Omnibus Law Adalah Kapitalisme Terselubung

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Omnibus Law artinya metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum.

Tepat pada tanggal 5 Oktober 2020 Omnibus Law telah disahkan DPR dengan dalih Investasi akan tetapi melihat isi Undang-Undang tersebut sungguh sangat miris bagi rakyat khususnya kaum buruh dimana terdapat pasal-pasal yang sangat kontroversial.

Rentan kena PHK dan kontrak kerja tidak jelas Pasal 56 Ayat (3),UU Cipta Kerja mengatur jika jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak. UU Cipta Kerja juga menghapuskan ketentuan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan mengenai aturan pembatasan jenis pekerjaan dan jangka waktu yang bisa diikat dalam kontrak kerja.

Ketentuan tentang perjanjian kerja PKWT dapat berakhir saat pekerjaan selesai juga membuat pekerja rentan di-PHK karena perusahaan dapat menentukan sepihak pekerjaan berakhir dan Pasal 154 A ayat 1 merupakan pasal yang sangat berbahaya karena pengusaha bisa melakukan PHK hanya karena alasan efesiensi.

Sistem pengupahan Sistem upah diatur dalam Pasal 88 B UU Cipta Kerja yang mengatur mengenai standar pengupahan berdasarkan waktu. Banyak yang menganggap bahwa skema pengupahan ini akan menjadi dasar untuk perusahaan memberlakukan perhitungan upah per jam.

Pasal 88 C Ayat 1 dan 2 merupakan pasal yang menghilangkan upah minimum kabupaten/kota dan upah minimum sektoral dalm artian yang akan dipakai adalah UMP maka buruh yang upahnya mengaku pada UMK akan sangat dirugikan sebagai contoh Pemerintah Provinsi Jawa Barat menetapkan UMP 2020 sebesar Rp 1,81 juta atau naik 8,51 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1,6 juta.

Angka itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan UMK di sejumlah kabupaten/kota lain di Jawa Barat. Misalnya, UMK 2020 di Kabupaten Karawang Rp 4.594.324, di Kota Bekasi Rp 4.589.708, sementara di Kabupaten Bekasi sebesar Rp. 4.498.961.

Nasib Outsourcing semakin tak jelas dikarenakan UU Tenaga Kerja pasal 66 Ayat 1 dihapuskan di Omnibus Law yang artinya dengan dihilangkannya ketentuan ini maka outsourching bisa dilakukan bebas disemua jenis pekerjaan.

UU Cipta Kerja menghapus libur mingguan selama dua hari untuk lima hari kerja. Di Pasal 79 Ayat (2) poin b UU menyebutkan, istirahat mingguan hanya satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu. Selain itu, dalam Pasal 79 ayat (5) juga menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun. Cuti panjang nantinya akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, ataupun perjanjian kerja bersama.

Pengurangan nilai pesangon terdapat pada Pasal 156 dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan melalui Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)

UU ini adalah perbudakan gaya baru di era modern. Kita harus lawan. Kita dukung penuh perjuangan buruh menolak UU Cipta Kerja.

Penulis : Lingga Pangayumi Nasution
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Azzahra Jakarta

 

- Advertisement -

Berita Terkini