Tiga Revolusi

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh : H. M. Rizal Fadillah, SH

MUDANEWS.COM – Pada masa pemerintahan Presiden Jokowi terhitung tiga terma revolusi telah muncul dan dicoba disosialisasikan. Kemenangan Jokowi pada Pilpres 2014 dibarengi dengan gelindingan istilah Revolusi Mental. Revolusi yang diarahkan pada perubahan sikap atau perilaku menuju mental disiplin, kerja keras, dan gotong royong. Berdasarkan Inpres No 12 tahun 2016 dikenal dengan lima gerakan nasional yaitu melayani, bersih, tertib, mandiri, dan bersatu.

Revolusi Mental dalam kesejarahan dekat dengan konsepsi sosialis komunis. Dikenalkan oleh Partai Komunis Tiongkok untuk mencuci otak kaum buruh dan petani agar menentang kekaisaran. Pemimpin PKI DN Aidit mengganti nama diri “Ahmad” dalam rangka Revolusi Mental. Menurutnya Revolusi Mental belum berhasil jika masyarakat belum dijauhkan dari agama.

Ketika Revolusi Mental Jokowi dinilai gagal, maka M Amin Rais mengangkat terma Revolusi Moral. Jika mental menyangkut sikap jiwa, maka moral lebih menitik beratkan pada nilai apakah baik dan buruk. Buku yang dibuatnya berjudul “Hijrah Selamat Tinggal Revolusi Mental, selamat Datang Revolusi Moral” berisi kumpulan tulisan.

Konsepsi Revolusi Moral belum terjabarkan, hanya menarik ke landasan keimanan dan kritik atas kondisi sosial politik kini yang dianggap nir-moral. Pandangan Jhon Buchan sejarawan dan novelis Skotlandia mengemuka yang menurutnya revolusi moral lebih penting dari alat persenjataan militer.

Revolusi Moral redup bersamaan dengan ramainya konflik di PAN yang disepuhi M Amin Rais. Figur Habib Rizieq Shihab menjadi pembicaraan selama keberadaannya di Saudi Arabia maupun Rencana kepulangan ke Indonesia. Saat kepastian kepulangan, Revolusi Akhlak digaungkan dan pada pidato pertama di Petamburan Revolusi Akhlak diserukan kepada masyarakat dan umat.

Revolusi Akhlak perlu penjabaran kontekstual untuk menjadi pedoman perjuangan. Revolusi Akhlak yang dimaksud oleh Habib Rizieq Shihab tentu lebih kental nuansa keagamaannya. Rujukan utama adalah Sabda Nabi “innama bu’itstu liutammima makarimal akhlaq” (HR Bukhori).

Entah apakah Revolusi Akhlak yang digaungkan HRS ini akan membahana atau terhenti tergantung pada kekuatan figur yang menggemakannya. Di samping tentu perlu ada kejelasan konsepsi kontekstual dimaksud yang mudah dicerna dan diterima umat atau rakyat Indonesia.

Yang pasti Al Qur’an telah mengingatkan bahwa risalah nubuwah dalam melakukan perubahan adalah untuk menegakkan dan mendhohirkan agama yang benar (dienul haq) atas berbagai faham, isme, atau filosofi kehidupan lainnya (alad dieni kullihi). Meskipun untuk itu berbagai tantangan pasti akan menghambat. (QS At Taubah 33).

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 11 November 2020

- Advertisement -

Berita Terkini