Serang Jokowi Blunder Politikus MUI Pendukung FPI

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Sejak lama MUI seolah menjadi pengadil masuknya manusia ke surga dan neraka. Kisah MUI sebagai ormas Islam merajai kekuasaan agama. Fatwa MUI menjadi hukum tertinggi. MUI digunakan oleh eyang saya Presiden Soeharto untuk melegitimasi kekuasaaan. Persis sama dengan Wahabi digunakan rezim Saudi untuk memberangus keagamaan multi-mazhab di Saudi.

Zaman berubah. MUI menjelma menjadi kekuatan keuangan, pengeruk fulus sertifikasi halal. MUI menjadi satu-satunya ormas yang bisa mengeluarkan fatwa, sertifikasi halal, termasuk penghalalan dan pengharaman aksi dan barang.

Bahkan kulkas, mesin cuci, pun yang bukan makanan diberi label halal, meski tidak ada satu orang pun di dunia dan akhirat makan kulkas dan mesin cuci. MUI dan pemilik label halal pun melakukan pembenaran: prosesnya yang halal.

Sertifikasi kulkas yang tentu ditertawai oleh para ulama yang waras seperti Gus Mus. Dia menyebut MUI sebenarnya makhluk apa itu. Karena sepak terjang MUI dinilai kebablasan. Ngawur.

Itu tentu sangat bisa dipahami karena MUI saat itu diisi geng 212 seperti Din Syamsuddin, Tengku Zul, dan Bachtiar Nasir, Yusuf Martak. Mereka bukan ulama bisa masuk jajaran pengurus MUI. Bahkan Yusuf Martak bekas pekerja Lapindo.

Kombinasi kepentingan sertifikasi halal dan bercokolnya politikus haus kuasa seperti di atas yang membuat kisruh politik. Termasuk di dalamnya tentu kepentingan politikus Ketum MUI Ma’ruf Amin. Untung MA mau berbelok kiblat masuk ke dalam gerbong pertobatan politik. Masuk ke kubu Jokowi sehingga pembersihan kasus Ahok mensucikan secara politik.

Pasca Ma’ruf Amin seolah sudah tersingkir kaum politikus. Namun, senyatanya masih bercokol para politikus pendukung FPI: Anwar Abbas. Dia adalah representasi kaum pembenci pemerintahan Jokowi. Politikus MUI kaki tangan FPI Anwar Abbas mengomentari kerumuman kunjungan Presiden Jokowi di NTT seperti kerumuman Muhammad Rizieq Shihab yang tengah dibui.

Anwar Abbas ingin menunjukkan kepada tuannya yang mendudukkannya di dalam MUI. Bahwa dia tetap menjadi perwakilan FPI dan kaum 212 setelah mereka terdepak. Maka menjadi tak mengherankan jika Anwar Abbas menyerang pemerintah. Dia bermimpi ingin menciptakan kisruh politik lewat fatwa atau pernyataan yang rakyat akan mengikuti.

Publik kini makin percaya kepada PB NU dibandingkan dengan MUI. PB NU dan sebagian Muhammadiyah cukup menjadi penjaga marwah Islam dan keindonesiaan yang menyejukkan. Sementara MUI mengeluarkan pernyataan politik, fatwa, yang tak lain-tak bukan hanya ormas.

Legitimasi pemaksaan kehendak politik MUI melalui fatwa keagamaan sudah tidak akan laku. Rakyat dan pemerintah bukan kambing congek seperti pada masa 212. Kini 212 dan FPI serta para cukung sudah tenggelam.

Bahkan Rizieq dan para pentolan FPI tengah menunggu bui akibat pelanggaran hukum. Maka ketika Anwar Abbas membela FPI justru membuka kedok MUI sebagai bagian dari masa lalu. MUI tetap tidak berubah meski para pentolan MU sudah berganti manusianya.

Relevansi keberadaan MUI pun perlu dipertanyakan. Seperti Gus Mus memertanyakan tentang MUI. Ormas NU dan Muhammadiyah sudah lebih dari cukup keberadaannya untuk menjaga Indonesia. MUI tidak diperlukan lagi keberadaannya kalau isinya bukan ulama: seperti Anwar Abbas.

Oleh : Ninoy Karundeng

- Advertisement -

Berita Terkini