Supremasi Kulit Putih dan Gubernur Seiman

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Pelajaran penting dari panggung politik Amerika Serikat hari – hari ini adalah jangan salah memilih presiden pengganti di tahun 2024 nanti. Pastikan presiden penerus di negeri kita tidak menghancurkan jerih payah 10 tahun sebelumnya.

Pastikan presiden terpilih nanti meneruskan jejak membangun negara yang merata bukan membenahi proyek mangkrak seperti Candi Hambalang.

Pastikan juga presiden terpilih nanti mendidik menteri yang setelah turun jabatan tidak membawa perabotan rumah dinasnya.

Dunia mengolok – olok Amerika pada sepekan terakhir. Puncaknya pada peristiwa penyebuan Gedung Capitol yang menewaskan lima orang. Negara kampiun demokrasi terang terangan merusak demokrasi. Mempermalukan diri.

Persis yang terjadi di DKI Jakarta. Susah payah gubernur sebelumnya menjadikan Jakarta kota dunia, kota bersih, canggih, tersistem, terjaga perawatannya lewat aplikasi Qlue, transparan, dan akutabilitas, tapi kemudian jatuh ke tangan gubernur yang hanya pandai menata kata. Bukan menata kota.

Ada persamaan di antara Donald Trump dan Anies Baswedan. Sama – sama dapat jabatan lewat kampanye menonjolkan politik identitas. Kampanye SARA. Donald Trump jualan supremasi kulit putih dan anti imigran, sedangkan jurkam Wan Abud jualan ayat di masjid – masjid dan penolakan mayat yang bukan pemilihnya. Hanya memilih pemimpin yang seiman.

Dua – duanya juga sama – sama ambisius, tak becus kerja dan menghalalkan segala cara dengan menonjolkan orasi, berolah kata dan rajin temu pers. Sama – sama didukung kelompok militan fundamentalis pekok. Intoleran radikal.

Trump meninggalkan gedung putih dengan rentetan kegagalan menangani pandemi virus Corona yang sejauh ini sudah menewaskan 400 ribu warganya – memantik perang dagang global, khususnya dengan China yang menahan laju ekonomi dunia.

Tapi yang utama menghancurkan citra negara adidaya yang digembar gemborkan paling demokratis di dunia! Anti imigran, anti kulit berwarna dan anti Islam.

Di Balaikota DKI Jakarta, Anies Baswedan juga terus menerus memperpanjang PSBB, sering injak rem terus menerus minta tambahan dana hingga akhirnya pasrah dan menyerahkan koordinasi penanganan pandemi Covid 19 kepada pemerintah pusat.

Sebanyak Rp.10 triliun dialokasikan untuk menangani pandemi Corona di ibukota dan tetap saja DKI Jakarta paling banyak suspectnya. Bahkan pejabat tedekat, Sekda Syaifullah, sudah meninggal karena Corona.

Bagaimana pembangunan di ibukota? Yang menonjol adalah proyek jaring hitam untuk menutupi sungai demi menghilangkan bau busuk di samping wisma Atlit saat Asian Games 2018 lalu. Patung bambu tindihan dan tumpukan batu di dekat Bunderan HI. Dan yang sedang dibanggakan pendukungnya kini cat atap rumah warna warni yang hanya bisa dinikmati dari langit.

Semua proyek jangka pendek, menyedot duit APBD akan cepat hilang dan kelak tak berbekas. Kecuali dikenangkan sebagai skandal.

Bandingkan dengan Ahok BTP yang mewariskan jembatan lingkar Semanggi, mengubah taman Kalijodo, taman Pluit, sungai bersih, pasukan oranye, merah dan biru. Jembatan lingkar Semanggi yang tak semata – mata indah dilihat, berwarna warni, dari darat dan dari udara, tapi juga berfungsi mengurai kemacetan dan bisa bertahan hingga 50 tahun ke depan. Dibangun dengan dana Rp.360 miliar tanpa biaya APBD pula.

Tapi kita akan terus menghadapi orang – orang seperti Abdullah Hehamahua, Rizal Ramli, Rocky Gerung dan semua bohir – bohirnya. Pendukung Cendana, Cikeas dan Caplin hanya mereka yang mengurus negara ini dengan benar. Tanpa mereka “demokrasi kosong”. Dan menganggap semua yang dilakukan pemerintah sekarang tidak ada artinya. Terus membuta tuli.

Oleh : Supriyanto Martosuwito

- Advertisement -

Berita Terkini