Jabatan Publik Untuk Semua Agama

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh: Rudi S Kamri

Betapa kita mengalami kemunduran peradaban yang sangat parah kalau masih ada orang yang mempertanyakan agama pejabat publik tertentu. Jabatan harusnya diduduki oleh orang yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang mencukupi untuk suatu jabatan tertentu. Jiwa kepemimpinan, rekam jejak dan profesionalitas juga seharusnya menjadi kriteria utama. Bukan dia beragama apa dan dari etnis apa.

Para founding fathers negeri ini sudah memberikan tauladan yang cukup tentang hal tersebut. Mulai dari awal kemerdekaan sampai era kepresidenan Soeharto, kita tidak pernah meributkan agama atau suku pejabat sipil maupun militer. Di awal kemerdekaan, kita pernah punya Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP) – Panglima TNI kalau sekarang – seorang Kristen yang taat bernama Letjen TNI Tahi Bonar Simatupang. Beliau menjabat KSAP menggantikan Jenderal Sudirman yang wafat. Saat ditunjuk Presiden Soekarno sebagai KSAP tahun 1950, T.B. Simatupang masih berusia 30 tahun. Luar biasa.

Di era Presiden Soeharto ada Menteri Hankam dan Panglima ABRI Jenderal TNI Maraden Pangabean. Beliau juga pernah menjabat Kepala Staf Angkatan Darat menggantikan Jenderal Soeharto. Terakhir beliau adalah Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Beliau seorang Kristen yang taat. Ada lagi pejabat yang sangat terkenal dan fenomenal yaitu Jenderal TNI Leonardus Benyamin Moerdani atau lebih dikenal dengan Benny Moerdani. Beliau adalah Panglima ABRI yang paling fenomenal karena tidak pernah menjadi Pangdam sebelumnya. Beliau juga pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan. Dari namanya jelas, beliau adalah seorang Katolik.

Ada seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) yang dianggap salah satu Kapolri terbaik selama ini yaitu Jenderal Polisi Widodo Budidarmo. Beliau menjabat Kapolri pada periode 1974 – 1978. Peninggalan beliau yang paling fenomenal sampai sekarang adalah Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT). Dengan adanya SAMSAT kita jadi lebih mudah dalam pengurusan yang berkaitan dengan administrasi kendaraan kita. Beliau juga seorang Kristen yang taat.

Di era Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto pertimbangan SARA tidak pernah menjadi pertimbangan dalam menunjuk seorang pejabat. Tapi lebih pada kapasitas, kapabilitas, loyalitas dan profesionalitas dari pejabat yang bersangkutan. Nah, sekarang saat ada orang yang mempertanyakan agama Komisaris Jenderal Polisi Listyo Sigid Prabowo karena diajukan Presiden Jokowi menjadi calon tunggal Kapolri, saya jadi geli sendiri.

Apa relevansinya jabatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan preperensi agama tertentu? Betapa kita mengalami kemunduran peradaban kalau agama dijadikan acuan untuk jabatan publik. Kita pernah punya pengalaman buruk saat Pilkada DKI Jakarta 2017. Politik identitas telah mengabaikan kapasitas dan kapabilitas seorang. Akhirnya Jakarta hanya dapat Gubernur yang ahli bersilat kata daripada membangun sebuah kota.

Mudah-mudahan mindset atau pola pikir mayoritas masyarakat Indonesia tidak mengalami krisis SARA dalam melihat suatu jabatan publik. Kita harus jauh melangkah lebih maju dalam melihat arah pembangunan nasional. Jangan hanya sibuk berkutat pada masalah SARA yang membuat kita menjadi manusia primitif.

Selamat bertugas Kapolri yang baru, siapapun pilihan terbaik dari Presiden.

Salam SATU Indonesia
13012021

- Advertisement -

Berita Terkini