Gerindra Minta Restorative Justice di Kasus Kerumunan Rizieq Shihab

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman meminta Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menerapkan pendekatan restorative justice dalam kasus kerumunan yang diduga melanggar protokol kesehatan (prokes) Covid-19 yang menjerat Rizieq Shihab sebagai tersangka.

Restorative justice adalah suatu pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya.

“Bicara restorative justice, saya ambil contoh dua, saya berharap ini bisa dilakukan dengan restorative justice. Pertama, kasus kerumunan Rizieq Shihab,” kata pemilik sapaan akrab Habib itu dalam Rapat Kerja antara Komisi III DPR dan Jaksa Agung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (26/1).

Dalam kasus kerumunan yang diduga melanggar prokes Covid-19, menurutnya, banyak pihak yang ikut andil. Bahkan, kata Habib, dirinya sebagai anggota DPR yang berasal dari daerah pemilihan DKI Jakarta pun ikut andil karena tidak memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya berkerumun di tengah pandemi Covid-19.

Berangkat dari itu, Habib menyatakan, masalah kerumunan yang diduga melanggar prokes Covid-19 kurang tepat bila hanya ditumpukan pada Rizieq.

Menurutnya, pendekatan restorative justice dalam kasus kerumunan yang menjerat Rizieq juga patut dipertimbangkan karena Rizieq telah meminta maaf dan membayar denda terkait dugaan pelanggaran tersebut.

“Saya dengar langsung beliau sudah klarifikasi, minta maaf, bayar denda, saya pikir dengan tidak intervensi proses hukum dan dengan tetap menghormati aparat hukum yang melakukan proses ini bisa dilakukan dengan pendekatan restorative justice,” ucap Habib.

Selain kasus kerumunan yang menjerat Rizieq, menurutnya, pendekatan restorative justice juga patut dipertimbangkan diterapkan dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang menyeret nama eks Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, sebagai terlapor.

Dia berkata, restorative justice bisa dipertimbangkan karena Luhut sebagai pihak yang diduga dicemarkan nama baiknya terlihat tidak memiliki intensi lagi untuk melanjutkan perkara tersebut.

“Kemudian kasus Said Didu, kalau tak salah kasusnya yang disebut dengan Luhut Binsar Pandjaitan. Ini dua tokoh yang sama-sama kita hormati, saya tidak lihat juga Luhut ada intensi untuk melanjutkan perkara ini, saya ikuti di pemberitaan,” katanya.

“Alangkah bagus kalau kita maksimalkan instrumen yang sudah ada. Kalau kasus ini jadi contoh akan dilihat masyarakat, saya punya komitmen di UU Kejaksaan harus kita maksimalkan restorative justice,” imbuh Habib.

Sumber : CNNIndonesia.com

- Advertisement -

Berita Terkini