itu, saya kira beliau masih akan terpilih. Dan Jokowi tentu hanya Walikota saja, jika hal itu terjadi.

Apapun alasan Moeldoko, melakukan kudeta partai Demokrat, bagi saya tidak dapat dibenarkan. Moeldoko bukan kader partai demokrat, dari mana bisa langsung jadi Ketua Umum jika bukan pelanggaran AD/ART ? KLB itu sendiri telah melanggar dalam banyak hal yang berisifat prinsipil.

Terlepas dari itu ilegalitas KLB itu, mari kita ikuti langkah-langkah apa yang akan di lakukan SBY menghadapi oligharkhi Jokowi. Dan apa yang akan di lakukan Jokowi jika SBY mampu meraih simpatik rakyat Indonesia, karena telah di dholimi. Di rampas hak-hak politiknya selaku Ketua Dewan Penasehat dan Pembina Partai Demokrat, dihinakan harkat dan martabatnya sebagai Tokoh Bangsa.

Akankah peristiwa politik ini menjadi “jalan” bagi lengsernya Jokowi ??

Wallahu a’lam bissawab.

Oleh : Hasanuddin, MSi – Ketua Umum PB HMI 2003-2005

- Advertisement -

Berita Terkini