Kisah “Dayang-Dayang” Gubernur Bapak Edy Rahmayadi

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Ketika Bapak Edy Rahmayadi serta Bang Musa Rajekshah menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara, harapan besar masyarakat tertuju kepada keduanya. Apalagi semboyan Sumut Bermartabat dan ERAMAS yang mereka kumandangkan dalam masa-masa kampanye pemilihan kepala daerah. Seolah membius dan publik seolah dibawa terbang tinggi mendaki satu era baru menuju perubahan baru. Oleh pimpinan baru, Gubernur Edy Rahmayadi.

Harapan yang tidak terlalu berlebihan, bila melihat rekam jejak Gubernur Bapak Edy Rahmayadi sebelum aktif di pemerintahan sipil, demikian pula dengan Wakilnya, Musa Rajekshah (Bang Ijek). Bagi Edy, pelaksanaan Good Governence tentunya bukan lagi hal asing untuk dilaksanakan. Demikian pula bagi Bang Ijek, Good Coorporate Governence tentunya menjadi hal yang wajib dilaksanakan oleh para  top manajemen  kelas atas dari kalangan dunia usaha, agar manajemennya dapat tetap berada dalam tataran lingkungan persaingan global.

Karenanya Bagi Edy dan Ijek, tata kelola pemerintahan yang baik pada tingkat pemerintahan provinsi, yang ditandai dengan adanya indikasi-indikasi seperti : Adanya tanggapan yang cukup baik oleh ASN, ditegakkannya supremasi hukum administrasi pemerintahan  oleh ASN, partisipasi masyarakat provinsi yang tinggi dalam pelaksanaan pembangunan, pengalokasian sumber daya yang baik, serta  jelasnya tanggung jawab pemerintahan provinsi. Tentunya bukanlah hal yang sulit, untuk dapat mereka berdua jalankan.

Namun harapan-harapan dan obsesi publik, itu kini sepertinya semakin jauh dari kenyataan. Bahkan jangankan MARTABAT ataupun ERAMAS yang ingin diraih masyarakat. Yang terjadi malah sebaliknya, berbagai ketidakteraturan dan ketidaktertiban dalam kegiatan pemerintahan provinsi.

Seperti berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh lembaga dan badan pemerintahan provinsi, yang indikasinya terlalu berani bahkan terkesan agak berlawanan. Dengan ketentuan dan asas-asas yang berlaku, dalam tata kelola pemerintahan yang berlaku umum dan mengikat.

Misalnya, saat Dinas Pemuda dan Olahraga melakukan pembayaran untuk lahan Sport Center. Mantan Kepala Dinas yang merupakan Penggunan Anggaran, bahkan tidak tahu sama sekali nomor sertifikat tanah atas lahan yang dibayar dengan menggunakan uang daerah. Ketika dikonfirmasi, pejabat tadi malah seperti melepas tangungjawabnya dan mengatakan, yang mengetahui nomor sertifikat tanah yang sudah dibayar oleh APBD Provinsi Sumatera Utara itu adalah Badan Pertananahan.

Hal yang sama juga terjadi saat program yang langsung untuk rakyat dalam kebijakan Presiden Jokowi terhadap keberadaan Perhutanan Sosial. Diatas kertas, kegiatan yang dikelola Dinas Kehutanan lewat Unit Pengelola Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah I (UPT. KPH Wil I). KPH yang harusnya menjadi pengayom kepada para masyarakat yang menjadi mitra, malah ikut terjebak dalam konflik terkait pengelolaan Perhutanan Sosial.

Tidak heran misalnya di Securai Selatan Kab. Langkat, dari 7 ijin Perhutanan Sosial yang ada dimanipulasi oleh pengusaha-pengusaha, yang diduga terlibat dengan berbagai aparat yang terkait dalam pengelolaan Perhutanan Sosial. Hingga pada akhirnya, tetap saja masyarakat yang dirugikan, karena tetap saja mereka terpinggirkan. Oleh keberadaan para pengusaha, yang mengaku dan menyaru sebagai kelompok pengelola Perhutanan Sosial tadi. Dan kondisi tersebut merupakan tanggung jawab dari dinas yang mengunakan anggaran, melakukan koreksi dan perbaikan. Tentunya dengan memberikan saran dan informasi yang benar kepada pimpinannya yakni Gubernur ataupun Wakil Gubernur Sumatera Utara.

Kasus lain yang lebih unik, adalah keberadaan Kacabdis Stabat Dinas Pendidikan Sumatera Utara yang mimpi jadi Gubernur Sumatera Utara. Dengan mengeluarkan SK. Pengguna Barang, padahal untuk itu Gubernur Sumatera Utara sudah mempunyai ketentuan baku. Yakni Surat Nomor 188.44/225/KPTS/2020 Tentang Pengurus Pengguna, Pembantu Pengurus Barang Pengguna dan Pengurus Barang Pembantu Pada Perangkat Daerah/Unit Kerja di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2020.

Sikap dan kinerja para pimpinan dari dinas, badan atau lembaga pemerintahan provinsi yang belum memberikan informasi yang benar dan utuh tentang masalah Perhutanan Sosial, seperti yang terjadi di Securai Selatan-Langkat, Juga surat Kacabdis yang membantah SK Gubsu ini, tentunya bukan sikap sebagai pembantu yang baik. Namun lebih kepada sikap dari dayang-dayang yang kesannya ingin diurus dan dilayani oleh masyarakat dan bukannya malah membantu menyelesaikan masalah ditengah masyarakat.

Pak Edy dan Bang Ijek masa punya waktu 3 tahun kedepan dalam priodesasi kepemimpinan mereka. Andainyapun  Sumut Bermartabat dan ERAMAS belum terwujud, setidaknya jangan sampai slogan tadi hanya sampai pada tahap bual belaka. Masa 3 tahun tentunya waktu yang cukup guna memperbaiki berbagai ketidakteraturan dan ketidaktertiban tersebut. Jangan sampai yang tersisa  hanyalah penyesalan ataupun umpatan, karena keberadaan Dayang-dayang yang menyusahkan tadi. Semoga.

Oleh : Alfiannur Syafitri

- Advertisement -

Berita Terkini